KESALAHPAHAMAN ISLAM TERHADAP KRISTEN
Yesus atau yang dalam Al Quran disebut Isa Al Masih adalah salah satu tokoh paling kontroversial didunia ini. Beberapa sejarawan menganggap Yesus hanyalah tokoh fiktif belaka, tidak benar benar ada, sebagian lain percaya bahwa Yesus adalah manusia nyata namun mengenai kisah kelahirannya dari seorang perawan, mujizat-mujizatnya, kematian dan kebangkitannya hanyalah dongeng yang diciptakan oleh para pengikutnya. Namun tak sedikit pula sejarawan yang menyakini bahwa kisah Yesus didalam Injil benar adanya. Mayoritas sejarawan setuju, jika Isa Al Masih dalam Al Quran adalah Yesus Kristus dalam Injil, meski terdapat perbedaan pandangan diantara kedua kitab tersebut. Kesamaan arti Al Masih dalam Al Quran dan Kristus dalam Injil adalah kuncinya.
Dalam Injil berbahasa Arab, nama Yesus biasa disebut dengan Yasu’ atau Yasua, akibat perubahan fonetik dari bahasa Ibrani, Yeshua‘ = Yod + Shin + Waw + ’Ain, dan dalam bahasa Arab Yasu‘ = Ya + Sin + Waw + ’Ain. Antara bahasa Ibrani, Arab maupun Aram memang terdapat kemiripan, karena semuanya termasuk dalam rumpun semitik. Jadi sebelum Muhammad lahir, umat Kristen Arab pra Islam biasa menyebut Yesus dengan Yasua, dimana nama ini masih tetap dipakai oleh umat Kristen Arab hingga saat ini. Walaupun kalangan umat Kristen berkeberatan dengan nama Isa yang terdapat dalam Al Quran dikarenakan arti dari nama yang terkandung didalamnya, namun hal ini tidak perlu diperdebatkan, karena proses transformasi ataupun korespondensi fonetik terhadap sebuah kata wajar terjadi, seperti halnya shalom aleichem bahasa Ibrani menjadi assalamu 'alaikum dalam bahasa Arab.
Sebelum Muhammad lahir, agama Kristen atau Nasrani sudah berkembang dalam masyarakat Arab. Komunitas besar Nasrani di Arab saat itu terdapat di Najran. Sejarah Islam juga mencatat mengenai Abrahah, Gubernur Yaman asal Habasyah, dengan pasukan gajahnya. Abrahah adalah seorang Nasrani dan hendak menghancurkan kekafiran di Kabah Mekah. Namun anehnya Allah dalam sejarah Islam justru melindungi Kabah dengan 360 berhalanya dengan mengirim burung Ababil yang membawa batu batu panas untuk menghancurkan pasukan Habasyah. Anehnya lagi negara Kristen Habasyah ini nantinya justru menjadi tempat hijrah (mengungsi) pertama umat muslim saat itu.
Di Mekah sendiri, menurut catatan Ibnu Ishaq, terdapat beberapa orang hanif yang akhirnya memeluk Nasrani, yang paling terkenal adalah pendeta Waraqah bin Naufal, saudara sepupu dari Khadijah, istri pertama Muhammad. Ketika Muhammad berpikir ia bertemu jin di gua Hira, pendeta Waraqah lah orang yang pertama kali meyakinkan Muhammad bahwa yang menemuinya adalah malaikat Jibril. Bukhari menyebutkan bahwa Waraqah menterjemahkan Injil ke bahasa Arab.
Muhammad dan Waraqah memang memiliki hubungan dekat, Waraqah adalah ulama dalam pernikahan Muhammad Khadijah, inilah sebabnya Muhammad baru berpolygami setelah kematian istri pertamanya tersebut. Muhammad dan Waraqah hidup bersama setidaknya 15 tahun, saat kematian pendeta Nasrani tersebut Bukhari mencatat bahwa wahyu Al Quran terhenti untuk beberapa saat. Karenanya di dalam Al Quran kita dapat menemukan banyak ayat yang bercerita tentang Isa. Bukan hanya itu, bahkan tata cara ibadah umat Nasrani Arab pra Islam pun banyak diadopsi dalam ajaran Islam, seperti kiblat ke Bait Suci Yerusalem, sholat 7 waktu, membaca Injil dengan cara dilantunkan secara tartil (Mulahan Injil), dsb. Namun apakah keyakinan Waraqah terhadap Isa saat itu berbeda dengan keyakinan aliran besar Nasrani seperti gereja gereja Timur?
Berdasar sejarah gereja, pada awal abad masehi telah banyak aliran-aliran yang mengkritisi “Keilahian” Isa. Bahkan para ulama Yahudi, secara tegas menolak mengakui Isa, baik sebagai nabi, apalagi sebagai Al Masih. Majelis Ulama Yahudi “mengkafirkan” siapapun yang menjadi pengikut Isa. Dalam pemikiran Yahudi adalah kebodohan yang amat sangat jika seorang manusia dianggap sebagai Tuhan dan disembah. Karenanya Yesus diajukan ke hadapan Mahkamah Agama dan diputuskan untuk dihukum mati karena menganggap dirinya setara dengan Tuhan. Jadi dalam hal ini bukanlah hal baru jika Waraqah, Muhammad ataupun Al Quran juga menggugat keilahian Isa. Sejarah mencatat beberapa aliran Kristen seperti Ebionisme, Nestorianisme, Gnostik, atau Arianisme yang menggugat status keilahian Isa. Penemuan-penemuan arkeologis seperti Nag Hammadi di Mesir menunjukkan bahwa pada abad kedua kelahiran Kristen telah terdapat banyak orang yang memiliki persepsi yang berbeda mengenai Keilahian Isa.
Dokumen Nag Hammadi mengandung banyak tulisan-tulisan gnostik, yang dahulu dianggap sesat dan palsu oleh bapak-bapak Gereja, antara lain injil-injil palsu seperi Injil Thomas, Injil Paulus, Injil Maria dan sebagainya. Bagaimana injil-injil yang disebut palsu ini dapat muncul dan bagaimana kriteria bapak-bapak Gereja menilai kepalsuan injil dan kesesatan ajaran-ajaran gnostik tersebut? Pada medium abad pertama, Kristen sebagai ajaran baru bersinggungan dengan filsafat Yunani, Persia, bahkan dengan filsafat India. Orang – orang yang tadinya adalah penganut paganisme Yunani, kemudian mengenal ajaran Isa, sehingga kemudian terjadi sinkretisme (pencampuran) ajaran disini. Mereka melogika bagaimana peristiwa penyaliban, kematian, dan kebangkitan Isa dengan pemahaman lama mereka.
Pada salah satu dokumen Nag Hammadi bernama Traktat Kedua Seth Agung bagian 56.5-20, terdapat tulisan saat Isa berkata; “Mereka melihat aku; mereka menghukum aku. Namun orang lainlah,… bukanlah aku... melainkan seorang lain, Simon, yang memikul salib di pundaknya. Orang lainlah yang mengenakan mahkota duri. Sedangkan aku berada di tempat yang maha tinggi, dan menertawakan semua hal berlebihan yang telah dilakukan para penguasa dan buah kekeliruan dan tipu daya mereka. Aku menertawakan kebodohan mereka.”
Ajaran-ajaran gnostik tidak menolak adanya peristiwa penyaliban Isa, namun karena peristiwa penyaliban dan kebangkitan Isa tidak dapat diterima logika, sehingga muncullah salah satu teori baru, bahwa yang disalib bukanlah Isa. Faktanya ajaran-ajaran gnostik seperti ini ditentang keras oleh para Rasul, murid-murid Isa yang mendapatkan pengajaran langsung dari Isa sendiri. Misalnya Petrus yang dalam suratnya seringkali memperingatkan adanya guru-guru palsu dengan ajaran-ajaran sesatnya (2 Petrus 2:1). Para murid Isa membentuk organisasi sederhana untuk mengatur program dakwah mereka, dewan ini berwenang dalam hal pengajaran dan mempertahankan aqidah, dewan ini bersidang pertama kali dalam Konsili Yerusalem. Karena Kristen baru mendapatkan kebebasan pada tahun 313 M melalui Edik Milan, maka Dewan ini tentu tidak memiliki kekuasaan politik untuk melarang ajaran-ajaran sesat tersebut, yang dilakukan hanya mengutuk dan memperingatkan. Sebelum diterima sebagai agama resmi, umat Kristen mendapatkan penganiayaan keras, hingga pembunuhan baik dari pemerintah Romawi ataupun otoritas Yahudi, hingga ratusan martir tewas pada abad pertama lahirnya Kristen.
Dewan inilah yang nantinya menjadi cikal bakal keuskupan yang melahirkan bapak-bapak gereja. Untuk mempertahankan aqidah, bapak-bapak gereja mengutuk ajaran-ajaran sesat dan injil palsu tersebut. Irenaeus dari Lyon misalnya, pada akhir abad ke-2 M dengan bukunya “Melawan Ajaran Sesat” menulis mengenai 4 Injil yang diakui saat itu; “karena ada empat penjuru bumi, … sungguh tepatlah bila Gereja mempunyai empat tiang, … keempat Kitab Injil”. Begitu pula Cyril dari Yerusalem, yang menulis mengenai injil Thomas, Cyril menyatakan: “Mani memiliki tiga murid : Thomas, Baddas dan Hermas . Jangan ada yang membaca Injil menurut Thomas. Karena ia bukan salah satu dari dua belas rasul tapi salah satu dari tiga murid jahat Mani”.
Meskipun telah dilarang, injil-injil palsu dan sekte-sekte sesat tetaplah ada, tidak begitu saja musnah. Anehnya 600 tahun kemudian, ajaran gnostik seperti ini bergaung kembali dalam Islam, apakah ini hanya suatu kebetulan, atau kelanjutan dari ajaran-ajaran Gnostik sebelumnya? Misalnya Al Quran memberikan komentar mengenai Isa yang disalib dengan istilah ”orang lain yang diserupakan“ (shubiha lahum), mirip dengan apa yang dinyatakan ajaran Gnostik. Demikian pula dengan definisi ketuhanan Isa dalam Islam yang menurut para pakar Kristen justru mirip dengan ajaran sekte-sekte Kristen yang dahulu telah dilarang.
Pun demikian mayoritas umat Kristen masa kini tetap bertahan dengan pemahaman mereka yang diajarkan oleh Isa sendiri melalui murid-muridnya. Salah satunya adalah pengajaran mengenai hakikat Allah dalam Bapa, Putra, dan Roh Kudus, yang dikemudian hari digunakan istilah Trinitas dalam penjelasannya. Trinitas atau tritunggal pertama kali digunakan oleh Theophilus dari Antiokia pada tahun 150an masehi dalam mendefinisikan hubungan Allah, Firman dan Kebijaksanaan-Nya. Kurang lebih 50 tahun kemudian Tertullian menggunakan istilah trinitas untuk mendefinisikan hubungan Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Sebelum Kristen diakui sebagai agama resmi Romawi, telah banyak pemikiran mengenai hakikat Allah. Baru pada tahun 325M, dibuat keseragaman mengenai hakikat Allah dalam Syahadat Nikea. Beberapa kalimat dalam syahadat Nikea antara lain; “Aku percaya akan satu Allah”, “Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad”, “Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa”. Apakah maksud Isa lahir dari Allah sebelum segala sesuatu diciptakan, sebelum manusia ada? Bukan lahir dari Maryam? Inilah kerumitan pemikiran mengenai hakikat Allah yang menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan umat Kristen.
Perbedaan dalam pemahaman dan penafsiran mengenai Allah adalah hal yang pasti terjadi dikarenakan yang dibahas bukan seonggok materi berwujud. Dalam sejarah Islam kita mengenal pertentangan antara golongan Muktazilah dengan golongan Asyairah mengenai bagaimana hubungan Allah dan Al Quran yang mengakibatkan inquisisi ribuan ulama Asyairah. Pembahasan hubungan antara Allah dan Al Quran dikemudian hari dikenal dengan dengan nama ilmu kalam, dimana secara detail dibahas hubungan dzat, sifat, dan asma Allah.
