RUKUN ISLAM ALA MUHAMMAD
Dalam Islam terdapat 5 kewajiban utama muslim, yang dikenal dengan rukun Islam. Dari manakah Muhammad mendapat gagasan rukun islam ini? Mari kita telaah satu persatu rukun islam tersebut.
SYAHADAT
Syahadah adalah pengucapan kalimat “La-ilaha il-lallahu Muhammadu'r-Rasulu'llah” yang artinya adalah “Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasul Allah.” Kalimat yang menyatakan keesaan Tuhan dan kerasulan Muhammad ini berulang kali dinyatakan dalam Quran. Lihat ayat2 ini: QS 2:158, QS 3:1,4,16; QS 4:89,169, dll
Sekarang dari mana Muhammad dapat gagasan pengucapan kalimat seperti itu?
Silakan buka buku sejarah Islam tertua Sirat Rasul Allah karangan Ibn Ishaq dan diedit oleh Ibn Hisham, edisi Mesir, bagian pertama, hal. 27 dan 28. Di buku itu tertulis bahwa kaum Arab pagan Quraish (suku Muhammad sendiri di Mekah) di jaman pra-Islam, biasa mengadakan ibadah agama yang dinamakan Ihlal dan mereka pun mengucapkan kalimat yang menyatakan keesaan Tuhan yang berbunyi:
“Labbaika, Allahumma: Kami datang ke hadiratMu, wahai Tuhan; kami datang ke hadiratMu. Kau tidak berpasangan, kecuali pasangan yang ada padaMu; Kau memilikinya dan apapun yang dia miliki.”
Kalimat atau pengakuan agama ini mirip dengan kalimat pertama Syahadat (tiada Tuhan selain Allah) dan kalimat ini sudah sering diucapkan bangsa Arab ratusan tahun sebelum Muhammad lahir. Meskipun Quraish beragama pagan dan menyembah banyak dewa, tapi mereka percaya akan ketunggalan Tuhan utama mereka.
Wahb ‘ibn Munabbih (meninggal 728 / 732 M) yang berasal dari Irak menulis, bahwa orang Sabean percaya “Tidak Ada Tuhan Selain Allah” dan mereka tidak memiliki hukum kanonik. (Sinasi Gunduz, The Knowledge of Life, Journal of Semitic Studies, Oxford University Press Oct 1994, halaman 23 dan 25)
Kalimat serupa juga diucapkan kaum Yahudi dalam upacara agama Yudaisme. Kalimat ini disebut sebagai “Shema” dan dimulai seperti ini: “Dengar wahai Israel, Tuhan kita adalah Esa” Kalimat ini diulang setiap hari oleh kaum Yahudi. Bagian pertama Talmud berisi diskusi tentang kalimat ini. (1 Deut. vi. 4; Berakhoth fols. 2a-13a; vide ante, p. 28.).
Kalimat shahadat atau tayyaba ini pertama kali diucapkan oleh Khadijah, istri pertama Muhammad. Khadijah menyemangati Muhammad yang disebutnya sebagai nabi sesuai dengan apa yang direncanakan dirinya dan Waraqah. (Khalid Latif Gauba, The Prophet of the Desert, hal 33). Sudah jelas kalimat pertama Shahadat diambil dari tradisi agama pagan Quraish, Sabean dan agama Yudaisme kaum Yahudi. Sedangkan kalimat kedua adalah karangan Khadijah sendiri. Kalimat ini amat menyenangkan hati Muhammad.
SHALAT
Ibadah shalat merupakan kewajiban bagi Muslim karena ditulis di Quran. Selain lima kali sehari, ada tiga kali lagi ibadah sembahyang yang dapat dilakukan, meskipun bukan kewajiban (‘nafl). Sekarang pertanyaannya adalah dari mana Muhammad meniru kebiasaan ibadah ini? Muhammad banyak berhubungan dengan kaum Yahudi dan Nasrani di masa awal dakwahnya. Pada saat itu, hubungan Muhammad dan kaum Yahudi masih berlangsung dengan damai. Dia sengaja berbaik-baikan, agar dapat diakui sebagai nabi baru oleh kaum Yahudi. Bacalah ayat2 Quran awal tentang pujian2 Muhammad terhadap orang2 ahli Kitab (Yahudi, Nasrani, Sabean). Pujian2 ini nantinya digantinya (nasakh) sendiri dengan caci maki, kutuk, ancaman neraka, bahkan tuduhan tanpa bukti memalsu kitab suci sendiri terhadap orang2 ahli Kitab dalam ayat2 Medinah.
Dalam usahanya memupuk hubungan baik, dia pun tak segan2 mencontek tata cara ibadah dan jumlah sembahyang dalam Yudaisme dan diterapkannya dalam agama barunya tersebut. Dalam Surat Hud (11) ayat 114 (masa akhir Mekah), Muhammad berkata:
Dan dirikanlah sembahyang (wahai Muhammad, engkau dan umatmu), pada dua bahagian siang (pagi dan petang) dan pada waktu-waktu yang berhampiran dengannya dari waktu malam.
Dalam Surat Qaf ayat 40 (masa awal Mekah) dinyatakan pula:
Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang.
Dalam Surat Al Isra ayat 79 (masa awal Mekah) dinyatakan:
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.
Ayat2 di atas (11:116; 50:39,40; 17:79) menyatakan perintah sembahyang 3 kali sehari. Dengan jelas Muhammad mencontek agama Yudaisme, karena hal ini sama persis dengan jumlah ibadah sembahyang per hari yang dinyatakan di Kitab Perjanjian Lama dan buku Talmud Yahudi. Silakan buka Daniel 6:11 dari Perjanjian Lama. Di ayat itu dinyatakan bahwa meskipun dilarang oleh Raja Babilonia, Daniel tetap sembahyang: Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya. Dalam Kitab Mazmur, Daud berkata: Pada malam hari, pagi hari, dan siang hari, aku akan berdoa dan menangis keras.
Perintah sembahyang 3 kali sehari juga dinyatakan dalam Talmud Berakhoth, (bagian dari Talmud Yerusalem) fol. 7b, kolom 1: Dari manakah mereka (kakek moyang Yahudi) mengetahui perintah sembahyang tiga kali? Mereka melakukan sembahyang tiga kali sehari …pagi…siang hari…malam hari… Yehoshuah ben Levi berkata: “mereka tahu (sembahyang tiga kali sehari) dari kakek moyang mereka … Abraham… Ishak… Yakub.” “Sumpah puasa...harus diucapkan setiap kali sembahyang (malam, pagi, dan siang hari).”
Tapi di ayat2 Quran di masa berikutnya, Muhammad menambah jumlah waktu sembahyang yang harus dilakukan Muslim setiap hari. Hal ini terjadi setelah dia mengaku pergi ke surga saat berada dirumah Umm Hani (Isra Mi’raj) dan katanya Allah memerintahkannya sembahyang lima kali sehari. Silakan baca Surat Ar Rum ayat 17, 18;
(17) Setelah kamu mengetahui yang demikian) maka bertasbihlah kepada Allah semasa kamu berada pada waktu malam dan semasa kamu berada pada waktu Subuh. [18] Serta pujilah Allah yang berhak menerima segala puji (dari sekalian makhlukNya) di langit dan di bumi dan juga (bertasbihlah kepadaNya serta pujilah Dia) pada waktu petang dan semasa kamu berada pada waktu Zuhur.
Juga sembahyang 4 kali sehari di Surat Thaha ayat 130;
Oleh itu, bersabarlah engkau (wahai Muhammad) akan apa yang mereka katakan dan beribadatlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya dan beribadatlah pada saat-saat dari waktu malam dan pada sebelah-sebelah siang; supaya engkau reda (dengan mendapat sebaik-baik balasan).
Jadi pertama-tama Muhammad memerintahkan sembahyang 3 kali sehari, lalu 4 kali sehari dan diganti lagi jadi 5 kali sehari. Jika sembahyang 3 kali sehari merupakan gagasan dari agama Yudaisme (Yahudi), maka darimanakah Muhammad mendapatkan gagasan sembahyang 5 waktu? Jika kita baca salah satu bagian dari kitab suci Zoroastria yang berjudul Avesta maka sudah jelas dinyatakan bahwa umat Zoroastria pun melakukan sembahyang lima kali sehari:
(1) Ushahina (dari jam 12 malam sampai 6 pagi)
(2) Havani (dari jam 6 pagi sampai jam 12 siang)
(3) Rapithwina (dari jam 12 siang sampai 3 sore)
(4) Uzayeirina (dari jam 3 sore sampai 6 sore).
(5) Aiwisruthrima (dari jam 6 sore sampai 12 malam).
Sewaktu melakukan ibadah sembahyang, umat Zoroastria harus mengucapkan kalimat2 sembahyang bahasa Parsi yang disebut ‘gah’ yang ditulis oleh nabi Zoroastria yakni Zarathustra. Kalimat ini serupa bunyinya dengan ucapan2 sembahyang dalam agama Budha Veda. Kelima ibadah sembahyang ditujukan untuk menyembah matahari, tuhan Mithra, bulan, air, dan api. Ucapan ‘nyanyis’ (yang berarti doa permohonan; diambil dari kata sitayis (doa pujian)) harus dilafalkan sewaktu melakukan sembahyang lima kali. Nyanyis matahari dilakukan tiga kali sehari pada waktu matahari terbit (gah havan), pada siang hari (gah rapitvin), pada sore hari jam 3 siang (gah uziren). Nyanyis Mithra dengan nyanyis matahari, dan nyanyis air dan nyanyis api harus dilafalkan setiap hari.
Agama Zoroastria adalah agama besar yang dianut masyarakat Persia (Iran) di jaman pra-Islam. Pada saat itu, Persia merupakan salah satu kekaisaran terbesar di dunia. Pengaruh budaya dan agamanya tersebar luas sampai ke Timur Tengah, termasuk Jazirah Arabia. Sudah jelas bahwa Muhammad terpengaruh gagasan sembahyang lima waktu dari agama Zoroastria.
Selain dari Yahudi dan Zoroastria, kaum Sabiin dan Nasrani juga melakukan shalat mereka. Penulis Arab bernama Abu’l-Fida dalam bukunya yang berjudul At-Tawarikhu'l-Qadimah (History, Ante-Islamica), hal 148, mengutip pernyataan penulis Arab kuno brenama Abu 'Isa'l-Maghribi sebagai berikut:
Kaum Sabian melakukan ibadah tertentu, yang antara lain adalah tujuh kali sembahyang, dan lima kali dari tujuh kali sembahyang itu sama pula dengan yang dilakukan para Muslim. Sembahyang keenam adalah sembahyang subuh, dan sembahyang ke tujuh dilakukan pada akhir jam keenam malam hari… Tata cara sembahyang mereka, sama seperti kaum Muslim, membutuhkan ketulusan hati dan perhatian khusuk sewaktu melakukannya.
