SEJARAH SINGKAT MUHAMMAD
Kita selalu berpikir bahwa orang-orang yang disebut teroris seperti Amrozi, atau Imam Samudra adalah orang-orang sesat, yang menafsirkan Islam secara salah. Dilain pihak mereka justru menyebut para ulama dan pemerintah sebagai pelindung dan benteng kekafiran (1).
Mengapa mereka memiliki pemikiran seperti itu? Apakah kekerasan dan radikalisme Islam adalah akibat kesalahahan tafsir dan kekeliruan pemahaman terhadap aqidah dan syariat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, marilah kita menelaah Alquran berdasar asbabun nuzul dalam penurunan ayat-ayat tersebut berdasarkan kitab-kitab sejarah Islam dan hadist, agar kita dapat mengerti apa sebenarnya perintah yang dimaksudkan dalam Alquran.
Mekah sebelum adanya Islam adalah salah satu pusat penyembahan dewa dewi perbintangan di Jazirah Arab, dengan Allah, Allat, Uzza dan Manat sebagai bagian dari 360 dewa dewi di Kabah Mekah. (QS. An-Najm : 19-20) (2). Agama polytheisme Arab (al-watsaniyah) dianut oleh mayoritas masyarakat Arab saat itu. Pusat polytheisme lainnya adalah Taif, berjarak 100 kilometer dari Mekah, yang terkenal dengan Kabah Allatnya, rumah ibadah berbentuk kubus yang mirip dengan Kabah Mekah. Seperti halnya di Mekah, Kabah Taif juga memiliki ritual haji mengelilingi patung dewa dewi (3). Pada zaman itu Yahudi dan Nasrani juga telah menyebar luas di sekitar Arab. Yathrib atau yang dikenal dengan Madinah adalah daerah yang dibuka dan dibangun oleh Yahudi dan ditempati oleh komunitas besar suku-suku Yahudi.
Sedangkan daerah yang dihuni oleh populasi besar Nasrani adalah Najran (4), dekat dengan perbatasan Yaman. Orang-orang Arab di daerah Najran awalnya juga polytheis (menyembah banyak Ilah) seperti halnya penduduk Mekah. Pada masa tersebut jazirah Arabia adalah medan dakwah para misionaris Nasrani. Kita dapat menemukan kisah saat Abrahah, gubernur Nasrani dari Yaman hendak menggantikan kemusyrikan di Mekah dengan cara menghancurkan Kabah dan 360 patung-patungnya. Namun anehnya dalam Alquran (QS Al-Fiil:1-5), Allah justru melindungi kekafiran di Kabah dengan mengirimkan burung Ababil yang membawa batu terbakar untuk membunuh pasukan Abrahah dan gajah-gajahnya. Kejanggalan mengenai kisah pasukan gajah ini telah dibahas secara rinci dibagian lain situs ini.
Muhammad lahir dari ibu bernama Aminah dan ayah bernama Abdullah, dimana keduanya adalah penganut polytheis, itulah sebabnya Muhammad tidak pernah mendoakan kedua orang tuanya. Ibnu Ishaq juga mengkisahkan saat Abdul Muttalib, kakek Muhammad meminta petunjuk dewa Hubal ketika hendak menyembelih anaknya Abdullah sebagai korban untuk Allah di Kabah Mekah (5). Abu Thalib, paman, sekaligus pengasuh dan penjaga Muhammad juga seorang polytheis. Dilahirkan, dibesarkan, dan dididik dalam lingkungan polytheis, bagaimana Muhammad mengenal monotheisme (tauhid)?
Ibnu Ishaq, seorang sejarawan Islam (6), menyebut empat orang hanif (lurus) perintis monotheis di Mekah, mereka adalah Zaid bin Amr bin Nufail, Waraqah bin Naufal, Ubaidillah bin Jahsh, dan Ustman bin Al-Huwairits (7). Diantara para hanif yang paling menonjol adalah Zaid bin Amr, yang dengan keras menentang polytheisme, karenanya ia kemudian dikucilkan oleh orang-orang Mekah. Hanif lain, yaitu Waraqah memilih menjadi seorang Nasrani, Waraqah adalah seorang pendeta, sepupu dari Khadijah, istri pertama Muhammad (8). Ubaidillah bin Jahsh pernah memeluk Islam (9), lalu murtad dan menjadi Nasrani, istrinya Ummu Habibah binti Abu Sufyan, ketika menjadi janda diambil sebagai istri oleh Muhammad. Ubaidillah juga adalah kakak dari Zainab binti Jahsh, istri Muhammad yang lain. Sedangkan Ustman bin Al-Huwairits dalam pencarian agama hanif yang benar memilih untuk menjadi Nasrani (10).
Hisyam al-Kalbi dalam kitabnya menulis, pada suatu hari Muhammad pernah menceritakan hubungannya dengan salah satu berhala Kabah, Uzza. Muhammad mengatakan: “Sungguh, pada saat itu aku memberi hadiah kepada Uzza berupa kambing putih, aku mengikuti agama kaumku.” (11).
Tentang hal itu Ibnu Ishaq dan Bukhari juga menulis:”Aku diberitahukan bahwa Rasulullah ketika berbicara tentang Zaid bin Amr bin Nufail mengatakan, “Dialah yang pertama kali menyalahkanku karena menyembah berhala, dan melarangku untuk melakukannya lagi…. Aku memiliki sekantong daging korban yang kami persembahkan bagi berhala yang dibawa Zaid bin Haritha, aku menawarkannya padanya (Zaid bin Amr) (12) (13).