Ilmu kalam harus dipahami dengan logika ilmu kalam itu sendiri agar tidak terjadi benturan dengan cara berpikir keilmuan yang lainnya. Ilmu kalam berbeda dengan ilmu aljabar, dimana jawaban 1 + 1+ 1 =3 adalah mutlak benar. Syaikh Tahir bin Saleh Al-Jaziri dalam kitabnya Jawahirul Kalamiyah menulis bahwa ada keterbatasan manusia dalam memahami sesuatu hal, apalagi jika yang dipikirkan adalah ilah yang metafisik, rabbul izzati, yang tak terbatas oleh apapun. Sehingga dalam memahami ilmu kalam, maka kerangka berpikir yang harus digunakan adalah logika metafisik, bukan logika matematis atau saintifik.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak perdebatan yang muncul berkaitan dengan ilmu kalam, seperti benarkah Al Quran itu qadim? Jika benar berarti sebelum ada manusia, sebelum manusia diciptakan, Allah telah berencana mengadu antar mukmin dan kafir, melalui jalan pembunuhan, peperangan dan penjarahan sebagai cara agar manusia dapat mengenalNya? Kenapa Allah bermain petak umpet kepada para kafir dengan memberi sedikit tanda, lalu akhirnya menghukum mereka dengan api neraka karena para kafir gagal menemukanNya?
Akan banyak jawaban, tergantung perspektif tiap-tiap golongan dalam menafsirkan Al Quran. Belum lagi perdebatan mengenai hubungan Dzat, Sifat dan Asma Allah yang saling bertentangan jika dibahas secara mendetail. Karenanya didalam ilmu kalam terdapat istilah “bila kaifa” (entah bagaimana). Artinya ada hal-hal tertentu dalam agama yang menuntut untuk mengamini saja tanpa mempertanyakan mengapa atau bagaimana caranya.
Bahkan secara ekstrim Syaikh Tahir bin Saleh Al-Jaziri saat ada sebuah pertanyaan menjelaskan; Apakah diperbolehkan berbicara tentang Dzat Allah ta’ala dengan akal? Beliau menjawab: Tidak diperkenankan berbicara Dzat Allah ta’la dengan akal. Sebab akal tidak mampu untuk mengerti Dzat Sang Pencipta Subhanahu wa ta’ala. Maka setiap apa yang terlintas dihatimu, sesungguhya Dzat Allah tidak begitu.
Bagaimana dengan Isa, disamping kodrat kemanusiaannya, umat Kristen mempercayai kodrat keilahian yang menyatu pada diri Isa. Karenanya, ketika membahas mengenai keilahian dan kemanusiaan Isa, logika yang digunakan adalah logika ilmu kalam, seperti halnya logika Quran sebagai kalamullah, yaitu itu logika metafisik. Logika inilah yang dipakai murid-murid Isa dan bapak-bapak Gereja dalam menjelaskan mengenai hakikat Allah, pengajaran yang sama yang diterima Nazeer Gayed Roufail, Paus Shenouda III, karenanya sebagian besar pemikiran dalam artikel ini bersumber dari ulama gereja Koptik Mesir tersebut.
Yang penting diketahui dari sejarah Kristen, bahwa kekristenan lahir dari dan di lingkungan Yahudi yang menjunjung tinggi Tauhid atau Keesaan Allah (Monotheisme Absolut). Ketika Isa ditanya oleh ulama Yahudi tentang apakah hukum tertinggi, disini Isa menjawab;
“Hukum yang terutama ialah: Dengarlah hai Israel, Tuhan, Ilah kita, Tuhan itu Esa” (Markus 12:29)
Kata Esa dalam ayat tersebut dalam bahasa aslinya Ibrani berasal dari kata EKHAD, yang dalam bahasa Arab disebut 'AHAD. Allah yang "'EKHAD" (Arab: "'ahad") dalam pengertian kesatuan yang kompleks, bukan menggunakan bahasa Ibrani "YAKHID" (Arab: "wahid"), satu dalam pengertian nama bilangan. Bukan Yakhid yang adalah penggabungan 0.5 + 0.5, atau pengurangan 3-2, namun Ekhad. Allah itu "esa", dan keesaanNya itu serba kompleks, bukan "wahid" seperti seonggok batu. Dalam Bible Allah yang "Esa" itu memiliki Roh dan juga berFirman. Serupa dengan Bible, ayat ayat Al Quran mengenai tauhid juga memakai kata yang sama AHAD, bukan menggunakan kata WAHID. Esa dalam artian kompleksitas dari Dzat, Sifat dan AsmaNya.
Seperti halnya Yahudi, tauhid adalah inti dalam iman Kristen, karena Kristen lahir dari adat dan kepercayaan Yahudi. Tauhid adalah nama liturgi penyembahan satu tuhan dalam budaya Yahudi, hal yang sama yang juga dilakukan orang Samartan (Samaria). Beberapa manuskrip Samartan yang berasal dari abad keempat banyak berlafazkan tauhid. Konsep tauhid ini dikemudian hari diadopsi juga dalam Islam. Begitu pula kepercayaan Kristen terhadap trinitas adalah tauhid. Trinitas adalah pembahasan detail dari keesaan Allah, jika dalam Islam kita mengenal hubungan Dzat, Sifat dan Asma Allah, dalam istilah dan konsep berbeda orang Kristen menyebutnya dengan Bapa, Putra dan Roh Kudus. Trinitas atau Tritunggal dalam Kristen bukan bicara mengenai berapa Allah, namun bagaimana Allah yang Esa itu. Bukan bicara mengenai Allah yang tiga (Triteisme) namun berbicara tentang Keesaan Allah dengan segala kompleksitasnya.
Ketika Al Quran berbicara tentang Allah, Maryam, dan Isa Almasih (Yesus Kristus) sebagai Tuhan (Triteisme / Tiga Tuhan / Tuhan Bapa, Tuhan Ibu, dan Tuhan Anak), kepada siapa ayat itu ditujukan? Jika ayat itu menyinggung kepercayaan yang ada pada Bible, disini jelas Al Quran salah sasaran, karena sejak awal Bible tidak pernah sekalipun menyinggung mengenai Allah Ibu.
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?" Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib". (QS 5:116)
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al Masih putra Maryam hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). (QS 5:73-74)
Dalam beberapa sidang, tokoh-tokoh gereja memperdebatkan gelar Maryam sebagai ibu yang melahirkan Isa, yaitu sebagai Theotokos / Walidatul ilah (melahirkan keilahian) atau sebagai Christotokos / Walidatul insan (yang melahirkan kemanusiaan), bukan perdebatan mengenai Maryam adalah tuhan. Lagi-lagi masalah utamanya terletak pada Isa, dipahami dalam kodratnya keilahianNya atau kodrat kemanusiaanNya. Berdasar catatan Epifanius, masyarakat pagan Arabia yang akrab dengan sinkretisme, menjadikan Maria ibu Yesus sebagai seorang dewi.
Kepercayaan yang menganggap Maria sebagai Tuhan wanita disebut dengan Collyridianisme. Berdasar informasi dari beberapa sejarawan muslim seperti Al Azraqi dan Waqidi, di Kabah Mekah juga terdapat ikon Maryam dan Yesus. Tidak terdapat bukti langsung dari sejarawan mengenai kepercayaan Collyridianisme di Mekah, namun Al Quran justru memberikan indikasi bahwa terdapat Quraish Mekah yang menganggap Maryam sebagai Tuhan wanita / Tuhan ibu.
Ibn Ishaq memberi keterangan menarik mengenai peristiwa Mubahala (sumpah saling kutuk mempertahankan pendapat) antara Muhammad dengan Delegasi Kristen dari Najran. Ibnu Ishaq menulis:
Tentang ucapan mereka bahwa Isa adalah salah satu dari tiga tuhan, mereka berhujjah dengan firman Allah, Kami berbuat, Kami memerintahkan, Kami menciptakan dan Kami memutuskan, mereka menambahkan, bahwa jika Allah itu satu, maka tentu Dia akan berfirman; Aku berbuat, Aku memerintahkan, dan Aku menciptakan. Namun tuhan itu adalah Dia sendiri, Isa, dan Maryam. Quran menurunkan ayat tentang ucapan mereka tersebut. Ketika dua pendeta tersebut berkata kepada Rasulullah, beliau berkata kepada keduanya, “Masuk Islamlah kalian berdua.” Kedua pendeta tersebut menjawab; “Kami telah masuk Islam.” Rasulullah bersabda; “Kalian belum masuk Islam.” Kedua pendeta tersebut berkata; “Sesungguhnya kami telah masuk Islam, sebelum engkau.” Rasulullah berkata; “Kalian berdua berkata dusta. Kalian berdua terhalang masuk Islam karena mengatakan bahwa Allah mempunyai anak, karena kalian berdua menyembah salib, dan karena kalian berdua memakan babi.” Kedua pendeta tersebut berkata, “Kalau begitu siapakah ayahnya (Isa), wahai Muhammad? Rasullullah diam tidak menjawab pertanyaan kedua pendeta tersebut. (Sirat Nabawiyah jilid ke-1, Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, bab 102, hal 544-555)
Muhammad hanya terdiam ketika dihujani pernyataan oleh dua pendeta Najran, dan seperti biasa terucaplah surah Ali Imran, Alif laam miim….. yang sama sekali tidak memberikan jawaban dan juga penjelasan atas pertanyaan kedua pendeta Najran tersebut. Apakah benar masyarakat Nasrani Najran adalah penganut Collyridianisme seperti yang disebutkan dalam riwayat Ibn Ishaq, yaitu menyembah Maryam sebagai salah satu dari tiga tuhan? Ataukah ini hanya persepsi dari pemberi riwayat? Inilah salah satu faktor penyebab kesalahpahaman Muhammad terhadap keilahian Isa, yang terbawa hingga saat ini dalam pemikiran Islam.
Maka ungkapan “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga" dalam Al Quran hendak ditujukan kepada siapa? Terdapat dua kemungkinan, jika ditujukan kepada umat Nasrani yang resmi, bukan sekte, berarti pembuat Al Quran salah mengerti mengenai hakikat ketuhanan dalam ajaran Nasrani, karena ajaran Nasrani tidak mengenal Triteisme / Tiga Tuhan / Tuhan Bapa, Tuhan Ibu, dan Tuhan Anak. Toh jika Nasrani menganut Triteisme, bukanlah Tuhan Ibu yang disebut, namun Roh Kudus. Jika kemungkinan pertama benar berarti pemahaman pembuat Al Quran terpengaruh oleh kepercayaan kafir Mekah yang meyakini Allah memiliki anak, dalam artian anak keturunan;
“Maka apakah patut kamu (orang-orang musyrik) menganggap (berhala) Al Lata dan Al Uzza, dan Manat, yang ketiga yang paling kemudian (sebagai anak perempuan Allah)” Surat An Najm Ayat 19-30
Kemungkinan kedua adalah pembuat Al Quran hendak mengkafirkan penganut kepercayaan Collyridianisme. Jika kemungkinan kedua ini benar maka keseluruhan ayat Al Quran mengenai kafirnya kaum Ahli Kitab, ditujukan kepada salah satu aliran Nasrani, yaitu sekte Collyridianisme, yang menganggap Maryam sebagai Tuhan Ibu. Sehingga ayat-ayat dalam Al Quran mengenai kafirnya penyembah tiga Tuhan tidak dapat ditujukan pada umat Nasrani secara umum saat itu, apalagi ditujukan pada umat Nasrani masa kini, karena konteksnya tertuju pada sekte Collyridianisme.
Jika Al Quran tidak membantah ataupun menjelaskan konsep keilahian Isa yang ada dalam Injil, bagaimana kita dapat memahami konsep Keesaan Allah yang ada dalam diri Isa? Trinitas yang dikatakan oleh umat Kristen adalah penafsiran dari seluruh perkataan Isa yang tersebar dalam Injil dimana Isa menyebut Allah dengan sebutan Bapa, menyebut dirinya sendiri dengan istilah Anak Manusia atau Anak Allah, dan menyebut istilah Roh Kudus sebagai penghibur. Dalam salah satu ayat tertulis;
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19).