Demikian pula seperti halnya kaum Yahudi, kaun Nasrani Arab juga melakukan shalat sebanyak tujuh kali (As-Sab’u ash-Shalawat) yang mengikuti prosesi kematian Yesus, seperti yang tercatat di tulisan bapak2 gereja Syria. Shalat tujuh waktu ini juga masih dilakukan oleh kaum Nasrani Arab masa kini, baik di Mesir, Lebanon, Syria, dsb.
Kemudian dari manakah asal-usul tatacara sembahyang Islam yang sujud, bungkuk, dll tersebut? Semua ini tidak lain dan tidak bukan diambil dari tata cara sembahyang Yudaisme dan Sabean. Kita dapat melihat video tatacara shalat Yahudi di Youtube yang terdapat kemiripan dengan tatacara shalat Islam.
Lihatlah kitab Mishna Berokath (Berkat, Berkah) fol. 3b, kolom 2 (Yerusalem Talmud):
Kami harus berlutut, membungkuk, dan menyembah bersungkur di hadapanMu. Juga di fol. 13a, kolom 2: Di malam hari semua pria berbaring ketika mereka melafalkan Shema’, dan di pagi hari mereka berdiri.
Bandingkan dengan QS 4:103
…hendaklah kamu menyebut dan mengingati Allah semasa kamu berdiri atau duduk dan semasa kamu berbaring.
Kebiasaan Muslim yang suka melakukan Salat di muka umum, di tepi2 jalan (lihat gambar di atas) dalam kota bisa diduga diambil dari kebiasaan sembahyang kaum Farisi (ahli agama di masyarakat Yahudi) seperti yang tercantum di Matius 6:5
Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang.
Para Yahudi di Arabia yang hidup di jaman Muhammad adalah keturunan dari kaum Farisi yang disebut dalam Injil, sehingga mereka tetap melakukan kebiasaan sembahyang dengan cara yang sama seperti kakek moyang mereka di Israel.
Dalam Talmud Berakhoth fol. 9a kolom 1 tercantum:
“Jika seorang berdiri sambil melafalkan doa di jalanan (strata) atau jalan2 umum (palatium), orang itu harus menyingkir dari jalanan agar keledai2 dan kereta2 bisa berlalu tanpa mengganggu doanya.”
Sudah jelas Muhammad meniru tata cara sembahyang ini karena tidak mau kalah kelihatan berbakti pada Tuhan dibandingkan kaum Yahudi. Pemisahan antara jemaat pria dan wanita di tempat ibadah umum merupakan hal yang lumrah bagi kaum Muslim dan Yahudi. Begitu pula sembahyang dengan mengenakan kerudung kepala dan tapak kaki telanjang (nyeker) merupakan kebiasaan ibadah di Timur. Hal ini bahkan biasa dijumpai dalam ibadah sembahyang yang dilakukan orang2 Kristen India saat ini, meskipun kebanyakan orang2 Kristen India mulai meniru gaya pakaian Eropa sehingga mereka menanggalkan kerudung kepalanya tatkala melakukan sembahyang.
Sewaktu masih berada di Mekah, Muhammad tidak mewajibkan Muslim sembahyang ke arah manapun, seperti yang dikatakannya di Suratu'l-Baqara 2:115:
Dan Allah jualah yang memiliki timur dan barat, maka ke mana sahaja kamu arahkan diri (ke kiblat untuk mengadap Allah) maka di situlah arah yang diredai Allah.
Tapi seperti biasa, Muhammad mulai berubah drastis setelah hidup di Medina. Di daerah sekitar Medinah hiduplah beberapa suku Yahudi. Awalnya, Muhammad hidup damai dengan kaum Yahudi tersebut. Untuk mengambil hati para Yahudi, Muhammad mengikuti arah kiblat sembahyang mereka yakni ke arah Bait Suci di Yerusalem.Tapi setelah dia tahu kaum Yahudi tidak mau mengakuinya sebagai nabi, mulai tumbuh kebencian di dalam hatinya sehingga dia mengganti arah kiblat sembahyang ke Kabah di Mekah. Perubahan pikiran Muhammad ini bisa dibaca dalam Suratu'l-Baqara (2) 136, 138, 139.
Sahih Bukhari 60:19
Pada awalnya, sang Nabi memerintahkan sembahyang dengan Qibla ke arah Yerusalem selama enam belas atau tujuh belas bulan, dan dia senang ketika Mekah menjadi arah Qibla.
Aturan arah sembahyang Islam ini jelas dicontek dari Yudaisme. Lihatlah apa yang tertera dalam Talmud Berakhoth (Talmud Yerusalem), fol. 8b, kolom 1:
Mereka yang berada di negara2 (di luar Palestina) harus mengarahkan wajah2 mereka ke Tanah Suci… Mereka yang hidup dalam Palestina harus mengarahkan wajah2 mereka ke arah Yerusalem…Mereka yang sembahyang di Yerusalem harus mengarahkan wajah2 mereka ke Bait Suci… Mereka yang berada di Bait Suci harus mengarahkan wajah2 mereka ke arah Yang Maha Suci…
Hal serupa juga disebut dalam buku yang sama di fol. 7b, kolom 1; fol. 8a, kolom 2. Hal ini juga disebut dalam Alkitab Perjanjian Lama dalam 1 Raja2 8:29, Mazmur 5:7, Daniel 6:10, Yunus 2:4.
Jadi pertama-tama sewaktu di Mekah, Muhammad berkata tidak jadi masalah sembahyang ke arah manapun sebab timur dan barat adalah milik Allah. Tapi setelah pindah ke Medinah, Muhammad meniru-niru tata cara ibadah Yahudi dengan berkiblat ke Yerusalem. Setelah dia tahu kaum Yahudi tidak bakal mengakuinya sebagai nabi, dia mengganti lagi aturan sembahyang dengan berkiblat ke arah Mekah. Agar kaum Muslim tidak bingung atas keplin-planan Muhammad/Allah, cepat2 diucapkannya ayat Suratu'l-Baqara 2: 119, 139, 144. Ini terjadi di tahun ke dua Hijrah atau sekitar 623 M. Artinya Muhammad dan kaum muslim sempat berkiblat pada Kabah dengan 360 patung berhala didalamnya
PUASA
Suratu'l-Baqara (ii) ayat 183
Wahai orang-orang yang beriman! Kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang dahulu daripada kamu, supaya kamu bertakwa.
Puasa (= Roza ( bahasa Persia) = Saum (bahasa Arab)) adalah pilar ketiga Islam yang wajib dilaksanakan kaum Muslim. Dalam menjalankan Puasa, Muslim dilarang makan, minum, dan berhubungan seks dalam jangka tertentu dalam sehari. Sewaktu tinggal di Mekah, Muhammad tidak begitu menekankan pentingnya Puasa bagi umat Islam. Dalam surah2 Mekah, hanya ada satu ayat saja yang berhubungan dengan buka Puasa, itu pun bukan berupa perintah melainkan hanyalah keterangan yang berhubungan dengan kejadian sejarah hamilnya Mariam (Suratu Maryam 19:26). Tapi setelah Muhammad pindah ke Medinah, dia lalu melihat bahwa orang2 Yahudi ternyata melakukan ibadah Puasa dengan seksama. Karena tidak mau kalah, maka Muhammad pun lalu ikut2an mewajibkan pengikutnya untuk melakukan Puasa pula, ditambah ancaman berbagai hukuman dari Allah jika Muslim enggan melakukannya.
Masih dalam rangka meniru-niru, Muhammad juga menjiplak ibadah Puasa agama Yudaisme yang dilakukan di Hari Penebusan Dosa. Lihatlah keterangan dari Ibn Abbas dalam Mishkat Al-Masabih, buku 7, bagian 7 tertera keterangan Muhammad bertanya-tanya tentang Puasa pada orang Yahudi:
Ibn ‘Abbas menyatakan bahwa Muhammad, setelah dia tiba di Medina, bertanya pada seorang Yahudi tentang Puasa, “Apakah arti Puasa yang kau lakukan itu?” Orang Yahudi itu menjawab, “Ini adalah Puasa besar; Tuhan menebus Musa dan sukunya pada hari ini, dan menenggelamkan Firaun dan tentaranya; maka Musa berpuasa sebagai tanda terima kasih dan kamipun melakukan Puasa untuk mengikuti teladannya. Maka sang Nabi berkata, “Kami lebih berharga dan lebih dekat pada Musa dibandingkan kamu” dan lalu sang Nabi berpuasa di hari ‘Ashura dan memerintahkan pengikutnya untuk berpuasa di hari yang sama.
Wajib Puasa jadi ibadah agama yang sangat penting dalam Islam dan dapat dilihat melalui perkataan Muhammad yang menyebut Puasa adalah ‘pintu gerbang agama’. Dalam Mishkat (buku 7, bagian 1) tertulis bahwa Muhammad berkata,
“Ada delapan pintu Surga, dan salah satunya bernama Rayyan yang tidak bisa dimasuki siapapun kecuali mereka yang melakukan Puasa’; ‘Ketika bulan Ramadan tiba…pintu2 surga akan dibuka, dan pintu2 neraka ditutup’; ‘Pintu2 pengampunan Allah akan dibuka.’
Ibadah Puasa dalam Islam dilakukan pada bulan Ramadan, yang merupakan bulan ke sembilan penanggalan tahunan Islam, yang merupakan tradisi jahiliah untuk menghormati kelahiran dewa bulan di bulan kesembilan. Ramadan merupakan bulan tersuci dalam Islam, karena Qur’an dikirimkan dari surga oleh Allah untuk membimbing manusia.
(Masa yang diwajibkan kamu berPuasa itu ialah) bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah… (QS 2:185)
Dihalalkan bagi kamu, pada malam hari Puasa, bercampur (bersetubuh) dengan isteri-isteri kamu. Isteri-isteri kamu itu adalah sebagai pakaian bagi kamu dan kamu pula sebagai pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahawasanya kamu mengkhianati diri sendiri, lalu Dia menerima taubat kamu dan memaafkan kamu. Maka sekarang setubuhilah isteri-isteri kamu dan carilah apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kamu dan makanlah serta minumlah sehingga nyata kepada kamu benang putih (cahaya siang) dari benang hitam (kegelapan malam), iaitu waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah Puasa itu sehingga waktu malam (maghrib) dan janganlah kamu setubuhi isteri-isteri kamu ketika kamu sedang beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas larangan Allah, maka janganlah kamu menghampirinya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat hukumNya kepada sekalian manusia supaya mereka bertakwa. (QS 2:187)
Meskipun sudah diganti kanan-kiri, tetap saja tidak bisa disangkal bahwa Muhammad memang meniru banyak tata cara ibadah Puasa Yahudi. Hal ini bisa dilihat jelas dari waktu menjalankan Puasa (matahari terbit) dan menutup Puasa (matahari terbenam).