Ibnu Ishaq menulis bahwa Muhammad biasa bertapa seorang diri di gua Hira setiap tahun selama sebulan untuk melakukan “tahnanuth” yang merupakan kebiasaan ibadah Arab. Menurut masyarakat Quraish, “tahnanuth” berarti pengabdian agamawi (14). Imam Muslim dalam kitab haditsnya menulis mengenai ritual Quraish untuk menyepi didalam gua, meski dengan riwayat yang berbeda (15).
Saat melakukan ritual “tahnanuth” di dalam gua inilah Muhammad mendapatkan penampakan makhluk ghoib, dan makhluk tersebut menekan dada Muhammad tiga kali dan memaksanya; “Iqra” (bacalah!), Muhammad amat sangat ketakutan, ia berpikir ia akan menjadi gila atas hal tersebut. Ia lari menuju ke rumahnya, saat bertemu dengan Khadijah ia berteriak “selimuti aku, selimuti aku”. Kemudian Khadijah menenangkan suaminya itu, dan Muhammad menceritakan peristiwa penampakan yang baru dialaminya. Khadijah bercerita kepada Waraqah mengenai peristiwa tersebut. Pendeta Waraqah adalah orang pertama yang meyakinkan Muhammad bahwa penampakan yang ditemuinya adalah Namus. Pendeta Waraqah juga meyakinkan Muhammad mengenai wahyu kenabian yang diterima suami sepupunya itu. Anehnya Muhammad tidak mengenal siapa makhluk ghoib yang menjadi satu-satunya perantara wahyu Allah tersebut, yang dikemudian hari baru diidentifikasi sebagai Jibril (16).
Dalam hadits disebutkan bahwa pendeta Waraqah menerjemahkan Taurat dan Injil ke dalam bahasa Arab (17). Dalam hal spiritualitas, Khadijah juga kerap meminta nasehat kepada Waraqah. Dalam sejarah tidak disebutkan apa agama Khadijah sebelumnya, hanya disebutkan ia seorang yang lurus (hanif), condong kepada tauhid, meski beberapa riwayat menyebut ia menyimpan patung Uzza di rumahnya. Namun melihat kedekatannya dengan Waraqah, maka kemungkinan besar awalnya ia memiliki kepercayaan yang sama dengan sepupunya itu. Khadijah memiliki pernikahan monogami ala Nasrani dengan Muhammad, barulah setelah kematian Khadijah, Muhammad melakukan pernikahan dengan banyak istri (18).
Muhammad memiliki ibu asuh asal Habasyah bernama Barakat. Ia dikenal dengan nama Umm Ayman (atau ibunya Ayman), dan iapun seorang Nasrani. Kedekatannya dengan lingkungan Nasrani juga terlihat dari ayat ayat Alquran yang banyak bercerita tentang Isa (Yesus). Dalam Alquran kata yang merujuk kepada Isa jumlahnya lebih banyak daripada kata yang merujuk kepada Muhammad sendiri. Banyak kata dalam Alquran yang merupakan istilah-istilah Nasrani yang merupakan bahasa serapan baik dari bahasa Yunani, Habasyah, dsb. Kata kata seperti Muslim, Islam, dsb, berakar dari bahasa Aram yang berasal dari Injil Aramaik yang diterjemahkan Waraqah ke dalam bahasa Arab. Dari sini terlihat jelas pengaruh pendeta Nasrani dan ajaran-ajaran Nasrani pada pemikiran Muhammad.
Beberapa tafsir menyebutkan bahwa Muhammad adalah seorang yang “ummi” (buta huruf), namun dibeberapa hadist disebutkan bahwa Muhammad dapat membaca dan menulis (19) (20). Meski dianggap buta huruf, Muhammad tidaklah tuli, dan tentu dapat mendengar mengenai Taurat dan Injil dari berbagai sumber. Pendeta Waraqah dan Muhammad hidup bersama kurang lebih 15 tahun semenjak pernikahan Muhammad dan menjelang kematian Waraqah. Bukhari menulis bahwa setelah kematian pendeta Waraqah, ayat-ayat Alquran yang diterima Muhammad terhenti beberapa waktu (21). Lalu apa maksud Waraqah menyebut Muhammad sebagai nabi? Apakah Waraqah hendak menjadikan Muhammad seorang pendeta, misionaris, atau pendakwah tauhid seperti dirinya? Meski merupakan orang yang pertama kali menyebut Muhammad sebagai nabi di Mekah, beberapa riwayat menyatakan pendeta Waraqah tetap mati sebagai seorang Nasrani (22).
Muhammad berdakwah mengenai tauhid di Mekah, menyampaikan berita bahwa dirinya adalah seorang rasul, namun hanya beberapa orang yang menerima dan percaya padanya. Tabari menulis bahwa awalnya penduduk kafir Mekah tidak menghindar atau mengganggu Muhammad saat ia berdakwah. Namun saat Muhammad mencela tuhan-tuhan di Kabah, hal itu membuat marah masyarakat Mekah, karena dengan begitu Muhammad mengejek kepercayaan nenek moyangnya sendiri (23).
Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah menulis, "Seperti yang disampaikan kepadaku, bahwa Abu Jahal bin Hisyam berjumpa dengan Rasulullah, kemudian ia berkata kepada beliau, Hai Muhammad, engkau harus berhenti mencela tuhan-tuhan kami! Jika tidak, maka kami akan mencela tuhan yang engkau sembah.” (24). Berdasarkan peristiwa tersebut, maka muncullah ayat berikut:
“Dan janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”. (QS 6:108).