Konsep Trinitas sudah tersirat dalam filsafat Yahudi dalam Perjanjian Lama, meski pembahasan secara luas baru terjadi setelah adanya Isa. Targum-targum Perjanjian Lama dalam bahasa Aram, memberikan informasi mengenai sosok Mesias yang diidentikkan dengan Memra (Firman Allah). Konsep Memra inilah yang melatarbelakangi prolog Injil Yohanes mengenai pra-eksistensi Firman Allah. Memra disini bukan hanya sekedar ucapan atau perkataan, namun lebih luas menunjuk pada logika, atau pikiran Allah. Konsep kelahiran Ilahi Sang Mesiah dari Allah juga terdapat pada naskah naskah Qumran, misalnya teks berkode 4Q246 dan 4Q521.
https://en.wikipedia.org/wiki/4Q246
https://en.wikipedia.org/wiki/4Q521
Demikian pula murid-murid Isa berbicara mengenai Bapa, Putera dan Roh Kudus (1 Yoh 5:7, 1 Pet:1-2, 2 Pet 1:2, Ef 1:3-14;1Kor 1:2-10, dan 1Kor 8:4-6). Dalam Alkitab bahasa Arab, surat 1 Korintus 8:4-6 yang merupakan tulisan Paulus tersebut tercantum kalimat Lâ Ilaha illa llâh (Tiada ilah selain Allah), yang kini justru menjadi bagian syahadat Islam.
Jadi konsep Firman yang nuzul dari Allah adalah konsep yang sudah tertanam dalam ajaran Tauhid Yahudi, seperti tertulis “disuruhkan-Nya firman-Nya” atau “diutus-Nya firman-Nya” (Terjemahan Lama, Mazmur 107:20, Yesaya 55:11), bukan berasal dari konsep LOGOS dalam filsafat Yunani. Justru ajaran Arianisme yang telah terpengaruh oleh filsafat Yunani dilawan melalui Konsili Nikea pada 325M. Hal tersebut ditegaskan dalam Syahadat Nikea “Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad”, Isa lahir dari Allah sebelum segala sesuatu diciptakan, sebelum manusia ada, inilah maksud keluarnya Firman dari Dzat Allah. Dalam Bible tertulis;
"Setiap orang yang percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, lahir dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi Dia yang melahirkan, mengasihi juga Dia yang lahir dari pada-Nya" (1 Yoh 5:1)
“Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: "Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia” (1 Timotius. 3:16).
Dalam Injil Isa berkata; “sebab Aku keluar dan datang dari Allah” (Yohanes 8:42), namun disisi lain juga; Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (Yohanes 10:38). Artinya Firman Allah keluar dari Allah tanpa meninggalkan Allah, tanpa terpisah dari Allah. Jika Firman Allah ada di dunia menjelma didalam Isa, apakah Allah tetap berada di surga? Bagaimana mungkin? Sebagai ilustrasi; pikiran seseorang ada dalam diri orang itu, lalu pikiran tersebut dituangkan dalam sebuah tulisan, kemudian tulisan tersebut diperbanyak dalam banyak buku. Apakah tulisan dalam buku adalah penjelmaan dari pikiran orang itu? Tentu! Buku tersebut menyatakan pikiran orang yang menulisnya. Apakah jika pikiran tersebut dituangkan dalam sebuah buku, kemudian pikiran tersebut lepas, terpisah dari orang tersebut? Tentu tidak, pikiran orang tersebut tetap melekat pada dirinya. Jika buku dicetak 100 buah, apakah orang tersebut akan menjadi 100? Jika buku buku tersebut terbakar, pikiran dan diri orang tersebut juga ikut terbakar? Tidak!
Umat Kristen mengimani jika Isa adalah Firman Allah (Kalamulloh, Hikmat Allah) seperti halnya umat Islam mengimani jika Al Quran adalah Firman Allah; Mengenai perbandingan Yesus dengan Al Quran sebagai Firman Allah, Seyyed H. Nasr, seorang Profesor dan Ulama terkenal dari Iran menulis:
“Firman Allah dalam Islam adalah Quran, sedangkan dalam Kristen adalah Isa. Sarana untuk nuzul (turun) nya firman itu dalam Kristen adalah Maryam, dalam Islam adalah Sang Nabi. Sang Nabi haruslah buta huruf dengan alasan yang sama bahwa Maryam haruslah perawan. Orang yang menjadi sarana itu haruslah murni dan tak bercela. Jika Firman nuzul dalam bentuk manusia kemurniannya dilambangkan dengan keperawanan Maryam Sang Ibu yang melahirkan Isa sang Firman, dengan hal yang sama maka nuzulnya Firman dalam bentuk buku (Quran) kemurniannya dilambangkan dengan buta hurufnya seseorang yang dipilih untuk mengabarkannya ke seluruh umat manusia” Seyyed Husein Nasir, Ideals and Realities of Islam (Cairo: American University of Cairo, 1989), hlm. 43-44.
Karenanya Isa dalam banyak perkataannya selalu diawali dengan kata “AMIN AMIN, Sesungguhnya Aku berkata kepadamu”. Bukan dengan ucapan; “Allah berfirman kepadaku” atau “Demikianlah firman Allah melalui aku”. Isa berkata kata dengan kuasanya sendiri, kuasa sebagai Firman Allah. Oleh sebab itu Yesus disebut Firman yang hidup, bukan Firman yang mati. Jika dalam Islam Kalam yang qadim dapat menjelma menjadi bahasa kemudian menjadi buku (Al Quran), tidakkah mungkin Kalam menjelma menjadi manusia? Sehingga jika diperbandingkan, sebagai penerima wahyu Jibril dalam Islam dan Kristen, maka MUHAMMAD = MARYAM, Al QURAN = ISA, dan SIRAT = INJIL. Hal inilah yang seringkali disalah pahami oleh Islam, yang memperbandingkan MUHAMMAD = ISA, dan AL QURAN = INJIL. Sehingga menurut perspektif Islam seringkali dipahami bahwa Isa menurunkan sebuah kitab yang disebut Injil, padahal menurut perspektif Kristen Isa tidak menurunkan suatu kitab pun, karena Isa adalah Firman Allah itu sendiri, sedangkan Injil menurut perspektif Kristen adalah berita / kabar baik dari saksi mata yang menceritakan mengenai Isa, Firman Allah yang hidup, bukan ucapan Allah kata perkata.
Rasionalitas hubungan Firman Allah dan Esensi Allah bukan hanya perdebatan para ulama Kristen saja, hal yang sama juga terjadi dalam Islam, dimana perdebatan qadim dan hadisnya Al Quran sebagai Firman Allah menjadi persoalan pelik dalam Islam yang dibahas dalam ilmu Kalam seperti yang sudah disinggung sebelumnya. Dimana terdapat perbedaan pandangan, dimana kaum Sunni sepakat mengatakan bahwa Al Quran itu qadim, sama abadinya dengan Allah, melekat pada Dzat Allah, sedangkan kaum Syiah berpendapat bahwa Al Quran itu makhluk, diciptakan, terpisah dari Dzat Allah. Karenanya istilah-istilah dalam ilmu kalam banyak diadopsi dari istilah-istilah teologia Kristen yang kemudian diArabkan.
Hasyim Muhammad dalam bukunya, Kristologi Qur’ani: Telaah Kontekstual Doktrin Kekristenan dalam al-Qur’an, menyampaikan hal sebagai berikut:
Berkenaan dengan wujud firman Allah yang diturunkan ke dunia dalam Kristen dikemukakan, bahwa firman Allah telah turun dari surga dan menjelma oleh Roh Kudus menjadi manusia dari Perawan Maryam (nazala min al-sama’i watajja-sad biruh al-quds, wa min Maryam al-Adzra’i al-batuli wa shara insanan). Sementara, mengenai turunnya kalam Allah dalam perspektif Islam, al-Qur’an mengemukakan bahwa telah diturunkan kepada Muhammad kitâb (al-Qur’an) dengan kebenaran (nazala ‘alaika al-kitaba bi al-haq). Gereja membedakan antara tabi’at kemanusiaan Yesus yang makhluk dengan tabi’at keilahiannya yang abadi (ghair al-makhluq). Demikian juga ilmu kalam membedakan antara al-Qur’an sebagai firman Allah yang kekal (kalam nafsi) berupa nilai substantif pesan moral ketuhanan dengan al-Qur’an yang bersifat temporal (kalam lafdhi) berupa susunan kalimat, suara dan warna yang menandai ciri fisik baik pada Lauh Mahfuzh ataupun al-Qur’an.
Dengan demikian telah jelas, bahwa dalam iman Kristiani firman Allah identik dengan Isa Al Masih, bukan al-Kitab. Sementara dalam Islam firman Allah identik dengan al-Qur’an, bukan Muhammad. Perbedaan inilah yang sering menimbulkan kesalahpahaman atau sumber perdebatan di kalangan agamawan dalam mengkomunikasikan antara doktrin-doktrin keIslaman dan keKristenan.
Kesalahpahaman inilah yang sering terjadi terhadap tuhannya umat Kristen, yang dianggap kafir karena terdapat ungkapan Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Seolah-olah yang dipahami dari Bapa disini adalah lawan dari Ibu, dalam artian orang tua yang memberi keturunan, seorang Putra. Padahal kata Bapa yang diucapkan Isa sama sekali tidak bertujuan menyebut orang tua biologis. Isa mengatakan; “sebab Aku keluar dan datang dari Allah”, jelas jika tubuh manusia Isa keluar dari rahim Maryam tanpa seorang bapak, lalu apakah yang keluar dari Allah sebelum segala abad, sebelum segala sesuatu diciptakan jika bukan Logika Allah, Firman Allah, Firman yang menciptakan segala sesuatu.
Itulah mengapa dalam kitab Yohanes tertulis;
“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”. (Yohanes 1:1). “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yohanes 1:14).
“Pada mulanya adalah Firman”, hal itu untuk menekankan bahwa Firman Allah tidak berpermulaan, sama abadi dengan Allah karena Firman itu adalah Allah sendiri, dan bukan wujud selain-Nya. Kalamullah itu qadim sebagaimana qadimnya Dzat Allah. “Firman itu bersama-sama Allah”, menekankan bahwa Firman itu berbeda dengan Allah, Kalam berbeda dengan Dzat. Allah adalah Esensi Ilahi (Arab: al-dzat, the essence), yang dikiaskan sebagai Sang Bapa, dan Firman menunjuk kepada “Pikiran Allah dan Sabda-Nya, dikiaskan sebagai Sang Putra, karena Firman nuzul dari Allah, lahir dari Allah, keluar dari Allah. Hal ini bisa dibandingkan dengan kerumitan pemikiran Ilmu Kalam dalam Islam, yang merumuskan hubungan antara Allah, Asma dan sifat-sifatnya, yang tidak sama dengan Dzat Allah tetapi juga tidak berbeda dengan-Nya. Karena Dzat tidak mempunyai manifestasi apapun tanpa manifestasi dari Asma dan Sifat, tanpa keluar atau lahirnya Sifat dari Dzat.
Dalam Kristen terdapat dua makna kelahiran (wiladah) Isa, yaitu kelahiran kekalNya dari Bapa tanpa seorang ibu (milad azali min Ab bighayr jasadin qabla kulli duhur) melalui nuzulnya Kalamullah dari Dzat Allah, dan bersamaan dengan itu kelahiran fisik-Nya dalam keterbatasan ruang dan waktu dari ibu tanpa seorang bapak (wa milad akhara fî mal’i al-zamân min umm bi ghayr ab), karena memang “Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan (lam yalid wa lam yulad)”. Jadi penyebutan Isa Al Masih adalah Anak Allah (Sang Putra) bukanlah dalam pengertian Allah Bapak bersetubuh dengan Allah Ibu lalu melahirkan Allah Anak seperti yang disangkakan dalam Al Quran. Anak Allah disini adalah sebuah istilah, seperti halnya istilah anak emas, anak buah, dsb.
Sedangkan penegasan “dan Firman itu adalah Allah”, menekankan bahwa Firman itu, sekalipun dibedakan dari Allah, tetapi tidak berdiri di luar Dzat Allah. Mengapa? Jika Firman itu bukan Allah, jika Kalamullah adalah makhluk (ciptaan) berarti pernah ada suatu masa Allah tak memiliki firman, tidak memiliki pikiran, tidak bersifat, dan tidak memiliki kuasa mencipta, karena Allah mencipta dengan Firman-Nya. Bagaimana manusia akan mengetahui eksistensiNya tanpa adanya manifestasi dari Asma dan Sifat? Dengan penegasan bahwa Firman itu adalah Allah sendiri, maka keesaan Allah secara murni dapat dipertahankan.