…makanlah serta minumlah sehingga nyata kepada kamu benang putih (cahaya siang) dari benang hitam (kegelapan malam), iaitu waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah Puasa itu sehingga waktu malam (maghrib)… (QS 2:187)
Isi ayat di atas sama dengan isi Talmud Berakhoth, vol. 9b yang menyebutkan bahwa di hari Puasa, doa Shema dilakukan saat “waktu orang dapat membedakan benang biru dan benang putih.”
Benang2 biru dan putih terdapat dalam pakaian orang2 Yahudi. Agar berbeda sedikit dan tidak terlalu malu dituduh penjiplak mentah2, Muhammad mengganti benang ‘biru’ jadi benang ‘hitam’
Sekarang dari mana asal-usul lama Puasa Islam yang adalah 30 hari di bulan Ramadan itu? Dalam Suratu'l-A'raf 7:142 tertulis:
Dan kami telah janjikan masa kepada Nabi Musa (untuk memberikan Taurat) selama tiga puluh malam, serta Kami genapkan jumlahnya dengan sepuluh malam lagi…
Dalam catatan kaki ayat ini, para penulis Muslim menyatakan bahwa sebelum Tuhan menurunkan Hukum2nya pada Musa, dia memerintahkan Musa untuk berpuasa selama 30 hari dan hal ini dilakukan Musa di bulan Dhu'l-Qa'da, dan karena dia menggosok giginya dengan cairan pembersih, dia diperintahkan untuk berpuasa lagi selama sepuluh hari. Baidawi dan ahli Islam lainnya menulis bahwa Musa diperintahkan berpuasa tak lebih dari 30 hari saja. Tapi hal ini jelas tidak dapat dijadikan alasan asal-usul puasa 30 hari dalam Islam sebab Suratu'l-A'raf (vii) adalah Surah Mekah dan pada saat Muhammad berada di Mekah, dia tidak pernah memerintahkan umat Muslim untuk puasa 30 hari. Sudah pasti dia mengambil ibadah Puasa 30 hari ini dari sumber lain.
Penulis Arab kuno bernama Abu 'Isa'l-Maghribi menyatakan bahwa Muhammad meniru ibadah sembahyang lima kali sehari dari agama Sabean. Lanjutan kutipan dari penulis yang sama menunjukkan bahwa Muhammad juga meniru Puasa 30 hari dari agama Sabean pula.
“Mereka (umat Sabean) …berpuasa tiga puluh hari; dan jika di bulan pendek, mereka berpuasa selama dua puluh sembilan hari. Sehubungan dengan ibadah Puasa, mereka merayakan Fitri (selesai Puasa selama 30 hari) dan Hilal (bulan baru), sedemikian rupa sehingga Fitri terjadi saat matahari masuk masa Aries. Dan mereka biasa berpuasa dari bagian satu per empat yang keempat di malam hari (= fourth quarter of the night) sampai matahari terbenam.” (Hughes, Notes on Muhammadanism, p. 124)
Dari tulisan Abu 'Isa'l-Maghribi sudah jelas bahwa Puasa 30 hari Islam diambil dari Puasa 30 hari Sabean. Juga perayaan Islam Idul Fitri atau perayaan akhir Puasa sama persis dengan perayaan Fitri dari agama Sabean. Selain itu, waktu puasa Sabean adalah dari akhir malam hari (bagian satu per empat yang keempat di malam hari) sampai matahari terbenam, dan ini sama persis dengan waktu Puasa Islam.
Selain Sabean, agama Yudaisme dan Nasrani juga menganjurkan Puasa dari waktu matahari terbit sampai matahari terbenam dan bintang2 mulai tampak. Hal ini bisa dibaca di kitab Yudaisme Taanith (Puasa), vol. 10a dan 12a: “Dia tidak boleh makan atau minum sampai matahari terbenam, dan setidaknya tampak dua bintang; Pada saat berpuasa, selain tidak boleh makan dan minum, kaum Yahudi juga tidak boleh berhubungan seks. Jemaat Yahudi yang tidak perlu berpuasa adalah anak2 kecil, wanita yang sedang hamil atau menyusui anaknya, dan juga kaum tua.
Pertanyaan berikut adalah dari mana asalnya waktu Puasa di bulan Ramadan itu? Mengapa Muhammad memilih bulan Ramadan untuk melakukan ibadah Puasa? Hal ini dengan mudah bisa ditelusuri pada kebiasaan adat suku Arab Quraish di Mekah, yang merupakan suku asal Muhammad sendiri. Dalam Sirat Rasul, vol. i. p. 79, Ibn Ishaq menulis bahwa: ‘kaum Quraish di Jaman Jahiliyah terbiasa meninggalkan kota mereka dan menghabiskan waktu di bulan Ramadan di Gunung Hira setiap tahun dalam melaksanakan penebusan dosa (Tahannuth).’
Muhammad sendiri kabarnya juga biasa melakukan kebiasaan ini setiap tahun. Dalam kebiasaan adat tahunan inilah Muhammad bertemu dengan Zaid ibn 'Amr yang juga sering bertapa mencari kedamaian di salah satu gua di Gunung Hira. Zaid ibn 'Amr adalah pengikut agama Ibrahim yang Hanif (lurus). Di dalam gua tempat tinggal Zaid inilah Muhammad pertama kali menerima ‘wahyu’ dari Jibril. Meskipun Muhammad tidak melakukan Puasa apapun dalam gua Hira, tapi sudah jelas bahwa kebiasaan adat semedi suku Quraish di bulan Ramadhan itulah yang menyebabkannya memilih bulan itu sebagai bulan Puasa.
Jadi kesimpulannya, terdapat asal-usul dan pengaruh jelas dari mana kebiasaan ibadah Puasa Islam di bulan Ramadan. Tata cara dan waktu Puasa dipinjam dari agama Yudaisme milik kaum Yahudi. Jangka lama Puasa selama 30 hari diambil dari agama Sabean dan juga dari kebiasaan adat kaum Arab Quraish yang sebulan dalam setahun pergi tinggal di Gunung Hira dekat Mekah. Perayaan I’du’l-Fitri untuk memperingati berakhirnya Puasa sudah jelas dipinjam dari Fitri yang persis sama dari agama Sabean. Pengecualian orang2 yang tidak usah berpuasa dalam Islam dicontek persis sama oleh Muhammad dari Talmud Yudaisme. Yang terakhir, penetapan bulan Ramadan sebagai bulan Puasa sudah jelas diambil dari kebiasaan suku Arab Quraish dan Muhammad sendiri yang suka semedi sekali setahun di Gunung Hira di Jaman Jahiliyah.
ZAKAT
Wahai orang-orang yang beriman! Sebarkanlah sebahagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kamu, sebelum tibanya hari (kiamat) yang tidak ada jual beli padanya dan tidak ada kawan teman (yang memberi manfaat), serta tidak ada pula pertolongan syafaat… (QS 2:254)
Pilar berikut Islam adalah Zakat. Praktek Zakat adalah bagian penting dari ibadat dan wajib dilakukan setiap Muslim dewasa yang punya penghasilan mencukupi. Kewajiban ini terus-menerus dinyatakan dalam ayat2 Qur’an Suratu'l-Baqara 2:43, 82, 110, 273, 276, 277; Suratu Ali 'Imran 3:134; Suratu'n-Nisa' 4:77; Suratu'l-Ma'ida 5:12; Suratu't-Tauba 9:5, 11, 72; Suratu'l-Hajj 22:41; Suratu'n-Nur 24:37, 56; Suratu'l-Mujadala 58:13. Guna Zakat disebut dalam ayat2 berikut: berzakat agar dapat mendapat kebajikan (Suratu Ali 'Imran 3:92); berzakat agar diampuni Allah (Suratu't-Tauba 9:100); berzakat sebagai tanda berbakti pada Allah (Suratu't-Tauba 9:99); berzakat sebagai penghapus dosa (Suratu'l-Baqara 2:271); lakukan Salat dan bayar Zakat (Suratu'l-Ma'ida 5:55); bersedekah sebagai tanda orang beriman (Suratu'l-Ahzab 33:35).
Pentingnya berzakat atau bersedekah diungkapkan oleh Khalifa 'Umar Ibn 'Abdu'l-'Aziz yang berkata: “Salat membawa kita setengah perjalanan kepada Allah, Puasa membawa kita ke pintu gerbang istana Allah, dan sedekah adalah ijin masuknya.”
Dalam Islam terdapat perbedaan antara Zakat dan sedekah. Zakat itu wajib hukumnya, sedangkan sedekah tidak wajib. Jumlah Zakat sudah ditetapkan dalam hukum Islam, sedangkah sedekah terserah kerelaan hati. Sedekah seringkali dilakukan pada orang miskin di hari raya 'I'du'l-Fitr di akhir Ramadan. Tapi dalam namaz di perayaan ini, dalam khotbah di mesjid, perlunya bersedekah ditekankan oleh imam. Biasanya si imam akan berkata, “Puasamu tidak akan dihargai, dan Salatmu akan tetap saja dalam perjalanan ke surga, sampai kau bersedekah. Wahai umat yang beriman, berilah kaum miskin sedikit dari uang atau hartamu”
Kebiasaan Zakat dalam Islam ini bisa ditelusuri dari kebudayaan masyarakat Yahudi. Pertama-tama, asal-usul kata “Zakat” atau “Sadaqa” berasal dari bahasa Yahudi (Muir, Life of Mahomet, p. 418, note 1). Kata Zakat berarti ‘pemurnian’ (Mirza Ghulam Ahmad, The Teaching of Islam, p. 58.) sama seperti arti kata ‘bersih’ dalam Lukas 11:41:
Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.
Sadaqa berarti ‘kebajikan’ seperti dalam Matius 6:2
Jadi apabila engkau memberi sedekah (= do righteousness = melakukan kebajikan = tsedaqah), janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
Kisah Para Rasul 10:2
Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah (= righteousness = הָקָדְצ, tsedaqah) kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah.
Kita bisa lihat bahwa kata ‘tsedaqah’ yang sama terdapat pula dalam Talmud Rosh Hashshanah, fol. 16b dan Baba Bathra, fol. 10b dan juga Taurat, contohnya di Imamat 19:9-10
Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu. Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu.
Juga di Imamat 27:30
Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN.