Ini bukan ucapan orang-orang yang suka menindas. Ini adalah sebuah permintaan agar Muhammad berhenti menghina Allah dan sekutunya. Kita dapat membandingkan ini dengan tindakan beberapa orang ketika Muhammad digambarkan di beberapa kartun. Atau bandingkan dengan tindakan sebagian orang terhadap penganut Ahmadiah dan Syiah. Tapi masyarakat Quraish bertoleransi atas hinaan terhadap tuhan-tuhan mereka selama belasan tahun.
Bukhari menulis sebuah riwayat, bahwa suatu waktu Muhammad naik ke puncak bukit Shafa, dan berteriak “Ya shabahah” (peringatan adanya serangan musuh) dan berteriak memanggil warga Mekah. Saat banyak orang kafir berkumpul dan menanyakan ada keadaan genting apa, Muhammad kemudian menjelaskan bahwa teriakannya hanyalah permisalan bahwa ia memperingatkan tentang siksaan dari Allah jika orang orang kafir Mekah tidak meninggalkan tuhan-tuhan mereka dan tidak taat kepada Allah serta Muhammad sebagai utusan Allah. Mendengar penjelasan tersebut, akhirnya orang orang membubarkan diri, namun Abu Lahab, paman Muhammad menghampirinya dan dengan nada kasar berkata, “Celakalah engkau, hanya untuk inikah engkau kumpulkan kami?” (25) Mendengar hal itu, sontak turunlah ayat Al-Quran dari mulut Muhammad;.
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS Al-Lahab 1-5)
Sejak masa itu, masyarakat kafir Mekah menganggap Muhammad sebagai pembohong. Dia yang dulu disebut yang terpercaya (al amin), sekarang dianggap sebagai penipu. Sejarawan Islam seperti Ibnu Ishaq atau Tabari mencatat bahwa perwakilan dari kafir Quraish telah dua kali meminta Abu Talib, untuk menegur Muhammad agar menghentikan hinaan kepada tuhan-tuhan nenek moyang mereka. Insiden kontak fisik terburuk yang dialami Muhammad selama di Mekah adalah ditariknya jubah Muhammad oleh kafir Quraish yang marah karena Muhammad mengancam mereka bahwa suatu saat akan ada tukang jagal yang membunuh mereka (26). Atau saat Uqbah bin Abi Mu’ait melemparkan kotoran unta kepunggung Muhammad (27).
Sedangkan kejadian yang lain adalah percobaan yang gagal, seperti saat Abu Jahal yang hendak melempar Muhammad dengan batu, namun batal karena konon Abu Jahal melihat unta raksasa yang akan menelannya. Atau percobaan saat kejadian lailatul mabit, dimana sekumpulan kafir Quraish mengepung rumah Muhammad dan berencana membunuhnya dimalam hari sesaat sebelum hijrah Medinah, namun gagal karena Muhammad meminta Ali tidur diranjangnya dan konon pandangan kafir Quraish buram dan tidak melihat Muhammad kabur dari kepungan mereka (28).
Dalam sejarah Islam, siksaan fisik kepada muslim dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak, seperti Bilal bin Rabah (29) dan Sumayyah binti Khayyat (30). Sedangkan terhadap golongan bangsawan dan berpengaruh, kaum kafir Mekah hanya melakukan pengucilan dan boikot. Muir dalam bukunya menulis bahwa Bilal dan Sumayyah adalah Arab keturunan Habasyah (Ethopia kini) (31). Habasyah adalah Kerajaan Nasrani pada waktu itu, sehingga kemungkinan Bilal dan Sumayyah awalnya adalah penganut Nasrani. Tentang Sumayyah, Ibnu Ishaq hanya menyebutnya dengan ibu keluarga Yasir dan satu satunya syuhada yang tewas sebelum masa hijrah Madinah, yang dibunuh oleh majikannya (32). Ibnu Ishaq juga menulis perihal Waraqah yang mengutuk perbuatan Umayyah bin Khalaf yang menyiksa budaknya, Bilal bin Rabah. Peristiwa ini terjadi sebelum Bilal mengenal Islam. Saat disiksa dia kerap berkata "Ahadun Ahad, Ahadun Ahad..." (satu / esa), dan saat melihat penyiksaan tersebut pendeta Waraqah mengancam agar dihentikan sembari mengucap “Ahadun Ahad, Ahadun Ahad, Bilal!!" (33). Penyiksaan seperti ini terjadi kembali setelah Bilal telah menjadi muslim.
Sejarah Islam juga menceritakan mengenai seorang Gubernur Yaman dari negara Habasyah, yang dengan pasukan gajahnya hendak menghancurkan kekafiran di Kabah Mekah (34). Namun anehnya Alquran surat Al Fiil: 1-5 menyatakan bahwa Allah justru melindungi Kabah yang saat itu merupakan rumah dari 360 patung berhala, dengan mengirim burung Ababil yang membawa batu panas untuk menghancurkan pasukan Habasyah. Apakah bagi Allah bangunan kotak dan patung-patungnya lebih berharga dari nyawa pasukan itu? Wallahu a’lam. Dikemudian hari negara Nasrani ini justru menjadi tujuan hijrah pertama para pengikut Muhammad, dimana raja Nasrani itu menerima dengan ramah para imigran Mekah tersebut (35). Orang-orang Habasyah menganggap para imigran Mekah adalah penganut Nasrani.