“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita”, atau oleh umat kristen disebut inkarnasi adalah pernyataan bahwa kodrat Isa itu sepenuhnya ilahi dan sepenuhnya manusia, bukan separuh manusia, separuh ilah. Cyril dari Alexandria mengumpamakan kesatuan kodrat keilahian dan kemanusian Isa seperti seperti hubungan tubuh (body) dan jiwa (soul) pada manusia, meskipun pengandaian seperti ini tidak sempurna, karena tidak akan ada pengandaian yang tepat menggambarkan hubungan Allah dan Firman-Nya.
Cyril menyatakan bahwa kodrat keilahian dan kodrat kemanusian dalam Isa adalah unik, tidak bercampur, dan tidak berubah, tetapi adalah satu kesatuan, satu kodrat. Sehingga dalam kemanusianNya, Isa berdoa, Isa berkata “eli eli lama sabachthani”, dsb. Namun dalam keilahianNya, Isa mengampuni dosa, Isa menghidupkan orang mati, dsb. Perbedaan pemahaman mengenai keilahian Isa inilah yang menyebabkan kesalahpahaman terhadap keyakinan umat Kristen, sehingga seringkali dianggap syirik.
Untuk lebih memahami Tauhid dalam Trinitas, berikut adalah pertanyaan – pertanyaan yang umum kita lontarkan saat berdialog mengenai ketuhanan Isa;
1. Benarkah Isa Al Masih adalah tokoh fiktif yang kehidupannya adalah mitos belaka? Kematian, kebangkitan dan kenaikannya ke surga hanya cerita tahayul belaka?
Beberapa ahli berpendapat skeptis mengenai keberadaan Isa dalam sejarah, namun lebih banyak ahli yang berpendapat bahwa Isa adalah tokoh sejarah yang benar benar ada. Diluar Al Quran yang mengulang cerita Isa 600 tahun setelah terjadinya peristiwa, terdapat banyak sumber sumber sejarah yang masa penulisannya dekat dengan peristiwa Isa. Dalam Bible Yohanes menulis; “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup, itulah yang kami tuliskan kepada kamu” (1 Yoh 1:1).
McDowell menulis, setidaknya terdapat dua hal yang harus dikaji sebelum menolak kebangkitan Isa sebagai fakta sejarah. Pertama adalah kematian ratusan martir pada awal abad pertama, yang disajikan dengan jelas, baik dalam peninggalan arkeologis, maupun dokumentasi historis yang berasal dari sumber Kristen ataupun Non Kristen. Kata martir dalam bahasa Yunani berarti saksi mata, orang yang melihat langsung sebuah peristiwa. Bible mencatat setidaknya terdapat 500 orang saksi mata yang melihat Isa setelah kebangkitannya.
Para pengikut Isa pada dekade abad pertama dan setelahnya ini membangun gereja gereja bawah tanah untuk bertahan dari penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan pemerintah Romawi. Bukti bukti arkeologis ini kini bertebaran disekitar wilayah Yordania, Lebanon, Suriah, hingga Turki. Bagaimana menjelaskan motivasi dari para saksi mata Isa tersebut, hingga mereka rela kehilangan nyawa mereka jika peristiwa kematian dan kebangkitan Isa hanya sebuah kebohongan. Secara logis mereka tentu akan memilih meninggalkan keyakinan baru mereka, daripada dihukum mati oleh pemerintahan Romawi karena keyakinan mereka terhadap Isa?
Kita dapat membandingkan motivasi martir di Kristen dan syuhada di Islam. Secara jumlah, syuhada Islam sebelum masa hijrah, dimana muslim dianiaya hanyalah satu orang, Sumayyah binti Khayyat, seorang keturunan Habasyah, kerajaan Kristen tempat hijrah umat Islam pertama kali. Kisah itupun hanya bersumber dari tulisan Ibnu Ishaq, tidak terdapat bukti pendukung dari kitab kitab hadist. Justru jika kita telusuri dari riwayat hadist, tidak didapati satupun muslim yang mati syahid sebelum masa hijrah.
Setelah hijrah Medinah, muslim melakukan perampasan dan penjarahan terhadap rombongan dagang Quraish, barulah timbul korban mati syahid disini. Apa motivasinya? Al Quran dengan jelas menyebut motivasinya adalah harta rampasan yang banyak yang dijanjikan Allah (QS Al-Fath 20). Motivasi lain tentu adalah kehidupan abadi di surga dengan kenikmatan 72 bidadari seperti yang dikatakan Muhammad dalam banyak hadist.
Lalu apa motivasi ratusan martir Kristen, para saksi mata Isa tersebut? Harta? Tahta? Tentu bukan, alasan paling logis motivasi mereka menurut McDowell adalah kehidupan abadi dalam surga seperti yang dikatakan Isa sendiri. Jika Isa tidak mati dan hidup kembali mustahil surga versi Isa tersebut terwujud, dan dengan sendirinya para saksi mata ini akan meninggalkan kepercayaannya terhadap Isa tanpa diminta sekalipun. Meski kematian para martir ini tidak menjadi bukti benar salahnya ajaran Isa, namun kematian mereka membuktikan bahwa kematian dan kebangkitan Isa itu exis, benar-benar terjadi. Lalu mengapa mereka lebih memilih mati daripada meninggalkan kepercayaannya terhadap Isa?
Hal kedua yang perlu dikaji menurut McDowell adalah fakta bahwa para Rasul, murid murid Isa berdakwah mengenai kematian dan kebangkitan Isa Al Masih di Yerusalem, dimana orang orang akan dengan mudah mengkonfirmasi kebenaran hal tersebut. Seandainya penampakan Isa setelah ia disalibkan yang disaksikan ratusan orang adalah kejadian palsu, mengapa tidak ada dokumen sejarah abad pertama hingga abad ketiga baik dari Yahudi ataupun Romawi yang membantah atau menentang hal tersebut.
Meskipun pada abad pertama terdapat ajaran Gnostik yang memiliki pandangan berbeda mengenai seseorang dengan wajah seperti Isa yang disalib (dianggap bukan Isa), dan ada seseorang yang wajahnya seperti Isa yang menampakkan diri setelah peristiwa penyaliban (dianggap Isa asli). Toh pandangan seperti ini justru memperkuat bukti bahwa peristiwa penyaliban itu ada, namun mereka tidak dapat menerima bahwa Isa yang melakukan banyak mujizat itulah yang disalib. Namun pandangan seperti ini secara tegas telah ditolak oleh para rasul, murid-murid Isa, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Terdapat rentang waktu selama 280 tahun dari waktu kebangkitan Isa sampai akhirnya Kekristenan menjadi agama resmi Romawi, dimana dimasa itu pengikut Isa mengalami penganiayaan baik dari otoritas Yahudi ataupun Romawi, hingga ribuan martir tewas akibat iman mereka terhadap Isa. Bagaimana mungkin dimasa tersebut tidak ada satupun lawan kekristenan yang menyanggah peristiwa kebangkitan?
Justru 600 tahun kemudian, di tanah Arab, bukan saksi mata, jauh dari masa dan tempat terjadinya peristiwa, seseorang atas dasar wahyu justru menyanggah peristiwa penyaliban, mengulang yang dilakukan kaum Gnostik. Ibarat pada tahun 2500, ada orang Filipina yang mengaku mendapat wahyu mengatakan bahwa presiden pertama Indonesia bernama Muhammad Hatta, bukan Soekarno. Padahal masih banyak dokumen yang berasal dari tahun 2000, yang ditulis para saksi mata yang mendokumentasikan dengan baik, bahwa Soekarno adalah presiden pertama Indonesia. Kemudian orang Filipina tersebut melemparkan tuduhan bahwa dokumen dokumen dari orang Indonesia mengenai Soekarno telah dipalsukan atau diubah isinya.
Inilah yang terjadi dalam pandangan Al Quran mengenai Bible. Terdapat banyak ayat Al Quran yang menyatakan diubahnya Bible (QS. 2: 75, QS. 5: 13, QS. 4: 46, dsb). Namun mengenai hal tersebut, para mufassirpun tidak menjelaskan siapa orang Yahudi yang mengubah, kapan diubah, ayat mana dan mengapa harus diubah? Setelah membuat tuduhan Bible telah dirubah, Al Quran mengklaim sebagai kitab penyempurna Bible. Wajar kitab yang muncul belakangan mengklaim sebagai penyempurna kitab sebelumnya, Taurat disempurnakan oleh Injil, Injil disempurnakan Al Quran, Al Quran disempurnakan Tadzkirah (Ahmadiah), dan masih banyak kitab kitab lain yang muncul setelahnya, Kitab Aqdas (Bahai) misalnya. Tentang tuduhan atas berubah kitab-kitab tersebut, tinggal diuji untuk mengetahui kebenarannya.
Penemuan kurang lebih 200 gulungan gulungan manuskrip (tulisan tangan) Taurat di gua Qumran, atau lebih dikenal dengan Naskah Laut Mati (Dead Sea Scroll) adalah salah satu bukti kuat bahwa hampir selama 2500 tahun Taurat tidak berubah. Setelah dibandingkan dengan teks Masoret yang merupakan acuan Taurat masa kini dan diselidiki di antara kedua naskah tersebut, tidak didapati perbedaan yang cukup signifikan. Meskipun kebenaran konten Taurat masih diperdebatkan, namun bukti yang tidak dapat disanggah adalah tidak ada perubahan dalam kitab kitab Yahudi tersebut. Kitab perjanjian lama kurang lebih memiliki 10.000 manuskrip, yang hampir tersebar ke seluruh penjuru dunia, dikarenakan diaspora bangsa Yahudi dan jika memang terdapat perbedaan makna secara signifikan, yang mengubah suatu aqidah, akan dengan mudah ditemukan. Lalu bagaimana logikanya kitab tersebut dapat dipalsukan?
Demikian pula dengan Injil, terdapat kurang lebih 25.000 jumlah salinan tangan Injil (manuskrip), hal ini menjadikan Injil menjadi dokumen sejarah yang paling banyak salinan tulisan tangannya. Potongan manuskrip tertua diperkirakan berasal dari tahun 125M, dan ribuan manuskrip lain yang ditulis sebelum tahun 300M, tahun sebelum Kristen diakui sebagai agama negara oleh Romawi. Sebelum masa tersebut, orang Kristen dan Injil telah tersebar luas, bukan hanya di wilayah Romawi. Dari ribuan manuskrip yang tersebar tersebut, tidak didapati perbedaan yang signifikan ketika diperbandingkan dengan Injil masa kini. Perbedaan kecil mungkin muncul akibat proses alih bahasa ataupun akibat proses penyalinan yang hanya menggunakan tangan, yang membutuhkan waktu berbulan bulan untuk menyelesaikan satu kitab lengkap. Lalu bagaimana ceritanya orang kristen, entah itu otoritas Romawi atau para rasul seperti Paulus dapat melakukan pemalsuan pada Injil yang telah tersebar luas tersebut?
Pada Injil atau Bible tidak didapati proses standarisasi seperti pada Al Quran, dimana Khalifah Utsman karena otoritas politiknya memerintahkan untuk membakar seluruh versi Al Quran yang berbeda dengan versinya sendiri. Hal yang kemudian ditentang oleh para sahabat seperti Abdullah bin Masud. Berdasar hadist Syiah, Ali memiliki versi Al Qurannya sendiri, walau akhirnya dengan terpaksa mereka menerima Al Quran versi Utsman.
Kita dapat melihat banyaknya versi Al Quran dalam artikel SEJARAH PENYUSUNAN AL QURAN.
Kembali mengenai kehidupan Isa, menurut McDowell berdasar pendekatan historis dan dampak yang ditimbulkannya, jelas bahwa Isa adalah tokoh sejarah yang keberadaannya adalah nyata, terlalu panjang jika dibeberkan diartikel ini. Namun apakah peristiwa hidup Isa yang tidak biasa, seperti kelahirannya tanpa benih seorang bapak, mujizat mujizatnya, serta kebangkitannya adalah peristiwa nyata? Jawabannya tergantung perspektif kita masing masing, karena kita bukan saksi mata. Yang tersisa dari sejarah adalah kenyataan bahwa ribuan saksi mata yang mengenal Isa Al Masih rela mati demi kepercayaannya terhadap dia. Apakah mereka orang orang tolol? Ataukah justru mereka orang orang beriman? Wallahualam.
2. Mengapa orang Kristen menyembah Isa Al Masih, bukankah ia manusia biasa dan ia hanya seorang nabi! Bukankah ini musyrik!