Kewajiban Zakat merupakan hal yang mutlak dalam masyarakat Yahudi, seperti yang jelas tampak di Alkitab Perjanjian Lama dan Baru. Contoh2 pelaksanaan sedekah dari Perjanjian Lama adalah berikut: Boaz mengijinkan Ruth memungut sisa2 jelai di ladangnya sebagai sedekah bagi Ruth (Ruth 2:15, 23); seluruh orang Yehuda membawa persembahan persepuluhan dari pada gandum, anggur dan minyak ke perbendaharaan (Nehemia 13:12); memberi sedekah pada orang Lewi agar diberkati Tuhan (Ulangan 14:29); memperhatikan orang yang lemah (Mazmur 14:2).
Dalam Injil, pelaksanaan sedekah juga tetap dilaksanakan. Contohnya orang Parisi memberikan semua uangnya sebagai sedekah (Lukas 18:12); Yesus mengecam ahli Taurat dan orang Parisi yang membayar persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan, tapi tidak melakukan hukum utama Taurat yakni keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan (Matius 23:23 dan Lukas 10:42); Zakeus membayar sedekah berkali lipat dari pajak berlebihan yang dipungutnya (Lukas 19:8); Tabita banyak memberi sedekah (Kisah Para Rasul 9:36); Kornelius memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi (Kisah Para Rasul 10:2).
Contoh2 dari Alkitab Perjanjian Lama dan Baru jelas menunjukkan kebiasaan kaum Yahudi bersedekah dan ini ditetapkan dalam agama mereka. Dalam Talmud dijelaskan bahwa pemberian sedekah merupakan ciri khas utama agama Yudaisme. Beberapa kitab Yudaisme menerangkan secara rinci kewajiban bersedekah.
Dalam Baba Bathra, fol. 10b; Gittin, fol. 76 disebut:
“Pemberian sedekah (הָקָדְצ) “memuliakan negara” (dan ini berarti negara Israel)
Dalam Rosh Hashshanah, fol. 166 tertulis:
“Tapi sedekah (juga berarti kebajikan) menjauhkan kematian.”
Juga dalam Tobit, iv. 10:
Pemberian sedekah menjauhkan orang dari kematian dan orang yang menderita tidak masuk ke dalam kegelapan.”
Dalam Qur’an disebutkan bahwa memberi sedekah ‘membersihkan dan memurnikan’ dan ‘mendekatkan diri pada Tuhan’. Dalam Talmud dikatakan, ‘dia yang memberi … adalah murni.’ (Baba Kama, fol. 7; cf. Pirqey Aboth, chap. v. sect. 19). Qur’an menyatakan memberi sedekah berarti mengurangi dosa. Talmud pun mengatakan bersedekah berarti berbuat kebajikan, merupakan tindakan wajib, dan orang yang bersedekah akan diberkati (R. 'Aqiba mengatakan bahwa ‘tradisi Yahudi merupakan pagar Torah; sedekah perpuluhan merupakan pagar bagi orang2 berada’ (Pirqey Aboth, chap. iii, sect. 20). Vide Aboth d' Rab. Nathan, chap. xli ('Dia yang memberi sedekah mendatangkan berkat bagi dirinya sendiri’)
Melihat banyaknya ayat2 dalam Alkitab tentang Zakat dan sedekah, maka sudah tidak diragukan lagi dari mana Muhammad dapat gagasan tentang Zakat dalam Islam. Sama seperti Shahadah, Salat, dan Puasa, Muhammad pun tidak mengecualikan mencaplok ide Zakat atau sedekah (terutama) dari Yudaisme. Meskipun dia mengganti aturannya di sana-sini, tapi tetap saja gagasannya berasal dari Yudaisme dan Nasrani
.
IBADAH HAJI
Sebelum masuk pada ritual haji kita akan kembali mengulas perihal Kabah. Seperti yang telah kita bahas di artikel sebelumnya, bahwa mitos kabah adalah buatan Ibrahim hanyalah dongeng yang dibuat oleh Muhammad untuk mengangkat martabat agama dan bangsanya. Fakta sebenarnya mengenai Kabah dapat kita baca di SEJARAH KABAH DAN MEKAH
Pada waktu itu Ka'bah di Mekkah telah merupakan pusat penyembahan berhala antara lain adalah Hajar Aswad, Laata, Manaata, Uzza dan lain-lain. Menurut Hadits Shahih Bukhari 59:843, pada waktu itu bangsa Arab melakukan upacara ibadah haji dalam rangka penyembahan kelompok berhala yang 360 jumlahnya dengan cara melakukan thawaf, yaitu berjalan mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali dalam keadaan telanjang bulat tanpa busana sambil bertepuk tangan.
"Dari Abu Hurairah katanya: Abu Bakar Siddik ditugaskan oleh Rasulullah sebelum haji wada untuk memimpin satu kaum pada hari Nahar melakukan haji, kemudian memberitahukan kepada orang banyak, suatu pemberitahuan: Ketahuilah! Sesudah tahun ini orang-orang Musyrik tidak boleh lagi haji dan tidak boleh thawaf di Ka'bah dalam keadaan telanjang. Sebelum Islam, orang-orang musyrik Arab telah melakukan juga pekerjaan haji menurut cara mereka sendiri. Antara lain ialah thawaf di Ka'bah dalam keadaan telanjang bulat sambil bertepuk tangan." ( Shahih Bukhari 8: 365 , 26:689)
Darimanakah ritual tawaf qudum ini berasal? Tawaf tak lain adalah ritual pagan mengenai revolusi ke tujuh planet utama dalam kepercayaan polytheisme astrologi. Dalam melaksanakan ritual tersebut para penyembah berhala memakai pakaian yang disebut Ihram yang dipakai untuk menutup tubuh dengan dua helai kain putih yang tidak dijahit, di mana sehelai diselubungkan di sekeliling bahu dan yang sehelai lagi diselubungkan di sekeliling pinggang. Sedangkan kepala, kedua belah tangan dan kaki tidak boleh tertutup. Pakaian ini jelas sekali adalah pakaian adat umat hindu kuno dalam berziarah ke kuil mereka. Penggunaan pakaian tersebut dimaksudkan agar mereka datang dalam dalam keadaan putih bersih.
Sebelum dilakukan thawaf qudum maka para jamaah ibadah haji harus sampai di muka batu hitam Hajar Aswad lalu membungkuk dan menyembah sambil mencium batu hitam tersebut sambil membaca :
"Ya Allah ku ! aku beriman kepada Mu dan membenarkan kitab Mu, dan memenuhi janji Mu serta mengikuti sunnah nabi Mu, yaitu penghulu kami Muhammad SAW"
( "Allahumma Imaanan Bika Wa Tashdieqan Bikitaabika Wa Wafaaan Bi'ahdika Wattibaa'an Lisunnati nabiyika Sayydinaa Muhammadin Shallalahu Alaihi Wasallam." )
Dari manakah ritual mencium Hajar Aswad, silahkan lihat link berikut:
Kesucian Hajar Aswad
Setelah mencium batu tersebut barulah ia dapat melakukan thawaf qudum (thawaf selamat datang) berjalan keliling Ka'bah sebanyak 7 kali.sambil membaca doa talbiyah yang berbunyi Labbaik alaahumma labbaik dst… Kalimat ini adalah kalimat pemujuaan yang bisa diucapkan para penyembah berhala untuk memuja Tuhan mereka. Silahkan lihat di Sirat Rasul Allah karangan Ibn Ishaq dan diedit oleh Ibn Hisham, edisi Mesir, bagian pertama, hal. 27 dan 28. Di buku itu tertulis bahwa kaum Arab pagan Quraish di jaman pra-Islam, biasa mengadakan ibadah agama yang dinamakan Ihlal dan mereka pun mengucapkan kalimat yang menyatakan keesaan Tuhan yang berbunyi: “Labbaika, Allahumma dst…
Setelah selesai thawaf qudum dilanjutkan dengan ritual Sa'i, yaitu melakukan perjalanan kaki dari bukit Marwah ke bukit Shafa yang berada dalam lingkungan Masjidil Haram sebanyak 7 kali. Pada jaman sebelum islam ritual Sa’i ini dilakukan dengan berlari diantara dua bukit yang disebut Shafa dan Marwah dimana ditiap bukit dipasang patung laki2 dan perempuan. (Washington Irving, Mahomet and his successors, halaman 31).
Para muslim yang pertama dulu sebenarnya enggan berlari antara Shafa dan Marwah seperti kaum berhala lakukan; tapi Muhammad mengancam mereka untuk tetap melakukan ritual tersebut dengan menurunkan QS 2 :158. (Sahih Bukhari 26: 706,710)
QS 2:158
Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.
Kemudian setelah itu pergi ke padang Arafah melakukan wukuf yaitu berada di padang Arafah mulai jam 12.00 siang sampai matahari terbenam. Selama berada dalam keadaan wukuf diwajibkan memikirkan perkara-perkara rohani dan membaca ayat-ayat Alquran. Di padang Arafah terdapat bukit Jabal Al Rahmat untuk dikunjungi.
Upacara ibadah berikutnya adalah berjalan ke Musdalifa untuk tinggal sepanjang malam, kemudian paginya pergi ke Mina untuk melakukan upacara melontarkan jumrah, yaitu melontarkan batu kerikil kepada si Iblis sebanyak 7 kali. Ada 3 jumrah, yaitu: jumrah ula, jumrah wustha, jumrah aqabah. Dengan demikian upacara melontarkan batu kerikil kepada si Iblis adalah sebanyak 7x3 = 21 kali.
Sementara itu pada tanggal 10 Dzulhijjah dilakukan penyembelihan hewan untuk kurban. Hewan yang dikurbankan pada umumnya adalah kambing, domba, sapi, unta. Selain dari pada itu diadakan upacara mencukur rambut atau menggunting rambut saja. Kemudian kembali ke Masjidil Haram di Mekkah untuk melakukan thawaf wada dan Sa'i antara bukit Shafa dan Marwa. Thawaf wada sebagai thawaf selamat tinggal.
Keseluruhan ritual penyembahan dewa2 diatas diadopsi Muhammad ke dalam Islam, untuk menyenangkan hati orang2 Mekah sekaligus untuk melestarikan pemasukan dari acara haji tersebut. Ingat, kakek moyang Muhammad dulunya adalah penjaga Kabah yang mendapat penghidupan dari jamaah yang menyembah patung2 di Kabah.
Jadi apakah Allah menurunkan Islam sebagai agama penyempurna dengan mencontoh kebiasaan2 dari berbagai agama kemudian menyatukannya di bawah Islam? Lalu apa bedanya dengan sinkretisme? Jika pemahaman seperti ini yang dianut, bukankah agama BAHAI justru yang paling terakhir dan sempurna, karena merupakan sinkretisme dari lebih banyak agama?