Sejarah Islam mencatat mengenai Ibrahim sebagai kakek moyang bangsa Arab, sehingga orang Arab mewarisi keyakinan monotheisme dari Ibrahim, namun monotheisme tersebut mulai tercemar saat Amr ibn Luhayy membawa patung dewa Hubal kedalam Kabah (36). Ini juga menjadi pertanyaan, bagaimana Amr ibn Luhayy dengan mudahnya mengganti monotheisme Ibrahim menjadi polytheisme tanpa ada orang yang melawan, padahal dalam keyakinan monotheisme, menyekutukan Tuhan adalah kejahatan terbesar. Bahkan Allah Ibrahim juga tidak bertindak apapun, tidak seperti saat ia mengirim burung Ababil untuk menghancurkan pasukan Abrahah yang hendak menghancurkan kekafiran di Kabah.
Saat sebagian muslim bermigrasi ke Habasyah, sebagian muslim lainnya yang memiliki pengaruh dan berasal dari golongan bangsawan tetap tinggal di Mekah, termasuk Muhammad sendiri. Saat itu Muhammad tetap melakukan dakwah secara aktif dan ini menimbulkan kemarahan bagi kafir Mekah. Karenanya penduduk Mekah melakukan boikot kepada bani Hasyim dan bani Abdul Mutallib (marga Muhammad), karena membiarkan Muhammad melakukan hinaan kepada tuhan-tuhan mereka. Pemboikotan terhadap bani Hasyim, ini dipelopori oleh bani Makhzum dan bani Abdu Sham (induk dari bani Umayyah). Ibnu Ishaq menulis bahwa bentuk boikot tersebut adalah larangan penduduk Mekah untuk menikah dengan anggota bani Hashim dan larangan melakukan hubungan dagang dengan mereka (37). Pemboikotan ini bukan hanya terhadap para anggota bani Hasyim yang muslim, namun termasuk juga mereka yang kafir. Pemboikotan ini juga adalah salah satu dampak permusuhan dan persaingan antara bani Hasyim dan bani Umayyah yang telah berlangsung sebelum Muhammad lahir dan terus berlanjut setelah kematian Muhammad dan terbawa hingga kini dalam konflik Sunni Syiah (38).
Pemboikotan tersebut berlangsung kurang lebih tiga tahun dan berakhir sesaat sebelum kematian Abu Thalib sebagai pemimpin bani Hasyim dan juga kematian Khadijah yang dikenal dengan masa Aam al-Huzn (Tahun Kesedihan). Abu Thalib, meskipun seorang kafir, sepanjang hidupnya, tetap melindungi Muhammad dari ancaman fisik kabilah kabilah Mekah. Setelah kematian sang paman, Muhammad tidak lagi mendapat perlindungan di Mekah, karena pemimpin bani Hasyim berikutnya, yaitu pamannya yang lain, Abu Lahab, menolak untuk memberikan perlindungan padanya. Abu Lahab adalah paman yang ia kutuki ketika peristiwa dibukit Shafa dahulu. Pun justru saat Muhammad tanpa perlindungan di Mekah, tidak ada satupun kisah dari semua sumber sejarah mengenai upaya pembunuhan terhadap Muhammad.
Setelah kematian Khadijah dan Abu Thalib, Muhammad merasa bahwa usahanya untuk berdakwah di Mekah makin suram, maka ia memutuskan untuk bertabligh dan mencari perlindungan ke daerah lain. Dan daerah yang ia tuju adalah Taif, tempat tujuan haji lain di Arab, yang terkenal dengan Kabah Allat. Kabah Allat sedikit banyak serupa dengan Kabah Mekah dengan ritual haji dsb. Tabari dalam bukunya menulis bahwa orang Quraish kadangkala beribadah haji ke Kabah Taif (39). Sama halnya dengan masyarakat Mekah, warga Taif menolak dakwah Muhammad. Dikemudian hari setelah Muhammad menjadi penguasa, Kabah Taif ini dihancurkan melalui penyerangan Abu Sufyan bin Harb atas perintah Muhammad (40).
Ditolak di Taif, Muhammad kemudian kembali ke Mekah. Tanpa pelindung di Mekah, Muhammad kemudian meminta istijarah (suaka) kepada Mut’im bin Adi (41), seorang kafir pimpinan bani Nawfal. Mengapa seorang kafir Quraish yang dikatakan memusuhi Islam, namun memberi perlindungan kepada Muhammad, padahal Mut’im dahulu pernah meminta Abu Thalib untuk tidak melindungi Muhammad. Dengan perlindungan Mut’im itu, Muhammad kembali ke Mekah. Agar tidak menyolok Muhammad mengurangi dakwahnya kepada penduduk Mekah, dan memfokuskan dakwah kepada para kafir dari daerah lain yang sedang melakukan ritual haji terhadap 360 berhala di Kabah Mekah. Dalam masa inilah terjadi peristiwa Isra Miraj Muhammad, yang menjadi cemoohan masyarakat Mekah.