Terpujilah Allah dan Bapa dari Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan. (1 Petrus 1:3)
Bagaimana memahami tulisan Petrus dalam Bible tersebut? Allah dari Tuhan kita? Tuhan yang mana lagi? Apakah terdapat 2 tuhan? Dalam kemanusiannya Isa mendapat penghormatan dengan gelar Rabb (Gusti, Lord, Penguasa, Tuan). Kata Rabb bahasa Arab sepadan dengan kata Rabbi bahasa Ibrani dari akar semitiknya R-B-B, namun sedikit berbeda artinya. Makna yang sama dengan Rabb dalam Ibrani adalah Adonay, yang artinya "Junjungan" atau “Yang Mulia”. Gelar ini yang memang ditujukan untuk manusia yang berkuasa, misalnya Yang Dipertuan Agung Hassanal Bolkiah, Gusti Prabu Siliwangi, Tuanku Imam Bonjol atau gelar Lord dalam keluarga kerajaan Inggris.
Kesalahpahaman timbul karena dalam bahasa Indonesia kata rabb (Inggris:Lord) dan ilah (Inggris:God) diterjemahkan dengan kata yang sama yaitu Tuhan, yang merupakan penguatan dari kata Tuan. Kata Tuhan sudah terlanjur dikonotasikan dengan Allah (Dewa / God) misalnya “Ketuhanan Yang Maha Esa” daripada istilah “Keilahian Yang Maha Esa”. Dan ketika orang Kristen menyebut “Tuhan Yesus” konotasi kita adalah “Allah Yesus”, padahal “Tuan Yesus” sama sekali tidak bermaksud mengadakan ilah selain Allah, atau menyejajarkan kemanusiaan Isa dengan Allah. Allah sudah pasti tuan, karena Ia dimuliakan, tetapi Tuan belum tentu Allah, karena gelar Tuan dapat dikenakan pada manusia. Tuan Isa, Gusti Isa, Lord Jesus adalah gelar penghormatan kemanusiaan Isa. Jadi agar mudah dipahami, kalimat dalam ayat diatas seharusnya dibaca “Terpujilah Allah dan Bapa dari Junjungan / Tuan kita Yesus Kristus.” Kemudian bagaimana bisa Isa disembah oleh orang Kristen? Terdapat banyak ayat dalam Injil yang menunjukkan Isa yang disembah oleh orang orang yang percaya akan keilahianNya;
Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia. Matius 2:2
"Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu." Matius 28:17
"Ketika ia melihat Yesus dari jauh, berlarilah ia mendapatkan-Nya lalu menyembah-Nya," Markus 5:6
"Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita." Lukas 24:52
"Katanya: 'Aku percaya, Tuhan!' Lalu ia sujud menyembah-Nya." Yohanes 9:38
Dan masih banyak ayat lainnya dalam Injil yang menyatakan Isa disembah oleh pengikutnya. Mengapa Isa tidak melarang orang orang yang menyembahNya? Sekali lagi harus dibedakan antara tabiat kemanusiaan Isa yang makhluk dengan tabiat keilahiannya yang abadi. Isa disembah karena tabiat keilahiannya, dalam keadaannya sebagai firman Allah yang kekal (kalam nafsi), bukan dalam keadaannya sebagai manusia daging. Bagi orang yang saat itu melihat dan merasakan keilahian Isa, adalah konsekwensi logis bagi mereka untuk percaya dan menyembahNya, dan Isa tidak melarang tersebut, karena dialah Firman itu.
Tetapi Isa berseru kata-Nya: "Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus Aku; dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku (Yohanes 12:44-45)
Kata Isa kepada mereka: “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku” (Yohanes 8:42)
Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia. (Yohanes 5:22-23)
Meskipun Isa melakukan banyak mujizat, seperti membangkitkan Lazarus yang telah mati, orang buta sejak lahir dibuatNya dapat melihat, dan masih banyak mujizat lainnya, namun para ulama Yahudi tetap tidak percaya akan keilahianNya, dan justru menganggap Isa melakukan mujizat dengan kuasa setan. Tentu bisa saja saat itu Isa dengan segala kuasaNya menunjukkan keilahianNya sehingga setiap orang menyembahNya, namun dalam konsep Nasrani, Isa datang kedunia bukan untuk mengharapkan sembah dari manusia;
sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. (Matius 20:28)
Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan. (Matius 20:19)
Tujuan utama kedatanganNya ke dunia adalah menyelamatkan manusia melalui kematiannya dan kebangkitannya;
Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. (1 Korintus 15:21)
Adalah hal yang mudah bagi Allah untuk “show off”, menunjukkan keberadaanNya sebagai Yang Maha Kuasa baik terhadap mereka yang atheis, kristen, Islam, atau apapun agamanya, sehingga tidak terjadi saling bunuh karena saling klaim bahwa tuhannya yang paling benar. Namun mengapa hal tersebut tidak dilakukan Allah? Sehingga sepertinya Allah bermain petak umpet terhadap sebagian manusia? Kemudian menghukum mereka dengan api neraka yang membara karena gagal menemukanNya. Menurut perspektif Kristen, hal ini akan bertentangan dengan hukum keadilanNya dalam rancangan penyelamatan manusia yang akan dibahas dibagian selanjutnya dari artikel ini.
Orang orang pada masa Isa, para saksi mata dapat melihat keilahiannya, sehingga menyembahnya, dan rela mati baginya. Sementara orang orang dimasa kini, seringkali hanya melihat sosok kemanusiannya, tanpa melihat sosok keilahiannya, sosok adikodrati yang ada didalam Isa Al Masih.
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Matius 11:28)
"Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni." (Matius 9:2)
“Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi”. (Yohanes 6:35)
"Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.” (Yohanes 11:25)
"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6)
"Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12)
3. Jika Isa Al Masih dipahami sebagai Firman Allah, mengapa ia disembah? Bukankah Firman atau Kalam adalah salah satu sifat Allah? Umat Islam sendiri tidak pernah menyembah Al Quran.
Menurut Paus Shenouda III, terdapat perbedaan perspektif Islam dan Kristen mengenai Firman Allah. Dalam Islam firman hanya terbatas pada satu sifat Allah, yaitu kalam, berbicara, atau berkata-kata. Sedangkan dalam Kristen, Firman (huruf F besar) atau Logos yang mengacu pada Isa, diartikan sebagai keseluruhan sifat Allah, bukan hanya satu sifat Allah. Seperti kebanyakan orang melihat Al Quran hanya sebagai susunan huruf-huruf dalam suatu bahasa (kalam lafdzi) yang adalah makhluk, namun tidak melihat Al Quran yang qadim, yang adalah sifat berkehendak dan berbicara dari Dzat Allah (kalam nafsi), dimana sifat-sifat Allah melekat dan qadim sebagaimana Dzat Allah.
Allah adalah kesatuan Dzat (Bapa) dan Sifat-Nya (Firman), keberadaan sifat disebabkan karena adanya Dzat dan keberadaan Dzat hanya bisa dinyatakan dengan adanya sifat, sehingga melalui hubungan tersebut Allah telah membuka celah yang bisa dimasuki oleh akal manusia untuk mengetahui hakikat Dzat-Nya. Karenanya dalam Injil tertulis; “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.”
Seperti perumpamaan Cyril dari Aleksandria mengenai tubuh dan jiwa, semisal seseorang mengagumi Soekarno Sang Proklamator, apakah yang dikagumi? Otak dan tubuh secara fisik atau pikiran-pikiran Soekarno? Padahal Dzat Allah tidak dapat diserupakan seperti manusia yang berfisik, dan Dzat Allah tidak dapat dipisahkan dari sifat-Nya. Sehingga menurut perspektif Kristen, meskipun dibedakan, Firman adalah Allah itu sendiri. Karenanya menyembah Isa adalah menyembah keilahianNya sebagai Firman (kalam nafsi), bukan menyembah kemanusiaanya sebagai makhluk (kalam lafdzi). Seperti perkataan Isa;
"Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus Aku; dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku” (Yohanes 12:44-45).
Keilahian Isa adalah Firman Allah (kalam nafsi), namun ucapan Isa, firman Isa bukanlah tuhan / ilah, karena ucapan tersebut adalah kalam lafdzi yang berupa susunan huruf-huruf dalam suatu bahasa yang tidak qadim.
4. Mustahil Tuhan mati, yang mati disalib bukan Isa Al Masih, tapi seseorang diserupakan seperti Isa (Qs 4:157)
Seperti halnya mushaf Al Quran adalah kertas, dia bisa hancur dan musnah. Ingat ketika Kalifah Utsman membakar ribuan Al Quran yang berbeda dengan versinya dia? Hal yang ditentang sebagian kaum Syiah hingga saat ini. Jika kitab Al Quran akibat suatu hal terbakar, apakah Dzat Allah itu juga ikut terbakar dan musnah? Tentu saja tidak! Kalam Nafsi qadim (kekal/abadi) seperti halnya Dzat Allah. Demikian pula ketika Isa disalib dan mati, yang mati bukanlah Dzat Allah, karena Dzat Allah tidak tersentuh oleh kematian. Yang mati adalah tubuh fisik manusianya, sama seperti mushaf Al Quran yang bisa koyak dan hancur.
Dalam Islam memang terdapat perbedaan dalam penafsiran Kalam Nafsi dan Kalam Lafdzi. Golongan Muktazilah mengatakan bahwa Al Quran adalah hadis (baru/ciptaan/makhluk), karena jika Al Quran dikatakan qadim, berarti ada yang qadim selain Allah, dan ini hukumnya syirik, karena mereka tidak membedakan kalam Nafsi dan Kalam Lafdzi. Sedangkan kelompok lain seperti Asyairah mengatakan Al Quran itu qadim, hal yang diikuti oleh mayoritas Sunni saat ini.
Kembali ke penyaliban Isa, dalam perspektif Kristen peristiwa penyaliban, kematian, dan kebangkitan kemanusiaan Isa adalah kehendak dan rencana keilahian Isa sendiri, yang sudah tersirat didalam Taurat. Kita dapat mempelajarinya dari sumber-sumber Kristen. Namun dalam Surat An-Nisa 157 tersirat bahwa Allah tidak mengizinkan Isa untuk dihina dan dibunuh dengan cara disalib, lalu Allah melakukan penipuan dengan "melenyapkan" Isa secara diam-diam dari kayu salib, dan menggantinya dengan seorang yang menyerupai Isa demi membohongi ratusan saksi mata disana. Sejak kapan Isa digantikan? Apakah saat membawa salib disepanjang jalan kota Yerusalem? Ataukah saat sudah terpaku di tiang salib? Lebih logis bila Allah tidak merencanakan atau mengizinkan peristiwa penyaliban sama sekali, jika akhir ceritanya adalah “penipuan” seperti itu. Apakah makna dari "dilenyapkannya" Isa secara diam-diam sambil mengelabuhi (Bahasa Alquran Qs 3:54 "menipu-daya")?
Dan anehnya, dalam Al Quran Allah tidak memberikan kelanjutan mengenai kisah diserupakannya Isa ini, sehingga muncul asumsi asumsi apakah yang terjadi setelahnya. Dalam Islam sendiri terdapat perbedaan penafsiran mengenai kematian Isa ini. Ada ulama yang menyatakan teori Isa memang disalib, namun tidak sampai meninggal. Yang lain menyebutkan bahwa Isa sama sekali tidak disalib, Yudaslah yang disalib diserupakan sebagai pengganti Isa, lalu Isa wafat sebagaimana manusia biasa. Beberapa ulama lain berpendapat bahwa Isa tidak wafat, melainkan diangkat tubuh dan rohnya ke haribaan Allah.
5. Manusia yang berdosa, mengapa Tuhan yang mati untuk menebus dosa?
Kembali lagi kita mengambil persoalan dalam Ilmu Kalam, bahwa sifat-sifat dan Asma Allah tidak mungkin saling bertentangan. Allah Maha Adil yang akan menghukum setiap yang bersalah dengan hukuman yang pantas baginya. Namun Allah disaat yang sama juga Maha Pengampun yang akan memberikan pengampunan atau amnesti bagi setiap orang yang bersalah. Secara logika mungkinkah menghukum secara adil karena kesalahannya dan di saat yang sama memberikan ampunan berupa pembebasan hukuman atau amnesti. Jadi, jika Tuhan maha adil, berarti Ia tidak maha pengampun, karena keadilan tidak mengenal ampunan, keadilan adalah menghukum sesuai kesalahan.