SYAHADAT
Syahadah adalah pengucapan kalimat “La-ilaha il-lallahu Muhammadu'r-Rasulu'llah” yang artinya adalah “Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasul Allah.” Kalimat yang menyatakan keesaan Tuhan dan kerasulan Muhammad ini berulang kali dinyatakan dalam Quran. Lihat ayat2 ini: QS 2:158, QS 3:1,4,16; QS 4:89,169, dll
Sekarang dari mana Muhammad dapat gagasan pengucapan kalimat seperti itu?
Silakan buka buku sejarah Islam tertua Sirat Rasul Allah karangan Ibn Ishaq dan diedit oleh Ibn Hisham, edisi Mesir, bagian pertama, hal. 27 dan 28. Di buku itu tertulis bahwa kaum Arab pagan Quraish (suku Muhammad sendiri di Mekah) di jaman pra-Islam, biasa mengadakan ibadah agama yang dinamakan Ihlal dan mereka pun mengucapkan kalimat yang menyatakan keesaan Tuhan yang berbunyi:
“Labbaika, Allahumma: Kami datang ke hadiratMu, wahai Tuhan; kami datang ke hadiratMu. Kau tidak berpasangan, kecuali pasangan yang ada padaMu; Kau memilikinya dan apapun yang dia miliki.”
Kalimat atau pengakuan agama ini mirip dengan kalimat pertama Syahadat (tiada Tuhan selain Allah) dan kalimat ini sudah sering diucapkan bangsa Arab ratusan tahun sebelum Muhammad lahir. Meskipun Quraish beragama pagan dan menyembah banyak dewa, tapi mereka percaya akan ketunggalan Tuhan utama mereka.
Wahb ‘ibn Munabbih (meninggal 728 / 732 M) yang berasal dari Irak menulis, bahwa orang Sabean percaya “Tidak Ada Tuhan Selain Allah” dan mereka tidak memiliki hukum kanonik. (Sinasi Gunduz, The Knowledge of Life, Journal of Semitic Studies, Oxford University Press Oct 1994, halaman 23 dan 25)
Kalimat serupa juga diucapkan kaum Yahudi dalam upacara agama Yudaisme. Kalimat ini disebut sebagai “Shema” dan dimulai seperti ini: “Dengar wahai Israel, Tuhan kita adalah Esa” Kalimat ini diulang setiap hari oleh kaum Yahudi. Bagian pertama Talmud berisi diskusi tentang kalimat ini. (1 Deut. vi. 4; Berakhoth fols. 2a-13a; vide ante, p. 28.).
Kalimat shahadat atau tayyaba ini pertama kali diucapkan oleh Khadijah, istri pertama Muhammad. Khadijah menyemangati Muhammad yang disebutnya sebagai nabi sesuai dengan apa yang direncanakan dirinya dan Waraqah. (Khalid Latif Gauba, The Prophet of the Desert, hal 33). Sudah jelas kalimat pertama Shahadat diambil dari tradisi agama pagan Quraish, Sabean dan agama Yudaisme kaum Yahudi. Sedangkan kalimat kedua adalah karangan Khadijah sendiri. Kalimat ini amat menyenangkan hati Muhammad.
SHALAT
Ibadah shalat merupakan kewajiban bagi Muslim karena ditulis di Quran. Selain lima kali sehari, ada tiga kali lagi ibadah sembahyang yang dapat dilakukan, meskipun bukan kewajiban (‘nafl). Sekarang pertanyaannya adalah dari mana Muhammad meniru kebiasaan ibadah ini? Muhammad banyak berhubungan dengan kaum Yahudi dan Nasrani di masa awal dakwahnya. Pada saat itu, hubungan Muhammad dan kaum Yahudi masih berlangsung dengan damai. Dia sengaja berbaik-baikan, agar dapat diakui sebagai nabi baru oleh kaum Yahudi. Bacalah ayat2 Quran awal tentang pujian2 Muhammad terhadap orang2 ahli Kitab (Yahudi, Nasrani, Sabean). Pujian2 ini nantinya digantinya (nasakh) sendiri dengan caci maki, kutuk, ancaman neraka, bahkan tuduhan tanpa bukti memalsu kitab suci sendiri terhadap orang2 ahli Kitab dalam ayat2 Medinah.
Dalam usahanya memupuk hubungan baik, dia pun tak segan2 mencontek tata cara ibadah dan jumlah sembahyang dalam Yudaisme dan diterapkannya dalam agama barunya tersebut. Dalam Surat Hud (11) ayat 114 (masa akhir Mekah), Muhammad berkata:
Dan dirikanlah sembahyang (wahai Muhammad, engkau dan umatmu), pada dua bahagian siang (pagi dan petang) dan pada waktu-waktu yang berhampiran dengannya dari waktu malam.
Dalam Surat Qaf ayat 40 (masa awal Mekah) dinyatakan pula:
Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang.
Dalam Surat Al Isra ayat 79 (masa awal Mekah) dinyatakan:
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.
Ayat2 di atas (11:116; 50:39,40; 17:79) menyatakan perintah sembahyang 3 kali sehari. Dengan jelas Muhammad mencontek agama Yudaisme, karena hal ini sama persis dengan jumlah ibadah sembahyang per hari yang dinyatakan di Kitab Perjanjian Lama dan buku Talmud Yahudi. Silakan buka Daniel 6:11 dari Perjanjian Lama. Di ayat itu dinyatakan bahwa meskipun dilarang oleh Raja Babilonia, Daniel tetap sembahyang: Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya. Dalam Kitab Mazmur, Daud berkata: Pada malam hari, pagi hari, dan siang hari, aku akan berdoa dan menangis keras.
Perintah sembahyang 3 kali sehari juga dinyatakan dalam Talmud Berakhoth, (bagian dari Talmud Yerusalem) fol. 7b, kolom 1: Dari manakah mereka (kakek moyang Yahudi) mengetahui perintah sembahyang tiga kali? Mereka melakukan sembahyang tiga kali sehari …pagi…siang hari…malam hari… Yehoshuah ben Levi berkata: “mereka tahu (sembahyang tiga kali sehari) dari kakek moyang mereka … Abraham… Ishak… Yakub.” “Sumpah puasa...harus diucapkan setiap kali sembahyang (malam, pagi, dan siang hari).”
Tapi di ayat2 Quran di masa berikutnya, Muhammad menambah jumlah waktu sembahyang yang harus dilakukan Muslim setiap hari. Hal ini terjadi setelah dia mengaku pergi ke surga saat berada dirumah Umm Hani (Isra Mi’raj) dan katanya Allah memerintahkannya sembahyang lima kali sehari. Silakan baca Surat Ar Rum ayat 17, 18;
(17) Setelah kamu mengetahui yang demikian) maka bertasbihlah kepada Allah semasa kamu berada pada waktu malam dan semasa kamu berada pada waktu Subuh. [18] Serta pujilah Allah yang berhak menerima segala puji (dari sekalian makhlukNya) di langit dan di bumi dan juga (bertasbihlah kepadaNya serta pujilah Dia) pada waktu petang dan semasa kamu berada pada waktu Zuhur.
Juga sembahyang 4 kali sehari di Surat Thaha ayat 130;
Oleh itu, bersabarlah engkau (wahai Muhammad) akan apa yang mereka katakan dan beribadatlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya dan beribadatlah pada saat-saat dari waktu malam dan pada sebelah-sebelah siang; supaya engkau reda (dengan mendapat sebaik-baik balasan).
Jadi pertama-tama Muhammad memerintahkan sembahyang 3 kali sehari, lalu 4 kali sehari dan diganti lagi jadi 5 kali sehari. Jika sembahyang 3 kali sehari merupakan gagasan dari agama Yudaisme (Yahudi), maka darimanakah Muhammad mendapatkan gagasan sembahyang 5 waktu? Jika kita baca salah satu bagian dari kitab suci Zoroastria yang berjudul Avesta maka sudah jelas dinyatakan bahwa umat Zoroastria pun melakukan sembahyang lima kali sehari:
(1) Ushahina (dari jam 12 malam sampai 6 pagi)
(2) Havani (dari jam 6 pagi sampai jam 12 siang)
(3) Rapithwina (dari jam 12 siang sampai 3 sore)
(4) Uzayeirina (dari jam 3 sore sampai 6 sore).
(5) Aiwisruthrima (dari jam 6 sore sampai 12 malam).
Sewaktu melakukan ibadah sembahyang, umat Zoroastria harus mengucapkan kalimat2 sembahyang bahasa Parsi yang disebut ‘gah’ yang ditulis oleh nabi Zoroastria yakni Zarathustra. Kalimat ini serupa bunyinya dengan ucapan2 sembahyang dalam agama Budha Veda. Kelima ibadah sembahyang ditujukan untuk menyembah matahari, tuhan Mithra, bulan, air, dan api. Ucapan ‘nyanyis’ (yang berarti doa permohonan; diambil dari kata sitayis (doa pujian)) harus dilafalkan sewaktu melakukan sembahyang lima kali. Nyanyis matahari dilakukan tiga kali sehari pada waktu matahari terbit (gah havan), pada siang hari (gah rapitvin), pada sore hari jam 3 siang (gah uziren). Nyanyis Mithra dengan nyanyis matahari, dan nyanyis air dan nyanyis api harus dilafalkan setiap hari.
Agama Zoroastria adalah agama besar yang dianut masyarakat Persia (Iran) di jaman pra-Islam. Pada saat itu, Persia merupakan salah satu kekaisaran terbesar di dunia. Pengaruh budaya dan agamanya tersebar luas sampai ke Timur Tengah, termasuk Jazirah Arabia. Sudah jelas bahwa Muhammad terpengaruh gagasan sembahyang lima waktu dari agama Zoroastria.
Selain dari Yahudi dan Zoroastria, kaum Sabiin dan Nasrani juga melakukan shalat mereka. Penulis Arab bernama Abu’l-Fida dalam bukunya yang berjudul At-Tawarikhu'l-Qadimah (History, Ante-Islamica), hal 148, mengutip pernyataan penulis Arab kuno brenama Abu 'Isa'l-Maghribi sebagai berikut:
Kaum Sabian melakukan ibadah tertentu, yang antara lain adalah tujuh kali sembahyang, dan lima kali dari tujuh kali sembahyang itu sama pula dengan yang dilakukan para Muslim. Sembahyang keenam adalah sembahyang subuh, dan sembahyang ke tujuh dilakukan pada akhir jam keenam malam hari… Tata cara sembahyang mereka, sama seperti kaum Muslim, membutuhkan ketulusan hati dan perhatian khusuk sewaktu melakukannya.