Ibnu Ishaq menulis beberapa riwayat mengenai Isra Miraj, salah satu riwayat menceritakan bahwa biasanya Muhammad tidur disamping Kabah, namun pada suatu malam beberapa kafir Quraish melihat Muhammad masuk kerumah sepupu perempuannya Ummi Hani (Fakhitah binti Abu Talib / Hind). Keesokan harinya orang-orang bertanya, dimanakah Muhammad semalam, karena ia tidak didapati tertidur disekitaran Kabah. Karenanya Muhammad berkisah kepada Ummi Hani bahwa semalam ia telah ke surga, telah berkunjung ke Yerusalem dan Syria, menunggang kuda bersayap berkepala manusia (buraq). Ummi Hani memohon agar Muhammad jangan bercerita kepada orang lain tentang hal itu, karena tentu akan ditertawakan oleh masyarakat Mekah (42). Namun karena masyarakat Mekah meminta penjelasan dimana ia semalam, Muhammad akhirnya menceritakan kisah tersebut. Sontak masyarakat Mekah mencemoohnya, karena Muhammad dianggap mengada-ada dan mencari-cari alasan, sebab tidak ada satupun saksi mata atas peristiwa tersebut, akibatnya sebagian muslim kemudian murtad dan meninggalkan Muhammad. Bukhari juga menulis tentang Isra Miraj ini dengan riwayat yang sedikit berbeda, dimana Muhammad malam itu tidur di dekat Kabah bukan berada dirumah Ummi Hani(43).
Akibat dari peristiwa ini, penolakan masyarakat Mekah kepada orang yang dianggap penipu ini semakin hebat. Muhammad melihat tidak ada harapan lagi di Mekah, dan ia mempertimbangkan untuk mencari lagi daerah baru untuk berdakwah, namun tentu ia tak mau gagal lagi seperti peristiwa di Taif. Tabari dalam tarikhnya menulis bahwa Muhammad mulai mendatangai satu persatu kabilah kafir Arab yang berasal dari luar Mekah, yang sedang melakukan ibadah haji, namun mayoritas dari mereka menolaknya (44).
Beberapa daerah masuk dalam pertimbangan Muhammad untuk menjadi tujuan hijrahnya, namun akhirnya pilihan jatuh ke Yastrib (Madinah), daerah subur yang dihuni oleh beberapa suku Yahudi dan juga suku suku Arab yang masih bersaudara dengan bani Hasyim. Ibn Saad menulis bahwa jauh sebelum peristiwa tersebut dua orang perwakilan suku Aus Medinah pergi ke Mekah untuk mencari sekutu dari orang orang Quraish, karena mereka baru saja di kalahkan oleh saudara Arab mereka, suku Khazraj. Muhammad bertemu dengan perwakilan dari suku Aus ini, dan mereka bercerita tentang masalah yang mereka hadapi. Muhammad berdakwah kepada mereka, Iyaz bin Muaz tertarik kepada ucapan Muhammad, namun temannya, Anas bin Rafi mencegahnya, dan akhirnya orang orang Aus ini kembali ke Yastrib dengan tangan hampa (45).
Mengetahui peristiwa politik Yastrib yang demikian, Muhammad mendatangi enam orang Yastrib dari golongan Khazraj yang sedang berhaji di Mekah, dan berdakwah kepada mereka, hingga mereka mau menerima Islam. Hingga dimusim haji berikutnya orang orang Yastrib, sepuluh dari suku Khazraj dan dua dari suku Aus bertemu dengan Muhammad dan mereka melakukan perjanjian yang dikenal dengan baiat Aqabah I (46). Ibnu Ishaq menulis bahwa Muhammad berhasil menyatukan dua golongan tersebut, Aus dan Khazraj, bukan hanya karena mereka masih saudara jauh, namun dengan menemukan musuh bersama yaitu kaum Yahudi. Orang orang Yahudi dianggap licik karena mengadu domba golongan Aus dan Khazraj, hingga mereka selalu berperang. Seperti kepercayaan Yahudi yang menanti kedatangan penyelamat (mesias), masyarakat Arab Yastrib menganggap Muhammad adalah penyelamat yang akan membalaskan kecemburuan mereka terhadap masyarakat Yahudi. Masyarakat Yahudi lebih kaya dan terpelajar dibandingkan masyarakat Arab, bahkan sebagian besar tanah Yastrib dimiliki orang orang Yahudi (47).
Dimusim haji berikutnya. Muhammad melakukan perjanjian dengan tujuh puluh lima (73 pria dan 2 wanita) Ansar (penduduk Arab Madinah) yang disebut sebagai baiat Aqabah II (48). Perjanjian ini adalah perjanjian mutualisme, dimana kaum Ansar berjanji membantu Muhammad melawan kafir Quraish, dan Muhammad akan membantu kaum Ansar memerangi Yahudi. Meski awalnya Muhammad membuat perjanjian damai dengan kaum Yahudi, namun ini adalah strategi karena saat itu kaum muslim masih lemah. Kita akan melihat bagaimana akhirnya nanti suku suku Yahudi ini dimusnahkan dari Madinah setelah muslim menjadi kuat secara militer.
Ibnu Ishaq menulis, bahwa orang yang menemani Muhammad saat melakukan perjanjian tersebut adalah seorang kafir, yaitu Abbas bin Abdul Mutthalib, paman Muhammad. Abbas, saat itu belumlah menjadi muslim, ibunya berasal dari bani Khazraj, ia tampil sebagai pembicara pertama, dan menyerukan kepada saudara-saudaranya kaum Ansar untuk memberikan perlindungan kepada Muhammad, dimana Muhammad juga masih memiliki hubungan darah dengan suku Khazraj dari jalur nenek (49).