Nah itulah pemahaman kita, amat kontradiktif bukan Asma Allah? Yang perlu diketahui, bahwa dalam perspektif Yahudi, dosa adalah hutang;
“dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (Matius 6:12)
Kata "kesalahan" dalam terjemahan bahasa Indonesia berasal dari kata Yunani "οφειλο - opheilo", arti harafiahnya adalah hutang. Ayat tersebut dalam terjemahan Inggris NIV berbunyi; “Forgive us our debts, as we also have forgiven our debtors.” Artinya; “ampunilah hutang-hutang kami seperti kami mengampuni orang yang berhutang kepada kami”. Jadi pengampunan dosa itu ibarat seseorang yang memiliki hutang namun dianggap lunas oleh si kreditor dimana si kreditor mengambil alih kerugiannya, ada harga yang harus dibayar. Penebusan berarti membayar lunas semua hutang-hutang tersebut.
McDowell memberikan analogi dari pengampunan dan penebusan ini;
Ada seorang wanita muda yang tertangkap di diskotik ketika sedang diadakan razia narkoba oleh aparat negara. Ia dihadapkan ke meja hijau. Jaksa penuntut membacakan dakwaan dan tuntutan. Maka, sang Hakim-pun bertanya kepada si tertuduh : “Anda bersalah atau tidak bersalah?” Gadis tersebut mengaku bersalah, minta ampun dan ingin bertobat. Namun sang Hakim yang adil itu tetap mengetuk palunya mendenda Rp. 10,000,000.-- atau penjara 3 bulan. Tiba-tiba terjadi hal yang mengagetkan semua orang dalam sidang tersebut. Sang Hakim turun dari kursinya sambil membuka jubahnya. Ia segera menuju kursi si terhukum, mengeluarkan uang 10juta dari tasnya untuk membayar denda si gadis. Mengapa? Ternyata sang hakim tersebut adalah bapak dari si gadis. Walau bagaimanapun cinta bapak tersebut kepada anak gadisnya, ia tetaplah Hakim yang adil dan tidak bisa berkata : “Aku mengampuni kamu, karena kamu menyesal dan bertobat”. Atau mengatakan : “Karena cintaku kepadamu, maka Aku mengampuni kesalahanmu”.
Hukum Keadilan tidak memungkinkan sang Hakim mengampuni dosa anaknya dengan sesukanya “tanpa prosedur harga”. Maka ia yang begitu mengasihi anaknya bersedia turun dari kursi dan menanggalkan jubah kehakimannya, lalu menjadi wali untuk menebus denda tersebut. Inilah jalan satu-satunya bagi seorang hakim yang adil untuk memberi pengampunan bagi seorang terhukum yang dikasihinya.
Inilah analogi dari manifestasi Allah sebagai Maha Pengampun, Maha Pengasih, dengan segala AsmaNya, karenanya Ia membayar tebusan dosa manusia kepada Hukum dan KetetapanNya. Perihal kematian Isa sebagi tebusan, mari kita cermati beberapa ayat berikut;
Yohanes melihat Isa datang kepadanya dan ia berkata "Lihatlah anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia" (Yohanes 1:29)
Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Isa Al Masih, Tuhan kita. (Roma 6:23)
Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Al Masih yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. (1 Petrus 1:18-19)
Sebab juga Al Masih telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh (1 Petrus 3:18)
Petrus menjelaskan bahwa darah dosa, gen dosa manusia, harus ditebus dengan darah yang kudus, gen kudus, dan itu hanya ada pada kemanusiaan Isa yang dilahirkan oleh roh kudus, tanpa benih seorang bapak manusia.
Inilah perbedaan perspektif lainnya antara Islam dan Kristen. Seperti halnya Kristen, Islam mengakui keistimewaan manusia Isa yang lahir dari ibu tanpa seorang bapak dan tak tersentuh dosa;
Dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari (roh) ciptaan Kami; dan Dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat. (QS At Tahriim 12)
Ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci". (QS Maryam 19)
Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia. (QS Ali Imran 59)
Mengapa dari milyaran manusia setelah Adam, dari puluhan nabi setelahnya hanya Isa saja yang diciptakan dengan kun fayakun? Hanyalah kebetulan saja atau ada tujuan dan rencana dibalik penciptaan kemanusian Isa tersebut? Dalam Islam keajaiban manusia Isa yang lahir tanpa seorang bapak tidak berarti apa apa, tidak ada maksud istimewa Allah membelokkan proses alamiah terlahirnya manusia. Sedangkan dalam perspektif Kristen, Allah memiliki tujuan dalam kelahiran manusia Isa melalui rahim Maryam tanpa seorang bapak, yaitu kelahiran manusia yang tidak tersentuh kodrat dosa, gen dosa Adam.
Dalam konsep Kristen meskipun Maryam adalah manusia berdosa, namun buah kandungannya, yaitu manusia Isa adalah suci, tidak berdosa. Rahim Maryam hanya sebagai tempat, benih manusia Isa berasal dari Roh Kudus yang suci, bukan hasil pertemuan sel telur dan sperma manusia. Dalam kandungan Maryam darah Isa tidak bercampur dengan darah sang ibu, dimana kemanusiaan Isa lahir sebagai orang Yahudi. Karenanya Isa berkata; Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa (Matius 26:28).
Ia sendiri telah memikul dosa kita didalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh (1 Petrus 2:24).
Ayat tersebut menyiratkan bahwa sekalipun Firman Allah sama sekali tidak merasakan atau dapat disentuh maut, tetapi dengan kematian tubuh dan jiwa manusiawi Isa Al Masih tersebut, Allah turut berbela-rasa terhadap umatNya.
6. Berarti sekarang orang Kristen bebas bertindak seenaknya, bukankah dosanya sudah ditebus!
Baik Kristen maupun Islam mengimani jika Isa Al Masih akan menjadi Hakim Agung di akhir jaman nanti. Dalam beberapa hadist disebutkan bahwa Isa akan menjadi hakim atas seluruh umat manusia. (Hadist Bukhari 55:657, Hadist Bukhari 55:658) Perbedaannya bahwa dalam Islam, Isa akan menegakkan risalah Muhammad. Perbedaan seperti ini wajar, Yahudi mengkafirkan Isa sebagai Al Masih, Kristen menolak Muhammad sebagai nabi terakhir, karena Isa adalah Alfa Omega, yang awal dan akhir. Islam menolak mengakui Ahmad Qulam Mirza (Ahmadiah) dan Bahaullah (Bahai) sebagai nabi terakhir. Namun dalam hal Isa sebagai Hakim Akhir Zaman, Islam dan Kristen berpandangan sama, bahwa yang memutuskan umat manusia masuk neraka atau surga adalah Isa Al Masih saat Hari Kiamat nanti, dan Isa adalah Tuan atas Hari Kiamat. Perhatikan ayat berikut;
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS Luqman:34)
“Dan sesungguhnya ‘Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang Hari Kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang Kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus.” (QS Az-Zukhruuf: 61)
Kedua ayat diatas bila dipahami menurut konsep Islam akan bertentangan bukan? Tapi ayat tersebut selaras dengan konsep Kristen. Jika Isa sudah melakukan penebusan, namun mengapa saat kiamat Ia masih melakukan penghakiman atas dosa-dosa manusia?
Dalam kekristenan dikenal konsep “dosa asal”, atau lebih tepatnya disebut “buah dosa Adam”, penafsiran konsep ini tidak disetujui beberapa aliran dalam Kristen, namun secara mayoritas Kristen maupun Katolik menganut konsep ini.
Menurut aqidah Kristen, Allah menciptakan manusia sesuai dengan citra / gambar / rupa Allah (Kej 1:26-27), tafsiran BIS dikatakan “seperti Kita dan menyerupai Kita.“
Karena seperti Allah, hakikat awal manusia itu mulia, berakal budi, dan berkehendak bebas. Namun bagaimanapun manusia adalah ciptaan, makhluk, terbatas diluar “KeMaha / KeMutlakan” Allah. Seperti halnya gelas, diciptakan sempurna, namun bisa saja pecah.
Lalu apa tujuan utama Allah menciptakan manusia? Diluar Asma Allah sebagai Maha Pencipta, yang menuntutNya untuk Mencipta, pasti ada tujuan utama Allah menciptakan manusia. Inilah pertanyaan hakiki setiap orang yang mengaku beragama, yang menjadi perdebatan sepanjang masa antara mereka yang berTuhan (theis) ataupun tak berTuhan (atheis).
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56)
“Sesungguhnya Aku ingin menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 30)
Ayat Al Quran tersebut kurang lebih pararel dengan ayat pada Perjanjian Lama;
“semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaanKu, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!” (Yesaya 43:7)
Apakah Allah menciptakan manusia hanya untuk sekedar menyalurkan hobby seperti kita memelihara burung dalam sangkar lalu burung itu mengeluarkan kicauannya untuk menyenangkan hati kita? Atau ingin membuat semacam “fans club”, untukNya yang setiap saat setiap waktu selalu sujud, dan memuja-muja Dia? Lalu untuk apa? Mengapa seolah-olah Tuhan ingin disembah-sembah oleh makhluk ciptaanNya sendiri. Apa gunanya?
Dan apa yang dikatakan Isa Al Masih tentang manusia;
“Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.” (Lukas 6:35)
Isa memberikan gelar manusia sebagai “anak-anak Allah”. Kodrat awal manusia diciptakan adalah sebagai “anak-anak Allah”, dan tetap seperti itu juga tujuan akhirnya. Ayat lain dalam Injil menyebutkan mengenai anak-anak Allah ini;
“Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan.” (Lukas 20:36)
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. (Matius 5:9)
“Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.” (Yohanes 1:12-13)
Isa mengajarkan bahwa manusia hendaknya memanggil Allah dengan sebutan “Bapa” (Matius 6:9), karena kodrat manusia adalah sebagai “anggota keluarga Allah” (Efesus 2:19). Manusia dicipta untuk hidup kekal bersama-sama dengan Allah dalam Kerajaan Sorga, inilah tujuan awal. Dan meskipun Allah mengetahui bahwa manusia karena kehendak bebasnya memilih untuk melanggar perintahNya dan mengikuti bujuk rayu Iblis,”show must go on”, tujuan tersebut tetaplah sama.
Kitab Kejadian menceritakan bagaimana awal mula manusia terjerumus ke dalam dosa. Akan banyak penafsiran mengenai makna sesungguhnya dari perumpamaan / metafora yang terlukis dalam Kitab Kejadian ini;
“”Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kej 2:16-17)””
Bukan hanya pohon PENGETAHUAN saja yang ada ditaman tersebut (Eden / bukan Surga), namun juga pohon KEHIDUPAN (Kej 2:9), pohon yang buahnya adalah kehidupan abadi (Kej 3:22) yang bebas untuk dimakan. Artinya dari semula Allah telah berencana agar manusia hidup abadi bersamaNya. Namun karena keputusan manusia untuk melanggar larangan Allah, dan ingin menjadi seperti Allah (Kej 3:5), maka manusia harus menanggung konsekwensi kematian seperti yang telah digariskan Allah sebelumnya (Kej 2:16-17).
Akibat langsung dari dilanggarnya perintah Allah tersebut adalah dikeluarkannya manusia dari Taman Eden, ini berarti keterpisahan manusia dengan penciptanya, karena di Eden manusia begitu dekat dengan penciptanya, inilah kematian rohani. Kesucian citra Allah yang ada dalam diri manusia kini telah rusak, telah tercemar dengan pengetahuan buruk / jahat, inilah kematian moral.
Apakah konsep dosa asal ini adil? Tidak bertentangan dengan kemahaadilan Allah? Menimpakan dampak kesalahan Adam kepada seluruh umat manusia? Dalam Bible tertulis, “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku” (Mazmur 51:5). Menurut konsep kristen manusia berdosa sejak dalam kandungan, karena kodrat kesuciannya telah tercemar, bibit Adam dan Hawa telah berdosa, maka semua buah keturunannya turut tercemar dosa. Dosa asal bukanlah hukuman kepada seluruh manusia yang tidak melakukan kesalahan, namun adalah akibat rusaknya kodrat Adam, gen kudus Adam telah menjadi gen dosa. Seperti pohon yang berbuah pahit, akan seterusnya berbuah pahit, harus ada perubahan genetik hingga membuatnya menjadi manis.