Demikian pula seperti halnya kaum Yahudi, kaun Nasrani Arab juga melakukan shalat sebanyak tujuh kali (As-Sab’u ash-Shalawat) yang mengikuti prosesi kematian Yesus, seperti yang tercatat di tulisan bapak2 gereja Syria. Shalat tujuh waktu ini juga masih dilakukan oleh kaum Nasrani Arab masa kini, baik di Mesir, Lebanon, Syria, dsb.
Kemudian dari manakah asal-usul tatacara sembahyang Islam yang sujud, bungkuk, dll tersebut? Semua ini tidak lain dan tidak bukan diambil dari tata cara sembahyang Yudaisme dan Sabean. Kita dapat melihat video tatacara shalat Yahudi di Youtube yang terdapat kemiripan dengan tatacara shalat Islam.
Lihatlah kitab Mishna Berokath (Berkat, Berkah) fol. 3b, kolom 2 (Yerusalem Talmud):
Kami harus berlutut, membungkuk, dan menyembah bersungkur di hadapanMu. Juga di fol. 13a, kolom 2: Di malam hari semua pria berbaring ketika mereka melafalkan Shema’, dan di pagi hari mereka berdiri.
Bandingkan dengan QS 4:103
…hendaklah kamu menyebut dan mengingati Allah semasa kamu berdiri atau duduk dan semasa kamu berbaring.
Kebiasaan Muslim yang suka melakukan Salat di muka umum, di tepi2 jalan (lihat gambar di atas) dalam kota bisa diduga diambil dari kebiasaan sembahyang kaum Farisi (ahli agama di masyarakat Yahudi) seperti yang tercantum di Matius 6:5
Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang.
Para Yahudi di Arabia yang hidup di jaman Muhammad adalah keturunan dari kaum Farisi yang disebut dalam Injil, sehingga mereka tetap melakukan kebiasaan sembahyang dengan cara yang sama seperti kakek moyang mereka di Israel.
Dalam Talmud Berakhoth fol. 9a kolom 1 tercantum:
“Jika seorang berdiri sambil melafalkan doa di jalanan (strata) atau jalan2 umum (palatium), orang itu harus menyingkir dari jalanan agar keledai2 dan kereta2 bisa berlalu tanpa mengganggu doanya.”
Sudah jelas Muhammad meniru tata cara sembahyang ini karena tidak mau kalah kelihatan berbakti pada Tuhan dibandingkan kaum Yahudi. Pemisahan antara jemaat pria dan wanita di tempat ibadah umum merupakan hal yang lumrah bagi kaum Muslim dan Yahudi. Begitu pula sembahyang dengan mengenakan kerudung kepala dan tapak kaki telanjang (nyeker) merupakan kebiasaan ibadah di Timur. Hal ini bahkan biasa dijumpai dalam ibadah sembahyang yang dilakukan orang2 Kristen India saat ini, meskipun kebanyakan orang2 Kristen India mulai meniru gaya pakaian Eropa sehingga mereka menanggalkan kerudung kepalanya tatkala melakukan sembahyang.
Sewaktu masih berada di Mekah, Muhammad tidak mewajibkan Muslim sembahyang ke arah manapun, seperti yang dikatakannya di Suratu'l-Baqara 2:115:
Dan Allah jualah yang memiliki timur dan barat, maka ke mana sahaja kamu arahkan diri (ke kiblat untuk mengadap Allah) maka di situlah arah yang diredai Allah.
Tapi seperti biasa, Muhammad mulai berubah drastis setelah hidup di Medina. Di daerah sekitar Medinah hiduplah beberapa suku Yahudi. Awalnya, Muhammad hidup damai dengan kaum Yahudi tersebut. Untuk mengambil hati para Yahudi, Muhammad mengikuti arah kiblat sembahyang mereka yakni ke arah Bait Suci di Yerusalem.Tapi setelah dia tahu kaum Yahudi tidak mau mengakuinya sebagai nabi, mulai tumbuh kebencian di dalam hatinya sehingga dia mengganti arah kiblat sembahyang ke Kabah di Mekah. Perubahan pikiran Muhammad ini bisa dibaca dalam Suratu'l-Baqara (2) 136, 138, 139.
Sahih Bukhari 60:19
Pada awalnya, sang Nabi memerintahkan sembahyang dengan Qibla ke arah Yerusalem selama enam belas atau tujuh belas bulan, dan dia senang ketika Mekah menjadi arah Qibla.
Aturan arah sembahyang Islam ini jelas dicontek dari Yudaisme. Lihatlah apa yang tertera dalam Talmud Berakhoth (Talmud Yerusalem), fol. 8b, kolom 1:
Mereka yang berada di negara2 (di luar Palestina) harus mengarahkan wajah2 mereka ke Tanah Suci… Mereka yang hidup dalam Palestina harus mengarahkan wajah2 mereka ke arah Yerusalem…Mereka yang sembahyang di Yerusalem harus mengarahkan wajah2 mereka ke Bait Suci… Mereka yang berada di Bait Suci harus mengarahkan wajah2 mereka ke arah Yang Maha Suci…
Hal serupa juga disebut dalam buku yang sama di fol. 7b, kolom 1; fol. 8a, kolom 2. Hal ini juga disebut dalam Alkitab Perjanjian Lama dalam 1 Raja2 8:29, Mazmur 5:7, Daniel 6:10, Yunus 2:4.
Jadi pertama-tama sewaktu di Mekah, Muhammad berkata tidak jadi masalah sembahyang ke arah manapun sebab timur dan barat adalah milik Allah. Tapi setelah pindah ke Medinah, Muhammad meniru-niru tata cara ibadah Yahudi dengan berkiblat ke Yerusalem. Setelah dia tahu kaum Yahudi tidak bakal mengakuinya sebagai nabi, dia mengganti lagi aturan sembahyang dengan berkiblat ke arah Mekah. Agar kaum Muslim tidak bingung atas keplin-planan Muhammad/Allah, cepat2 diucapkannya ayat Suratu'l-Baqara 2: 119, 139, 144. Ini terjadi di tahun ke dua Hijrah atau sekitar 623 M. Artinya Muhammad dan kaum muslim sempat berkiblat pada Kabah dengan 360 patung berhala didalamnya
PUASA
Suratu'l-Baqara (ii) ayat 183
Wahai orang-orang yang beriman! Kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang dahulu daripada kamu, supaya kamu bertakwa.
Puasa (= Roza ( bahasa Persia) = Saum (bahasa Arab)) adalah pilar ketiga Islam yang wajib dilaksanakan kaum Muslim. Dalam menjalankan Puasa, Muslim dilarang makan, minum, dan berhubungan seks dalam jangka tertentu dalam sehari. Sewaktu tinggal di Mekah, Muhammad tidak begitu menekankan pentingnya Puasa bagi umat Islam. Dalam surah2 Mekah, hanya ada satu ayat saja yang berhubungan dengan buka Puasa, itu pun bukan berupa perintah melainkan hanyalah keterangan yang berhubungan dengan kejadian sejarah hamilnya Mariam (Suratu Maryam 19:26). Tapi setelah Muhammad pindah ke Medinah, dia lalu melihat bahwa orang2 Yahudi ternyata melakukan ibadah Puasa dengan seksama. Karena tidak mau kalah, maka Muhammad pun lalu ikut2an mewajibkan pengikutnya untuk melakukan Puasa pula, ditambah ancaman berbagai hukuman dari Allah jika Muslim enggan melakukannya.
Masih dalam rangka meniru-niru, Muhammad juga menjiplak ibadah Puasa agama Yudaisme yang dilakukan di Hari Penebusan Dosa. Lihatlah keterangan dari Ibn Abbas dalam Mishkat Al-Masabih, buku 7, bagian 7 tertera keterangan Muhammad bertanya-tanya tentang Puasa pada orang Yahudi:
Ibn ‘Abbas menyatakan bahwa Muhammad, setelah dia tiba di Medina, bertanya pada seorang Yahudi tentang Puasa, “Apakah arti Puasa yang kau lakukan itu?” Orang Yahudi itu menjawab, “Ini adalah Puasa besar; Tuhan menebus Musa dan sukunya pada hari ini, dan menenggelamkan Firaun dan tentaranya; maka Musa berpuasa sebagai tanda terima kasih dan kamipun melakukan Puasa untuk mengikuti teladannya. Maka sang Nabi berkata, “Kami lebih berharga dan lebih dekat pada Musa dibandingkan kamu” dan lalu sang Nabi berpuasa di hari ‘Ashura dan memerintahkan pengikutnya untuk berpuasa di hari yang sama.
Wajib Puasa jadi ibadah agama yang sangat penting dalam Islam dan dapat dilihat melalui perkataan Muhammad yang menyebut Puasa adalah ‘pintu gerbang agama’. Dalam Mishkat (buku 7, bagian 1) tertulis bahwa Muhammad berkata,
“Ada delapan pintu Surga, dan salah satunya bernama Rayyan yang tidak bisa dimasuki siapapun kecuali mereka yang melakukan Puasa’; ‘Ketika bulan Ramadan tiba…pintu2 surga akan dibuka, dan pintu2 neraka ditutup’; ‘Pintu2 pengampunan Allah akan dibuka.’
Ibadah Puasa dalam Islam dilakukan pada bulan Ramadan, yang merupakan bulan ke sembilan penanggalan tahunan Islam, yang merupakan tradisi jahiliah untuk menghormati kelahiran dewa bulan di bulan kesembilan. Ramadan merupakan bulan tersuci dalam Islam, karena Qur’an dikirimkan dari surga oleh Allah untuk membimbing manusia.
(Masa yang diwajibkan kamu berPuasa itu ialah) bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah… (QS 2:185)
Dihalalkan bagi kamu, pada malam hari Puasa, bercampur (bersetubuh) dengan isteri-isteri kamu. Isteri-isteri kamu itu adalah sebagai pakaian bagi kamu dan kamu pula sebagai pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahawasanya kamu mengkhianati diri sendiri, lalu Dia menerima taubat kamu dan memaafkan kamu. Maka sekarang setubuhilah isteri-isteri kamu dan carilah apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kamu dan makanlah serta minumlah sehingga nyata kepada kamu benang putih (cahaya siang) dari benang hitam (kegelapan malam), iaitu waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah Puasa itu sehingga waktu malam (maghrib) dan janganlah kamu setubuhi isteri-isteri kamu ketika kamu sedang beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas larangan Allah, maka janganlah kamu menghampirinya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat hukumNya kepada sekalian manusia supaya mereka bertakwa. (QS 2:187)
Meskipun sudah diganti kanan-kiri, tetap saja tidak bisa disangkal bahwa Muhammad memang meniru banyak tata cara ibadah Puasa Yahudi. Hal ini bisa dilihat jelas dari waktu menjalankan Puasa (matahari terbit) dan menutup Puasa (matahari terbenam).