Setelah pembaiatan tersebut, Muhammad memerintahkan kepada muslim Mekah untuk bermigrasi ke Yastrib, daerah ini dikemudian hari dikenal sebagai Madinah (kota nabi), sedangkan muslim Mekah yang hijrah ke Yastrib disebut Muhajirin. Para muslim Mekah ini hijrah membawa harta benda yang bisa mereka bawa. Muhammad meminta para Muhajirin yang kaya untuk membeli tanah di Yastrib untuk lahan pertanian. Muhammad sendiri dengan uang dari Abu Bakar membeli tanah di Yastrib sebagai tempat untuk tempat tinggal dan mendirikan masjid yang kini menjadi masjid Nabawi (50).
Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (QS 16:41).
Orang-orang Mekah yang hijrah ke Madinah tidak memiliki pekerjaan. Pertanian merekapun kurang sukses, dan harta yang mereka bawa dari Mekah mulai berkurang drastis. Jadi bagaimana Muhammad memenuhi janjinya untuk memberikan “tempat yang bagus” pada mereka yang meninggalkan rumah mereka karena perintahnya? Sebagian dari mereka akhirnya jatuh miskin dan tergantung pada pemberian kaum Ansar untuk bertahan hidup. Beberapa orang Muhajirin justru meninggalkannya, Muhammad nyaris kehilangan wibawanya. Reaksi Muhammad adalah mengeluarkan ayat baru:
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong (mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorang pun di antara mereka pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong. (QS 4:89)
Para mufassir berbeda pendapat mengenai sebab turunnya ayat ini. Ibnu Abbas dalam kitab tafsirnya menulis bahwa Surah Anisaa 88-90 ini ditujukan kepada 10 orang muhajirin munafik yang murtad dan kembali ke Mekah (51). Sedangkan Ibnu Ishaq dibagian lain meriwayatkan mengenai empat muslim yang wajib dibunuh karena tidak mau turut hijrah ke Medinah, dan akhirnya berhasil dibunuh saat Perampokan Badar II (52).
Inilah pertanyaan mendasar bagi kita semua, jika jiwa para muslim, pengikut awal Muhammad di Mekah benar benar terancam, mengapa justru mereka lebih memilih kembali ke Mekah daripada hijrah ke Medinah. Mengapa mereka sampai harus diancam akan dibunuh jika kembali ke Mekah? Ayat ini kini menjadi salah satu dalil untuk membunuh mereka yang berani murtad dan meninggalkan Islam yang diterapkan dalam syariat Islam (53).
Meskipun telah mengeluarkan ayat-ayat penuh ancaman bagi mereka yang berniat meninggalkannya, Muhammad tetap saja harus menemukan jalan untuk menafkahi pengikutnya. Apa yang dilakukan Muhammad untuk menghidupi mereka? Ibnu Ishaq menulis, “Tidak ada nabi sebelum Muhammad yang mengambil barang jarahan dari musuhnya, maupun mengambil sandera untuk uang tebusan.” Bukhari meriwayatkan bahwa Muhammad berkata, “Saya diberikan kejayaan lewat ketakutan (teror) ... Jarahan Perang dibuat sah bagi saya ... Kelima hak istimewa ini tidak diberikan kepada nabi lain sebelum saya.” (54).
Dengan lafaz yang sedikit berbeda, dalam Sahih Muslim tertulis “Rasulullah mengatakan, "Saya memiliki lima hal yang tidak diberikan kepada siapapun sebelum saya. ...: dan barang jarahan perang dibuat halal bagi saya, dan tidak dihalalkan bagi siapa saja sebelum saya ... " (55).
(*silahkan cross cek hadist lengkapnya, karena seringkali kami dianggap memutarbalikkan hadist)
Kita selalu diajarkan bahwa penjarahan itu terjadi di masa peperangan, sehingga ghanimah (jarahan perang) adalah halal. Namun seperti apakah perang yang dialami para muslim awal, yang harus diancam dibunuh jika tidak mau hijrah, atau diancam di bunuh oleh Muhammad jika kembali ke Mekah, padahal berdasarkan sejarah Islam mereka dikatakan diperangi oleh para Kafir Quraish, sehingga para muslim yang telah hijrah ke Medinah wajib memerangi balik kafir Quraish tersebut.
Keseluruhan kitab sejarah Islam menunjukkan, bahwa beberapa perang awal yang dilakukan Muhammad adalah dengan tujuan meneror, menghadang dan menyerang rombongan dagang para saudagar Quraish yang membawa harta benda. Kelompok Muhammad menunggu secara mengendap endap, lalu ketika rombongan dagang tersebut lewat, mereka menyerangnya, membunuh rombongan dagang tersebut, dan merampas harta bendanya, menjadikan yang masih hidup sebagai tawanan untuk mengharapkan uang tebusan, kita dapat membacanya secara lengkap di arikel SEJARAH JIHAD (56).