Inilah "Natur / kodrat berdosa" atau tabiat berdosa keseluruhan umat manusia, yang berbeda dengan "perbuatan dosa individu". Bayi yang baru dilahirkan tidak akan berbuat dosa tetapi ia sudah berada dalam "keadaan" atau "tabiat" dosa, seorang anak sudah berpotensi mengalami kematian jasmani, hal yang tidak terjadi jika manusia tak berdosa. Akibatnya meskipun tidak ada yang mengajarkan seorang anak bagaimana berdosa, namun secara alamiah dia mengikuti keinginannya yang salah dan menghasilkan dosa-dosa seperti berbohong, mencuri, dan membenci.
Dan akibat tak langsung dengan diusirnya manusia dari taman Eden adalah kematian badaniah. Manusia yang kodratnya abadi bersama Allah harus mengalami proses menuju kematian jasmaniah, “dari tanah akan menjadi tanah”. (Kej 3:19). Jika tubuh jasmaniah telah mati, maka roh yang tercemar dosa tidak mungkin bersatu dengan Allah di surga. Tabiat dosa akibat kehendak bebas manusia inilah yang menyebabkan kematian dan penderitaan bagi manusia.
Vonis “pastilah engkau mati" (Kej 2:17), baik kematian jasmani ataupun rohani adalah kepastian yang dialami siapa saja yang merupakan keturunan Adam. Adakah hukum negara di dunia ini yang dapat mengganti vonis mati dengan perbuatan baik, dengan amal ibadah? Jika ada, perbuatan baik seperti apa yang dapat menebus hukuman mati yang telah diputuskan suatu pengadilan?
Mengulang jawaban pada point 3 diatas bahwa Allah adalah Maha Adil dan disaat bersamaan Allah juga Maha Pengampun. Setiap manusia penting dan berarti bagi Allah, setiap manusia adalah anggota keluarga Allah, karenanya dari awal Allah ingin menyelamatkan manusia. Melupakan begitu saja dosa manusia tanpa menghukumnya berarti bertentangan dengan kemahaadilanNya. Disamping itu ketidaksucian manusia tidak dapat bersatu dengan kesucian Allah.
Lalu bagaimana? Menjatuhkan hukuman namun disisi lain Allah menghendaki manusia terhindar dari hukuman. Hutang tercemarnya kesucian Adam harus dibayar dengan kesucian manusia lain. Hutang hukuman kematian manusia harus dibayar dengan kematian manusia juga. Adakah manusia yang suci dan tak berdosa? Tidak ada! Satu satunya cara hanya Allah sendiri yang harus menebus / membayar hutang hukuman manusia tersebut dengan mengambil wadah manusia.
“Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kej 3:15)
Menurut para ahli Bible, ayat diatas adalah ramalan pertama tentang nuzulnya Isa Almasih. Allah menyebut “keturunan perempuan”, bukan “keturunan laki-laki”, atau “keturunan kalian (laki-laki dan perempuan)”. Isa adalah satu-satunya manusia yang hanya berasal dari “keturunan perempuan”, tanpa adanya benih laki-laki. Melalui Isa, kalamullah nuzul dalam wujud manusia, daging yang dapat menderita dan mati.
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”. (Yohanes 3:16)
“Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus”. (Roma 5:17)
Berdasar ayat tersebut, Paus Shenouda III menjelaskan, kemanusiaan Isa adalah kudus suci, tanpa tersentuh dosa, tanpa membawa gen dosa, karenanya Isa Almasih adalah pengganti / subtitusi dari “terhukum mati”, yaitu seluruh dosa keturunan Adam. Kematian Isa menunjukkan bahwa hukuman itu telah dieksekusi, namun tidak berhenti disitu, Isa kemudian mengalahkan kematian, hidup kembalinya Isa dari kematian menunjukkan kembalinya kodrat hidup abadi manusia bersama Allah. Bangkitnya Isa menunjukkan hukuman mati semua keturunan Adam akan berganti menjadi kehidupan abadi bersama Allah, saat Isa turun untuk kedua kalinya.
“Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah.” (Markus 16:9)
Dalam tradisi Yahudi, kata “kanan” digunakan sebagai simbol kekuasaan, sedangkan “duduk” (kathizo) memiliki arti ganda “tinggal“. Makna “duduk di sebelah kanan Allah” dalam tradisi Yahudi diartikan tinggal dalam kekuasaan / kemuliaan Allah. Kalamullah yang qadim kembali pada Dzat Allah. Karena Allah adalah roh, sehingga mustahil secara harafiah dikatakan dikanan atau dikiri. Seperti halnya yang tertulis dalam Injil Yohanes sebelumnya, bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah, namun disaat bersamaan Firman itu adalah Allah.
Dalam kekristenan dikenal pengadilan khusus dan pengadilan umum. Isa akan mengadili baik mereka yang hidup dan yang mati (1 Petrus 4:5). Pengadilan khusus adalah saat dimana Sang Firman menghakimi JIWA manusia secara pribadi / perorangan, sesaat setelah kematiannya, dimana diputuskan jiwa tersebut masuk surga, masuk neraka, atau masuk api penyucian (jika ia meninggal dalam keadaan taat pada Allah, namun harus dimurnikan dahulu).
Sedangkan pengadilan umum adalah pengadilan akhir zaman setelah kebangkitan badan, saat seluruh keturunan Adam diadili jiwa dan badan di hadapan semua makhluk. Pada pengadilan umum inilah segala perbuatan baik dan jahat diumumkan / diketahui oleh semua makhluk. Orang yang baik mendapat penghargaan di hadapan semua makhluk, dan sebaliknya, orang yang jahat menerima hukuman di hadapan semua makhluk.
Jadi jelas, penebusan tidak serta merta membebaskan orang dari ketaatan terhadap perintah Allah semasa orang itu hidup, karena disaat seseorang menemui ajal, pengadilan Allah menantinya. Dampak penebusan akan terjadi setelah seseorang meninggal, namun keputusan untuk mau menerima rahmat penebusan diambil saat orang itu hidup. Menurut ajaran Kristen, ketika seseorang mengimani Isa Al Masih adalah Firman Allah, dan dilahirkan kembali, dicipta ulang, dari gen dosa menjadi gen kudus, maka otomatis orang itu sudah menerima tiket penebusan. Seperti tertulis;
Isa menjawab, kata-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah”. Kata Nikodemus kepada-Nya: “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?” Jawab Isa: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh adalah roh”. (Yohanes 3:3-5)
Dan sebagai rasa syukur atas rahmat Allah itu, maka manusia diwajibkan mengikuti perintah Allah. Jadi menurut perspektif kristen, surga atau keselamatan itu adalah rahmat, pemberian cuma-cuma dari Allah, karena besar kasih sayangNya kepada manusia. Sehingga manusia diingatkan untuk tidak sombong, merasa bahwa surga adalah hasil kerja kerasnya sendiri, hasil dari amal ibadahnya. Orang berbuat baik bukan untuk mendapatkan surga, namun sebagai rasa syukur karena rahmat surgawi yang telah didapatnya. Keselamatan dari penebusan adalah sebab, sedangkan taat, beramal, dan berbuat baik adalah akibat. Dalam Injil tertulis;
Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan! (Matius 7:21-23)
Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan- perbuatan adalah mati. (Yakobus 2:26)
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Isa Al Masih untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. (Efesus 2:8-10)
Iman yang penuh adalah iman yang disertai dengan perbuatan melaksanakan perintah Allah. Dan penghakiman adalah pertanggungjawaban penebusan yang telah diterima seseorang. Perspektif inilah yang sering disalah pahami oleh sebagian orang, karena dalam pemahaman Islam, surga adalah perhitungan (timbangan / al mizan) pahala dan dosa;
"Barang siapa berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat beruntung. Dan barang siapa yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri mereka kekal di dalam neraka Jahanam. Wajah mereka dibakar dengan api neraka, dan mereka di neraka dalam keadaan muram dengan bibir yang cacat" (Qs 23:102).
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, maka bagi mereka surga-surga tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang telah mereka kerjakan” [QS. As-Sajdah : 19].
Dalam Al Quran, surga adalah upah / balasan dari amal saleh (QS. Az-Zukhruf : 72, QS. Ath-Thuur : 17-19, QS. An-Nahl : 32), sehingga dalam Al Quran dikenal malaikat pencatat amal baik buruk (Ar-Ra’du 10-11, Al Infithaar 10 – 11, Qaaf 50:16 – 18, Az-Zukhruf 80). Dalam Al Quran tidak ada satupun dalil bahwa surga adalah karena rahmat Allah. Meski demikian terdapat perdebatan dan perbedaan penafsiran, karena terdapat hadis yang bertentangan, yang menyebutkan surga adalah rahmat Allah. Namun sekali lagi, perbedaan penafsiran seperti ini adalah wajar.
Uraian diatas menjelaskan bahwa dalam perspektif kristen ketika seseorang menerima penebusan Isa, maka ia selamat. Namun dapatkah orang itu mempertanggungjawabkan keselamatan yang telah diperolehnya dengan ketaatan pada perintah Isa?
7. Benarkah Kristen adalah agama buatan Paulus Tarsus? Paulus pula yang menyesatkan ajaran asli Isa Al Masih yang disebut Nasrani sehingga menjadi Kristen penyembah tiga tuhan hingga saat ini.
Jika kita menelisik sumber-sumber Islam kuno, justru menegaskan bahwa Paulus adalah murid Isa, yang mendakwahkan tauhid, sama seperti rasul lainnya. Berikut beberapa contohnya;
Ibnu Kathir atas tafsir QS Ya-Sin 14 ;
“(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu". (kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga) berarti, Kami mendukung dan memperkuat mereka dengan Utusan (Rasul) yang ketiga. Ibn Jurayj meriwayatkan dari Wahb bin Sulayman, dari Shu'ayb Al-Jaba'i, "Nama kedua Utusan (Rasul) yang pertama adalah Sham'un dan Yuhana, dan nama yang ketiga adalah Bulus, dan kota yang dimaksud adalah Antiokia (Antakiyah). (sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu). Berarti, dari Tuhanmu yang menciptakan kamu dan yang memerintahkan kamu menyembah Dia, tanpa menyekutukan-Nya. Ini adalah pendapat Abu Al-Aliyah Qatadah bin Diamah yang menyatakan bahwa mereka adalah utusan dari Al Masih, yang dikirim kepada orang-orang Antiokia. Sham’un adalah nama Arab untuk Simon (Petrus), Yuhana adalah Yohanes, dan Bulus adalah Paulus, yang adalah rasul rasul penyembah satu Tuhan.
http://www.alim.org/library/quran/AlQuran-tafsir/TIK/36/13
Ibnu Ishaq (85 H – 151 H)
Sumber :
Sirah Ibnu Ishaq – Kisah Sejarah Nabi Tertua,
Muhammad bin Yassar bin Ishaq
Muhammadiyah University Press, 2003, jilid 3, halaman 200
Setiap orang dari mereka yang menguasai bahasa suatu negeri, dia akan dikirim ke negeri tersebut. (Isa berkata : “Inilah apa yang telah ditetapkan Allah yang harus kalian patuhi, maka berangkatlah”) Mereka yang dikirim Isa putra Maryam, baik para pendeta maupun mereka yang datang sesudahnya, dinegeri itu adalah : Petrus sang murid dan Paulus yang ikut bersamanya, (Paulus termasuk dari para pengikut tetapi bukan seorang murid) ke Roma, Andreas dan Matius ke negeri para kanibal, Thomas ke negeri Babel di negeri sebelah timur, Filipus ke Carthage yang terletak di Afrika, Johanes ke Efesus, kota dimana pernah tinggal para pemuda al Kahfi, Yakobus ke Yerusalem, yang adalah Aelia kota suci tempat kuil berada, Bartholomeus ke Arab yang merupakan negeri Hijaz, Simon ke negeri Berbers , Yudas yang bukan termasuk diantara murid Yesus dikirim ke Judas.
Dalam catatan Ibnu Ishaq diatas menunjukkan bahwa Paulus adalah rekan Petrus, yang diutus ke Roma. Ibnu Ishaq juga memberi informasi bahwa kisah Ahsabul Kahfi (penghuni gua) dalam Al Quran, atau Seven Sleepers adalah sebuah peristiwa yang terjadi di Efesus. Legenda yang bercerita mengenai tertidurnya 7 orang Kristen akibat masifnya penganiayaan dan pembunuhan terhadap pengikut Isa, dan terbangun saat Kristen telah diakui sebagai agama negara itu justru diadopsi menjadi sebuah kisah dalam Al Quran.