…makanlah serta minumlah sehingga nyata kepada kamu benang putih (cahaya siang) dari benang hitam (kegelapan malam), iaitu waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah Puasa itu sehingga waktu malam (maghrib)… (QS 2:187)
Isi ayat di atas sama dengan isi Talmud Berakhoth, vol. 9b yang menyebutkan bahwa di hari Puasa, doa Shema dilakukan saat “waktu orang dapat membedakan benang biru dan benang putih.”
Benang2 biru dan putih terdapat dalam pakaian orang2 Yahudi. Agar berbeda sedikit dan tidak terlalu malu dituduh penjiplak mentah2, Muhammad mengganti benang ‘biru’ jadi benang ‘hitam’
Sekarang dari mana asal-usul lama Puasa Islam yang adalah 30 hari di bulan Ramadan itu? Dalam Suratu'l-A'raf 7:142 tertulis:
Dan kami telah janjikan masa kepada Nabi Musa (untuk memberikan Taurat) selama tiga puluh malam, serta Kami genapkan jumlahnya dengan sepuluh malam lagi…
Dalam catatan kaki ayat ini, para penulis Muslim menyatakan bahwa sebelum Tuhan menurunkan Hukum2nya pada Musa, dia memerintahkan Musa untuk berpuasa selama 30 hari dan hal ini dilakukan Musa di bulan Dhu'l-Qa'da, dan karena dia menggosok giginya dengan cairan pembersih, dia diperintahkan untuk berpuasa lagi selama sepuluh hari. Baidawi dan ahli Islam lainnya menulis bahwa Musa diperintahkan berpuasa tak lebih dari 30 hari saja. Tapi hal ini jelas tidak dapat dijadikan alasan asal-usul puasa 30 hari dalam Islam sebab Suratu'l-A'raf (vii) adalah Surah Mekah dan pada saat Muhammad berada di Mekah, dia tidak pernah memerintahkan umat Muslim untuk puasa 30 hari. Sudah pasti dia mengambil ibadah Puasa 30 hari ini dari sumber lain.
Penulis Arab kuno bernama Abu 'Isa'l-Maghribi menyatakan bahwa Muhammad meniru ibadah sembahyang lima kali sehari dari agama Sabean. Lanjutan kutipan dari penulis yang sama menunjukkan bahwa Muhammad juga meniru Puasa 30 hari dari agama Sabean pula.
“Mereka (umat Sabean) …berpuasa tiga puluh hari; dan jika di bulan pendek, mereka berpuasa selama dua puluh sembilan hari. Sehubungan dengan ibadah Puasa, mereka merayakan Fitri (selesai Puasa selama 30 hari) dan Hilal (bulan baru), sedemikian rupa sehingga Fitri terjadi saat matahari masuk masa Aries. Dan mereka biasa berpuasa dari bagian satu per empat yang keempat di malam hari (= fourth quarter of the night) sampai matahari terbenam.” (Hughes, Notes on Muhammadanism, p. 124)
Dari tulisan Abu 'Isa'l-Maghribi sudah jelas bahwa Puasa 30 hari Islam diambil dari Puasa 30 hari Sabean. Juga perayaan Islam Idul Fitri atau perayaan akhir Puasa sama persis dengan perayaan Fitri dari agama Sabean. Selain itu, waktu puasa Sabean adalah dari akhir malam hari (bagian satu per empat yang keempat di malam hari) sampai matahari terbenam, dan ini sama persis dengan waktu Puasa Islam.
Selain Sabean, agama Yudaisme dan Nasrani juga menganjurkan Puasa dari waktu matahari terbit sampai matahari terbenam dan bintang2 mulai tampak. Hal ini bisa dibaca di kitab Yudaisme Taanith (Puasa), vol. 10a dan 12a: “Dia tidak boleh makan atau minum sampai matahari terbenam, dan setidaknya tampak dua bintang; Pada saat berpuasa, selain tidak boleh makan dan minum, kaum Yahudi juga tidak boleh berhubungan seks. Jemaat Yahudi yang tidak perlu berpuasa adalah anak2 kecil, wanita yang sedang hamil atau menyusui anaknya, dan juga kaum tua.
Pertanyaan berikut adalah dari mana asalnya waktu Puasa di bulan Ramadan itu? Mengapa Muhammad memilih bulan Ramadan untuk melakukan ibadah Puasa? Hal ini dengan mudah bisa ditelusuri pada kebiasaan adat suku Arab Quraish di Mekah, yang merupakan suku asal Muhammad sendiri. Dalam Sirat Rasul, vol. i. p. 79, Ibn Ishaq menulis bahwa: ‘kaum Quraish di Jaman Jahiliyah terbiasa meninggalkan kota mereka dan menghabiskan waktu di bulan Ramadan di Gunung Hira setiap tahun dalam melaksanakan penebusan dosa (Tahannuth).’
Muhammad sendiri kabarnya juga biasa melakukan kebiasaan ini setiap tahun. Dalam kebiasaan adat tahunan inilah Muhammad bertemu dengan Zaid ibn 'Amr yang juga sering bertapa mencari kedamaian di salah satu gua di Gunung Hira. Zaid ibn 'Amr adalah pengikut agama Ibrahim yang Hanif (lurus). Di dalam gua tempat tinggal Zaid inilah Muhammad pertama kali menerima ‘wahyu’ dari Jibril. Meskipun Muhammad tidak melakukan Puasa apapun dalam gua Hira, tapi sudah jelas bahwa kebiasaan adat semedi suku Quraish di bulan Ramadhan itulah yang menyebabkannya memilih bulan itu sebagai bulan Puasa.
Jadi kesimpulannya, terdapat asal-usul dan pengaruh jelas dari mana kebiasaan ibadah Puasa Islam di bulan Ramadan. Tata cara dan waktu Puasa dipinjam dari agama Yudaisme milik kaum Yahudi. Jangka lama Puasa selama 30 hari diambil dari agama Sabean dan juga dari kebiasaan adat kaum Arab Quraish yang sebulan dalam setahun pergi tinggal di Gunung Hira dekat Mekah. Perayaan I’du’l-Fitri untuk memperingati berakhirnya Puasa sudah jelas dipinjam dari Fitri yang persis sama dari agama Sabean. Pengecualian orang2 yang tidak usah berpuasa dalam Islam dicontek persis sama oleh Muhammad dari Talmud Yudaisme. Yang terakhir, penetapan bulan Ramadan sebagai bulan Puasa sudah jelas diambil dari kebiasaan suku Arab Quraish dan Muhammad sendiri yang suka semedi sekali setahun di Gunung Hira di Jaman Jahiliyah.
ZAKAT
Wahai orang-orang yang beriman! Sebarkanlah sebahagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kamu, sebelum tibanya hari (kiamat) yang tidak ada jual beli padanya dan tidak ada kawan teman (yang memberi manfaat), serta tidak ada pula pertolongan syafaat… (QS 2:254)
Pilar berikut Islam adalah Zakat. Praktek Zakat adalah bagian penting dari ibadat dan wajib dilakukan setiap Muslim dewasa yang punya penghasilan mencukupi. Kewajiban ini terus-menerus dinyatakan dalam ayat2 Qur’an Suratu'l-Baqara 2:43, 82, 110, 273, 276, 277; Suratu Ali 'Imran 3:134; Suratu'n-Nisa' 4:77; Suratu'l-Ma'ida 5:12; Suratu't-Tauba 9:5, 11, 72; Suratu'l-Hajj 22:41; Suratu'n-Nur 24:37, 56; Suratu'l-Mujadala 58:13. Guna Zakat disebut dalam ayat2 berikut: berzakat agar dapat mendapat kebajikan (Suratu Ali 'Imran 3:92); berzakat agar diampuni Allah (Suratu't-Tauba 9:100); berzakat sebagai tanda berbakti pada Allah (Suratu't-Tauba 9:99); berzakat sebagai penghapus dosa (Suratu'l-Baqara 2:271); lakukan Salat dan bayar Zakat (Suratu'l-Ma'ida 5:55); bersedekah sebagai tanda orang beriman (Suratu'l-Ahzab 33:35).
Pentingnya berzakat atau bersedekah diungkapkan oleh Khalifa 'Umar Ibn 'Abdu'l-'Aziz yang berkata: “Salat membawa kita setengah perjalanan kepada Allah, Puasa membawa kita ke pintu gerbang istana Allah, dan sedekah adalah ijin masuknya.”
Dalam Islam terdapat perbedaan antara Zakat dan sedekah. Zakat itu wajib hukumnya, sedangkan sedekah tidak wajib. Jumlah Zakat sudah ditetapkan dalam hukum Islam, sedangkah sedekah terserah kerelaan hati. Sedekah seringkali dilakukan pada orang miskin di hari raya 'I'du'l-Fitr di akhir Ramadan. Tapi dalam namaz di perayaan ini, dalam khotbah di mesjid, perlunya bersedekah ditekankan oleh imam. Biasanya si imam akan berkata, “Puasamu tidak akan dihargai, dan Salatmu akan tetap saja dalam perjalanan ke surga, sampai kau bersedekah. Wahai umat yang beriman, berilah kaum miskin sedikit dari uang atau hartamu”
Kebiasaan Zakat dalam Islam ini bisa ditelusuri dari kebudayaan masyarakat Yahudi. Pertama-tama, asal-usul kata “Zakat” atau “Sadaqa” berasal dari bahasa Yahudi (Muir, Life of Mahomet, p. 418, note 1). Kata Zakat berarti ‘pemurnian’ (Mirza Ghulam Ahmad, The Teaching of Islam, p. 58.) sama seperti arti kata ‘bersih’ dalam Lukas 11:41:
Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.
Sadaqa berarti ‘kebajikan’ seperti dalam Matius 6:2
Jadi apabila engkau memberi sedekah (= do righteousness = melakukan kebajikan = tsedaqah), janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
Kisah Para Rasul 10:2
Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah (= righteousness = הָקָדְצ, tsedaqah) kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah.
Kita bisa lihat bahwa kata ‘tsedaqah’ yang sama terdapat pula dalam Talmud Rosh Hashshanah, fol. 16b dan Baba Bathra, fol. 10b dan juga Taurat, contohnya di Imamat 19:9-10
Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu. Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu.
Juga di Imamat 27:30
Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN.