Berikut 5 contoh yang perang awal dalam Islam, dari puluhan perang Muhammad lainnya, beberapa upaya penjarahan awal gagal, dan beberapa upaya berikutnya yang sukses;
1. Penyerangan rombongan dagang Quraish di Al-Is (57)
2. Penyerangan rombongan dagang Quraish di Buwat (58)
3. Penyerangan rombongan dagang Quraish di Waddan (59)
4. Penyerangan rombongan dagang Quraish di Nakhla (60)
5. Penyerangan rombongan dagang Quraish di Badar (61)
Anda dapat membayangkan sendiri seperti apakah perang versi Islam awal, ini bukan peperangan yang sering kita pikirkan, dimana masing-masing pihak saling menyiapkan pasukannya untuk berhadapan. Dimata orang awam ini lebih dekat kepada perampokan daripada peperangan, karena tujuan utamanaya adalah untuk menjarah. Muhammad memerintahkan pengikutnya untuk menghadang para pedagang Mekah, dan merampas harta bendanya. Ia meyakinkan mereka bahwa masyarakat kafir Mekah telah mengusir mereka ke luar dari rumah mereka, karena itu sudah jadi hak mereka untuk membalaskan dendam mereka tersebut;
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". (QS 22:39-40)
Oleh Muhammad, penolakan kafir Quraish terhadap ajarannya disebut sebagai diperangi. Muhammad menghalalkan muslim menyerang para kafir melalui cara yang kita kenal saat ini, yaitu seolah-olah menjadi korban (play victim). Resistensi atau penolakan terhadap dakwah suatu agama adalah wajar, apalagi jika dakwah itu dilakukan dengan cara penghinaan dan ancaman seperti yang Muhammad perbuat. Muhammad mengaku para kafir telah menindas kaum Muslim dan melakukan perang terhadap mereka. Pada kenyataannya, dia sendiri yang memulai peperangan dengan menghadang rombongan dagang Mekah dan menjarahnya. Di satu ayat, Muhammad memerintahkan para pengikutnya hijrah ke Madinah dan mengancam mereka yang tidak ikut hijrah dengan pembunuhan dan neraka. Tapi di ayat2 lain dia menuduh bahwa muslimlah yang diusir tanpa sebab dan mereka menjadi korban “yang diperangi dan dianiaya.”
Benarkah kaum kafir Mekah menolak Muhammad dan pengikutnya hanya karena permasalahan agama, atau terdapat persaingan antar suku disini? Wallahu a’lam. Secara jumlah, tidak ada korban tewas akibat penolakan kafir Quraish di Mekah pra hijrah Madinah berdasar seluruh kitab hadist, ataupun catatan dari Tabari, Ibnu Hisyam, atau Ibnu Saad, kecuali seorang budak yaitu Sumayyah binti Khayyat yang hanya dikisahkan oleh Ibn Ishaq seorang. Bagaimana pula peran beberapa kafir dalam melindungi Muhammad dan Islam saat di Mekah, seperti perlindungan dari kafir Mut’im bin Adi, atau paman kafirnya, Abu Talib. Bahkan saat baiat Aqabah II, juru runding Muhammad adalah seorang kafir yaitu pamannya, Abbas bin Abdul Mutthalib.
Bandingkan dengan perlakuan terhadap kaum Ahmadiah di Indonesia, dalam suatu peristiwa terdapat 3 korban kaum Ahmadiah tewas terbunuh oleh sekelompok orang. Apakah 3 orang tewas tersebut dapat dikategorikan sebagai korban perang? Lalu seandainya kaum Ahmadiah merasa diperangi, apakah dibenarkan mereka membalas dendam dengan memerangi umat muslim Indonesia dengan menjarah dan merampoki, seperti yang Muhammad lakukan terhadap kaum kafir Quraish?
Pertanyaan lain adalah apakah benar harta para muslim dirampas oleh para kafir Mekah, dimana hal ini seringkali dijadikan alasan sebagai pembenaran kaum muslim untuk membalas menjarah harta para pedagang kafir Mekah. Jika kita telusuri tidak ada satupun bukti baik itu dari hadist ataupun dari kitab sejarah Islam seperti Tabari, Ibnu Ishaq, atau Ibnu Hisyam mengenai riwayat harta muslim yang dijarah oleh kafir Mekah.
Pun jika benar penganut tauhid dianiaya di Mekah, mengapa Allah harus memerintahkan para muslim yang teraniaya tersebut membalas dendam dengan merampas harta para kafir Quraish dan memerangi mereka. Inilah irasionalnya agama dari sudut pandang logika, jika Allah adalah pencipta semua manusia, bukankah cukup dengan hidayah agar seluruh kafir percaya padanya, namun kenapa justru Allah mengadu antar manusia ciptaannya, mengadu penganut kafir dan tauhid. Benarkah ini perintah Allah, atau perintah manusia yang mengatasnamakan Allah.
Di Madinah, pendatang Muslim dari Mekah hanya beberapa orang saja. Agar efektif dalam usaha penyerangannya, Muhammad membutuhkan bantuan dari muslim baru asal Madinah, yang disebut sebagai “Ansar” (pembantu). Akan tetapi, orang Madinah tidak memeluk Islam untuk menyerang para pedagang dan berperang. Percaya pada Allah adalah satu hal, sedangkan meneror, menjarah, dan membunuh orang merupakan hal yang lain sama sekali. Sebelum Muhammad datang, masyarakat Arab tidak mengenal agama perang. Bahkan saat jaman modern sekalipun, terdapat para Muslim yang percaya pada Allah tapi tidak mau berperang dan membunuh bagi agamanya. Untuk membujuk orang seperti ini, Muhammad mengeluarkan perintah ini:
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS 2:216)
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (QS 9:120)
Tak lama kemudian, usaha sang Rasul mulai berbuah. Dengan pemikat kekayaan dari harta jarahan dan janji janji hadiah 72 bidadari surgawi, maka Muslim Madinah bergabung melakukan teror dan penjarahan.
Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan) mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus. (QS 48:20)
Perhatikan bagaimana Muhammad menghubungkan “jalan yang lurus” dengan menjarah, meneror, dan membunuh. Saat perampokan Badar, yang bertujuan menjarah 50.000 dirham emas (62), harta yang dibawa rombongan pedagang Quraish, terbalaslah dendam Muhammad untuk membunuh musuh abadinya Abu Jahal;
Saya memotong kepala Abu Jahal dan membawanya kepada Rasulullah. “O Nabi Allah, inilah kepala dari orang yang memusuhi Allah”. Muhammad mengatakan, "Maha besar Allah" (63).