Jika sejarahwan muslim kuno menganggap Paulus adalah murid Isa yang benar, kenapa justru dimasa kini Paulus dianggap sebagai penyesat? Padahal berdasar Bible Paulus juga pernah berdakwah ke tanah Arab. Paulus adalah ulama termuka Yahudi, yang sebelumnya memburu pengikut Isa untuk dibunuh. Bible menulis karena hidayah dari Isa, ia berbalik menjadi pengikut Isa. Seandainya Paulus menyesatkan apa motivasinya? Dengan mengakui sebagai pengikut Isa saat itu berarti siap menderita, diburu dan dibunuh juga? Dan terbukti disepanjang hidupnya sebagai pengikut Isa ia dipenjara dan mati dipenggal di Roma.
Lagi lagi pokok permasalahan tuduhan tersebut adalah kesalahpahaman sebagian orang terhadap hakekat Allah dalam kepercayaan Kristen seperti yang telah dijelaskan dalam artikel ini. Permasalahan lain adalah mengenai hukum Taurat menurut pandangan Paulus, yang sebenarnya sesuai pandangan Isa, seperti yang tertulis dalam Injil tentang kisah orang Samaria; Jawab Isa kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Isa kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." (Lukas )
Dalam bagian lain Isa berkata; “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” (Matius 5:17) Hukum Taurat menurut konsep Yahudi berisi hukum moral seperti 10 perintah Allah, hukum seremonial, atau adat Yahudi, seperti korban bakaran, sunat, makanan haram, berpakaian dsb, dan hukum yudisial seperti hukuman cambuk atau hukum rajam untuk kesalahan tertentu.
Isa adalah penggenapan hukum Taurat, terdapat banyak ayat dalam Injil mengenai penggenapan hukum tersebut, salah satu contoh ayat seperti; Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu (Matius). Jadi perintah Taurat untuk membenci musuh, telah dibatalkan dan digenapi dengan perintah baru; Kasihilah musuhmu. Karenanya Paulus menulis; “sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera”. Dalam perspektif Kristen, Perjanjian Lama yang berisi hukum dan ramalan dalam Taurat dan kitab Nabi-Nabi masih ada, tidak dihilangkan, namun telah digenapi dengan Injil yang hidup, yaitu manusia Isa Al Masih dalam Perjanjian Baru.
Jadi dengan demikian pemikiran bahwa Paulus mengembangkan ajarannya sendiri yang berbeda dengan ajaran Isa justru bertolak belakang dengan yang tertulis di Bible. Dalam Kitab Para Rasul tertulis bahwa murid-murid Isa pada sidang pertama di Yerusalem dengan bimbingan Rohul Kudus telah bersatu pendapat bahwa pengikut Isa diluar suku Yahudi, tidak diwajibkan melakukan hukum seremonial Taurat dan adat Yahudi, seperti sunat dan makanan haram (Kisah 15).
Kemudian apakah Paulus membuat agama baru bernama Kristen? Jika kita membaca sejarah, jelas bahwa Kristen adalah nama yang diberikan orang orang Pagan Romawi terhadap pengikut Isa di Antiokia. “Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen." Kisah 11:26. Sedangkan Nasrani adalah sebutan para ulama Yahudi terhadap orang Yahudi yang percaya kepada orang Nasaret (Isa), Telah nyata kepada kami, bahwa orang ini adalah penyakit sampar, seorang yang menimbulkan kekacauan di antara semua orang Yahudi di seluruh dunia yang beradab, dan bahwa ia adalah seorang tokoh dari sekte orang Nasrani (Kisah 24:5). Para ulama Yahudi menuding bahwa Paulus adalah tokoh Nasrani, pengikut Isa orang Nasaret, sebuah sekte Yahudi dipandangan mereka.
Istilah Nasrani ini kemudian diadopsi Islam sebagai sebutan bagi para pengikut Isa. Hal ini dapat dimaklumi karena saat Muhammad hidup, disekitar Mekah terdapat beberapa komunitas Yahudi yang menyebut pengikut Isa sebagai Nasrani. Murid-murid Isa sendiri awalnya lebih memilih menyebut diri mereka sebagai pengikut "Jalan Allah" (Kisah 9:2, 13:10, 18:25, 19:9, 23, 22:4-5, 24:14, 22, Matius 22:16, Lukas 20:21), namun mereka tidak keberatan dengan sebutan Kristen atau Nasrani karena hal tersebut hanya sebatas nama yang dibuat oleh bahasa manusia. Jadi pendapat bahwa Paulus adalah nabi palsu dan membuat agama baru sama sekali tak berdasar, namun wajar dalam konteks propaganda keagamaan.
Kesalahpahaman lain adalah pandangan bahwa Isa Al Masih membawa sebuah agama bernama Nasrani. Padahal menurut perspektif Yahudi ataupun Kristen tidak ada seorang nabipun yang membawa sebuah nama atau merek ajaran, seperti sebuah merek pada barang dagangan. Sedangkan dalam perspektif Islam, Allah sudah memberi merek sendiri pada ajaran Muhammad yaitu Islam. “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan; telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan; telah kuridhoi Islam itu sebagai agamamu” (QS. Al Maidah 3).
Ditinjau secara antopologi agama, Kristen adalah sebuah sekte Yahudi, karena Isa adalah seorang Yahudi. Demikian pula Islam, beberapa orang menganggap Islam adalah sebuah sekte Kristen, hal ini dapat terlihat jelas dalam ayat Al Quran dan hadist-hadist sebelum masa hijrah Medinah. Walau Muhammad awalnya adalah seorang kafir, namun ia dekat dengan Pendeta Waraqah, pendeta itu pula yang pertama kali meyakinkan Muhammad atas wahyu kenabianNya. Kemudian bagaimana Muhammad mengambil jalan tengah antara Kristen dan Yahudi, mengakui kenabian Yesus namun menolak keilahiannya seperti ajaran sekte Kristen Ebonit. Jiwa syahid pengikut Muhammad sebelum masa hijrah juga diilhami kisah para martir Kristen seperti pada kisah Ahsabul Kahfi.
Tempat hijrah pertama pengikut Muhammad adalah Habasyah, yang adalah negara Kristen, dimana orang-orang Habasyah menganggap orang orang dari Mekah tersebut adalah orang Kristen, dan masih banyak bukti lain yang akan dibahas dalam artikel lain di situs ini. Sekte Kristen di Mekah ini berubah setelah mereka hijrah ke Madinah, dari ajaran damai ke ajaran perang setelah Allah memerintahkan pengikut Muhammad untuk melawan, membunuh para kafir dan merampasi harta mereka sebagai bagian dari harta yang dijanjikan Allah. Konsep keagamaan Muhammad pun berubah seiring dengan peningkatan kekuasaan politik dan militer yang dimilikinya.
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada Hari Akhir dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan AlKitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS At-Taubah 29).
Jika kita membaca asbabun nuzul dan tafsir atas ayat tersebut kita dapat mengerti apa sesungguhnya maksud ayat tersebut, khususnya perlakuan Muhammad terhadap kaum Nasrani yang tidak mau mengakuinya sebagai nabi. Dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam Jilid 2 Halaman 510-516, diceritakan pembatalan perjanjian Muhammad dengan orang2 musyrik, yang berimplikasi pada tidak diperbolehkannya kaum musyrik berhaji. Sebagian kaum muslim yang menjadikan haji sebagai ladang bisnis mengeluh akan hal tersebut, karena mereka akan kehilangan pelanggan, mereka kemudian berkata; “Pasar-pasar pasti akan ditutup dan kami tidak boleh memasukinya, akibatnya, perdagangan kami akan rusak dan hilanglah apa yang biasa kami dapatkan dari para mitra dagang kami.” Oleh karena itu, Allah berfirman;
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS At-Taubah: 28).
Maksudnya jika kaum muslim khawatir menjadi miskin, Allah akan memberikan kekayaan kepada kalian dari jalan yang lain. Dan jalan rezeki bagi muslim yang dibukakan Allah salah satunya adalah pajak jizyah dari kaum Ahlul Kitab (Nasrani dan Yahudi). Pembayaran jizyah oleh kaum Ahlul Kitab adalah pengganti dari ditutupnya pasar bagi muslim.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya menulis (4/3033), "Ketika kaum muslimin melarang orang-orang musyrik menghadiri manasik haji, padahal biasanya mereka membawa bahan pangan dan barang perdagangan, maka setan membisikkan ke dalam hati mereka rasa takut akan kemiskinan; kata mereka, “Dari mana kita hidup?' Maka Allah berjanji kepada mereka untuk mencukupi mereka dengan karunia-Nya." Kata adh-Dhahhak, "Allah membukakan bagi mereka pintu jizyah atas ahli dzimmah."
Ibnu Katsir menambahkan dari jalur Muhammad bin Ishaq bahwa ia berkata, "Orang-orang saling berkata satu sama lain; “Pasar benar-benar akan sepi, perdagangan akan lesu, dan keuntungan-keuntungan yang dahulu kita peroleh pun akan lenyap”. Maka Allah menurunkan firman-Nya, (QS 9:28-29) - Tafsir Ibnu Katsir (2/458).
Tidak ada sejarah mengenai kaum Nasrani memerangi Muhammad di masa tersebut, kesalahan mereka adalah tidak mau mengakui kenabian Muhammad, dan tunduk dibawah Islam. Karenanya dengan kekuasan militer yang dimilikinya Muhammad dapat memerangi dan memaksa kaum Nasrani agar membayar upeti bagi dirinya. Inilah contoh bahwa tahta dan kekuasaan dapat mengubah pandangan seseorang, bahkan dalam hal keagamaan.
Karena hal ini adalah wajar jika para Uskup pada abad 7 dan 8 menganggap Islam adalah sebuah sekte Nasrani. Misalnya John of Damascus, uskup Suriah yang hidup pada abad ke 7, pada masa Kekhalifahan Umayyah, menyatakan bahwa Islam hanyalah sebuah sekte atau aliran radikal sesat dari Kristen, yang diciptakan oleh nabi palsu bernama Muhammad, yang memiliki kesalahpahaman tentang ketuhanan Yesus. Beberapa pakar modern juga menyatakan hal yang sama, Islam hanyalah sebuah sekte atau aliran sesat dalam Kristen, sedikit banyak serupa dengan agama Mormon, sebuah sekte Kristen yang memiliki pandangan berbeda mengenai ketuhanan Yesus, namun mengeluarkan kitabnya sendiri “Book of Mormon”, dan juga memiliki nabinya sendiri Joseph Smith, orang-orang Barat menyebutnya “The Modern Muhammad”.
Tentu beberapa orang menolak jika Islam dikatakan sebagai sekte Nasrani, sebagaimana sebagian orang menolak jika Bahai dikatakan sebagai sebuah sekte Islam, meski Bahai lahir dalam lingkungan Islam. Seperti halnya Islam menyebut sebagai agama penyempurna, demikian pula Bahai yang menyebut sebagai agama terupdate yang menyempurnakan Islam dan seluruh agama didunia. Bahai mengakui Muhammad sebagai nabi, namun tidak menganggap dia sebagai nabi terakhir, masih ada nabi-nabi setelahnya. Bahai juga mempunyai kitab suci Aqdas, sebagai penyempurna Al Quran dan seluruh kitab-kitab sebelumnya.
PENUTUP
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara Islam dan Kristen dalam menafsirkan konsep ketuhanan. Sebagaimana Tauhid dalam Yahudi dan Islam, umat Kristen pun memahami Tauhid dalam konsep yang lebih detail, karenanya ketiga agama tersebut disebut agama samawi, karena memiliki satu ilah yang sama, Allah. Dengan jalur semitik yang sama pula, kemudian muncullah agama Bahai, sebagai kelanjutan wahyu dan penyempurna agama-agama yang telah ada sebelumnya. Terlepas dari klaim kebenaran masing-masing agama, adalah keharusan bagi kita untuk memahami ajaran-ajaran agama yang ada, sehingga setiap kita dapat bertoleransi terhadap keyakinan yang berbeda, meski kita tidak mengimani atau mempercayainya.