Kewajiban Zakat merupakan hal yang mutlak dalam masyarakat Yahudi, seperti yang jelas tampak di Alkitab Perjanjian Lama dan Baru. Contoh2 pelaksanaan sedekah dari Perjanjian Lama adalah berikut: Boaz mengijinkan Ruth memungut sisa2 jelai di ladangnya sebagai sedekah bagi Ruth (Ruth 2:15, 23); seluruh orang Yehuda membawa persembahan persepuluhan dari pada gandum, anggur dan minyak ke perbendaharaan (Nehemia 13:12); memberi sedekah pada orang Lewi agar diberkati Tuhan (Ulangan 14:29); memperhatikan orang yang lemah (Mazmur 14:2).
Dalam Injil, pelaksanaan sedekah juga tetap dilaksanakan. Contohnya orang Parisi memberikan semua uangnya sebagai sedekah (Lukas 18:12); Yesus mengecam ahli Taurat dan orang Parisi yang membayar persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan, tapi tidak melakukan hukum utama Taurat yakni keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan (Matius 23:23 dan Lukas 10:42); Zakeus membayar sedekah berkali lipat dari pajak berlebihan yang dipungutnya (Lukas 19:8); Tabita banyak memberi sedekah (Kisah Para Rasul 9:36); Kornelius memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi (Kisah Para Rasul 10:2).
Contoh2 dari Alkitab Perjanjian Lama dan Baru jelas menunjukkan kebiasaan kaum Yahudi bersedekah dan ini ditetapkan dalam agama mereka. Dalam Talmud dijelaskan bahwa pemberian sedekah merupakan ciri khas utama agama Yudaisme. Beberapa kitab Yudaisme menerangkan secara rinci kewajiban bersedekah.
Dalam Baba Bathra, fol. 10b; Gittin, fol. 76 disebut:
“Pemberian sedekah (הָקָדְצ) “memuliakan negara” (dan ini berarti negara Israel)
Dalam Rosh Hashshanah, fol. 166 tertulis:
“Tapi sedekah (juga berarti kebajikan) menjauhkan kematian.”
Juga dalam Tobit, iv. 10:
Pemberian sedekah menjauhkan orang dari kematian dan orang yang menderita tidak masuk ke dalam kegelapan.”
Dalam Qur’an disebutkan bahwa memberi sedekah ‘membersihkan dan memurnikan’ dan ‘mendekatkan diri pada Tuhan’. Dalam Talmud dikatakan, ‘dia yang memberi … adalah murni.’ (Baba Kama, fol. 7; cf. Pirqey Aboth, chap. v. sect. 19). Qur’an menyatakan memberi sedekah berarti mengurangi dosa. Talmud pun mengatakan bersedekah berarti berbuat kebajikan, merupakan tindakan wajib, dan orang yang bersedekah akan diberkati (R. 'Aqiba mengatakan bahwa ‘tradisi Yahudi merupakan pagar Torah; sedekah perpuluhan merupakan pagar bagi orang2 berada’ (Pirqey Aboth, chap. iii, sect. 20). Vide Aboth d' Rab. Nathan, chap. xli ('Dia yang memberi sedekah mendatangkan berkat bagi dirinya sendiri’)
Melihat banyaknya ayat2 dalam Alkitab tentang Zakat dan sedekah, maka sudah tidak diragukan lagi dari mana Muhammad dapat gagasan tentang Zakat dalam Islam. Sama seperti Shahadah, Salat, dan Puasa, Muhammad pun tidak mengecualikan mencaplok ide Zakat atau sedekah (terutama) dari Yudaisme. Meskipun dia mengganti aturannya di sana-sini, tapi tetap saja gagasannya berasal dari Yudaisme dan Nasrani
.
IBADAH HAJI
Sebelum masuk pada ritual haji kita akan kembali mengulas perihal Kabah. Seperti yang telah kita bahas di artikel sebelumnya, bahwa mitos kabah adalah buatan Ibrahim hanyalah dongeng yang dibuat oleh Muhammad untuk mengangkat martabat agama dan bangsanya. Fakta sebenarnya mengenai Kabah dapat kita baca di SEJARAH KABAH DAN MEKAH
Pada waktu itu Ka'bah di Mekkah telah merupakan pusat penyembahan berhala antara lain adalah Hajar Aswad, Laata, Manaata, Uzza dan lain-lain. Menurut Hadits Shahih Bukhari 59:843, pada waktu itu bangsa Arab melakukan upacara ibadah haji dalam rangka penyembahan kelompok berhala yang 360 jumlahnya dengan cara melakukan thawaf, yaitu berjalan mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali dalam keadaan telanjang bulat tanpa busana sambil bertepuk tangan.
"Dari Abu Hurairah katanya: Abu Bakar Siddik ditugaskan oleh Rasulullah sebelum haji wada untuk memimpin satu kaum pada hari Nahar melakukan haji, kemudian memberitahukan kepada orang banyak, suatu pemberitahuan: Ketahuilah! Sesudah tahun ini orang-orang Musyrik tidak boleh lagi haji dan tidak boleh thawaf di Ka'bah dalam keadaan telanjang. Sebelum Islam, orang-orang musyrik Arab telah melakukan juga pekerjaan haji menurut cara mereka sendiri. Antara lain ialah thawaf di Ka'bah dalam keadaan telanjang bulat sambil bertepuk tangan." ( Shahih Bukhari 8: 365 , 26:689)
Darimanakah ritual tawaf qudum ini berasal? Tawaf tak lain adalah ritual pagan mengenai revolusi ke tujuh planet utama dalam kepercayaan polytheisme astrologi. Dalam melaksanakan ritual tersebut para penyembah berhala memakai pakaian yang disebut Ihram yang dipakai untuk menutup tubuh dengan dua helai kain putih yang tidak dijahit, di mana sehelai diselubungkan di sekeliling bahu dan yang sehelai lagi diselubungkan di sekeliling pinggang. Sedangkan kepala, kedua belah tangan dan kaki tidak boleh tertutup. Pakaian ini jelas sekali adalah pakaian adat umat hindu kuno dalam berziarah ke kuil mereka. Penggunaan pakaian tersebut dimaksudkan agar mereka datang dalam dalam keadaan putih bersih.
Sebelum dilakukan thawaf qudum maka para jamaah ibadah haji harus sampai di muka batu hitam Hajar Aswad lalu membungkuk dan menyembah sambil mencium batu hitam tersebut sambil membaca :
"Ya Allah ku ! aku beriman kepada Mu dan membenarkan kitab Mu, dan memenuhi janji Mu serta mengikuti sunnah nabi Mu, yaitu penghulu kami Muhammad SAW"
( "Allahumma Imaanan Bika Wa Tashdieqan Bikitaabika Wa Wafaaan Bi'ahdika Wattibaa'an Lisunnati nabiyika Sayydinaa Muhammadin Shallalahu Alaihi Wasallam." )
Dari manakah ritual mencium Hajar Aswad, silahkan lihat link berikut:
Kesucian Hajar Aswad
Setelah mencium batu tersebut barulah ia dapat melakukan thawaf qudum (thawaf selamat datang) berjalan keliling Ka'bah sebanyak 7 kali.sambil membaca doa talbiyah yang berbunyi Labbaik alaahumma labbaik dst… Kalimat ini adalah kalimat pemujuaan yang bisa diucapkan para penyembah berhala untuk memuja Tuhan mereka. Silahkan lihat di Sirat Rasul Allah karangan Ibn Ishaq dan diedit oleh Ibn Hisham, edisi Mesir, bagian pertama, hal. 27 dan 28. Di buku itu tertulis bahwa kaum Arab pagan Quraish di jaman pra-Islam, biasa mengadakan ibadah agama yang dinamakan Ihlal dan mereka pun mengucapkan kalimat yang menyatakan keesaan Tuhan yang berbunyi: “Labbaika, Allahumma dst…
Setelah selesai thawaf qudum dilanjutkan dengan ritual Sa'i, yaitu melakukan perjalanan kaki dari bukit Marwah ke bukit Shafa yang berada dalam lingkungan Masjidil Haram sebanyak 7 kali. Pada jaman sebelum islam ritual Sa’i ini dilakukan dengan berlari diantara dua bukit yang disebut Shafa dan Marwah dimana ditiap bukit dipasang patung laki2 dan perempuan. (Washington Irving, Mahomet and his successors, halaman 31).
Para muslim yang pertama dulu sebenarnya enggan berlari antara Shafa dan Marwah seperti kaum berhala lakukan; tapi Muhammad mengancam mereka untuk tetap melakukan ritual tersebut dengan menurunkan QS 2 :158. (Sahih Bukhari 26: 706,710)
QS 2:158
Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.
Kemudian setelah itu pergi ke padang Arafah melakukan wukuf yaitu berada di padang Arafah mulai jam 12.00 siang sampai matahari terbenam. Selama berada dalam keadaan wukuf diwajibkan memikirkan perkara-perkara rohani dan membaca ayat-ayat Alquran. Di padang Arafah terdapat bukit Jabal Al Rahmat untuk dikunjungi.
Upacara ibadah berikutnya adalah berjalan ke Musdalifa untuk tinggal sepanjang malam, kemudian paginya pergi ke Mina untuk melakukan upacara melontarkan jumrah, yaitu melontarkan batu kerikil kepada si Iblis sebanyak 7 kali. Ada 3 jumrah, yaitu: jumrah ula, jumrah wustha, jumrah aqabah. Dengan demikian upacara melontarkan batu kerikil kepada si Iblis adalah sebanyak 7x3 = 21 kali.
Sementara itu pada tanggal 10 Dzulhijjah dilakukan penyembelihan hewan untuk kurban. Hewan yang dikurbankan pada umumnya adalah kambing, domba, sapi, unta. Selain dari pada itu diadakan upacara mencukur rambut atau menggunting rambut saja. Kemudian kembali ke Masjidil Haram di Mekkah untuk melakukan thawaf wada dan Sa'i antara bukit Shafa dan Marwa. Thawaf wada sebagai thawaf selamat tinggal.
Keseluruhan ritual penyembahan dewa2 diatas diadopsi Muhammad ke dalam Islam, untuk menyenangkan hati orang2 Mekah sekaligus untuk melestarikan pemasukan dari acara haji tersebut. Ingat, kakek moyang Muhammad dulunya adalah penjaga Kabah yang mendapat penghidupan dari jamaah yang menyembah patung2 di Kabah.
Jadi apakah Allah menurunkan Islam sebagai agama penyempurna dengan mencontoh kebiasaan2 dari berbagai agama kemudian menyatukannya di bawah Islam? Lalu apa bedanya dengan sinkretisme? Jika pemahaman seperti ini yang dianut, bukankah agama BAHAI justru yang paling terakhir dan sempurna, karena merupakan sinkretisme dari lebih banyak agama?