Muhammad membuat pengikutnya percaya bahwa melakukan perang baginya dan melakukan tindakan teror merupakan perbuatan yang menyenangkan Allah. Sistem bagi hasil harta hasil jarahan (khumus) adalah strategi yang luar biasa, banyak orang yang berbondong bondong masuk dalam pasukan penjarah Muhammad karena tergiur akan kekayaan dari hasil menjarah. Bahkan banyak orang kafir luar Mekah yang ingin bergabung dengan kelompok penjarah ini, namun ditolak Muhammad, kecuali mereka mau masuk Islam dahulu, dan akhirnya banyak kafir masuk Islam kerena alasan ini.
Dalam riwayat Sahih Bukhari, dikisahkan bahwa prajurit prajurit yang ikut menjarah di Badar masing2 diberi uang pensiun 5.000 dirham setiap tahun (64). Jika 1 dirham, dibulatkan menjadi 4,25 gram emas, dan 1 gram emas dinilai 400.000 rupiah maka uang pensiun yang diterima pasukan penjarah ini dihitung secara kasar adalah 7 milyar perbulan, sungguh jumlah yang fantastis.
Berdasar riwayat Ibnu Ishaq dan Ibnu Saad, kita dapat melihat bahwa banyak penyerangan yang dilakukan Muhammad adalah perang offensif, memerangi terlebih dahulu, bukan hanya perang defensif (difa’iyah), yang membalas saat diserang. Setelah beberapa kali berhasil menghadang dan merampas rombongan dagang Quraish, Muhammad mencari target lainnya. Menurut informannya di daerah Qarqarat al-Kudr terdapat suku nomad Bani Sulaym yang memiliki hubungan baik dengan Quraish. Suku ini sama sekali belum bermusuhan dengan Islam, namun berpotensi menjadi ancaman bagi muslim. Bersama dengan pasukannya Muhammad pergi ke daerah Qarqarat al-Kudr untuk menyerang, namun suku nomad ini sudah meninggalkan daerah itu, yang tertinggal hanyalah 500 ekor unta yang dijaga seorang anak laki Bani Sulaym. Muhammad menawan anak itu dan mengambil 500 unta milik Bani Sulaym sebagai barang rampasan yang telah dijanjikan Allah (65) (66).
Berkali kali mengalami teror dan penjarahan oleh pasukan muslim, akhirnya kafir Quraish sadar untuk melindungi kepentingan bisnis dan nyawa saudara saudara mereka. Perang sesungguhnya antara kafir Quraish dan kaum muslimin baru benar benar terjadi di perang Uhud, kurang lebih 3 tahun setelah kaum muslim hijrah ke Madinah. Dibutuhkan waktu 3 tahun bagi kafir Quraish sampai akhirnya mereka sadar dan sungguh sungguh memerangi kaum muslim secara militer, karena sebelumnya pertempuran yang terjadi adalah antara kelompok penjarah muslim dengan rombongan pedagang kafir Quraish yang mempertahankan harta benda mereka. Dan dalam pertempuran sesungguhnya di Uhud ini kaum muslimin mengalami kekalahan (67).
Setelah kekalahan dalam pertempuran Uhud, Muhammad mulai kesulitan dalam menjarah rombongan dagang Quraish, akibatnya ia kemudian memindahkan targetnya jarahannya pada suku suku kecil disekitar Medinah, termasuk beberapa suku Yahudi yang kaya. Sebagai contoh adalah penyerangan terhadap Bani Nadir (68), suku Yahudi yang kaya raya yang memiliki lahan pertanian yang luas dipinggiran Madinah. Sebelumnya ia telah berhasil mengusir Bani Qaynuqa keluar dari Medinah dan merampas harta dan persenjataan mereka. Bani Nadir tidak memerangi Islam, alasan Muhammad menyerang suku ini adalah alasan klasik yang biasa dipakai Muhammad, yaitu ia mendapat bisikan Jibril bahwa orang orang Yahudi ini akan membunuhnya. Kemudian Muhammad memberikan waktu 10 hari bagi orang orang Yahudi untuk meninggalkan Medina dan jika mereka melampaui batas waktu, mereka akan dibunuh. Kaum Yahudi Nadir terkejut karena Muhammad berbuat demikian, padahal tak pernah sekalipun mereka memerangi Muhammad dan pengikutnya, dan secara sepihak membatalkan perjanjian damai yang disepakati.
Kaum Yahudi ini menolak ancaman Muhammad dan tetap bertahan di benteng mereka. Sesuai dengan rencana, Muhammad dan kaum muslimin kemudian mengepung mereka. Beberapa hari setelah pengepungan, kelompok penjarah Muslim ini semakin tak sabar, Muhammad melanggar aturan perang Arab dengan memerintahkan pasukannya untuk memotong pohon pohon kurma di sekeliling daerah itu dan membakarnya. Ketika kaum Yahudi memprotes atas pelanggaran aturan perang itu, seperti biasa Muhammad mengucapkan sebuah ayat sebagai pembelaan, lalu turunlah ayat berikut:
“Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir), atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan ijin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik." (QS 59:5)
Setelah Muhammad menghancurkan sumber hidup satu satunya milik mereka, Banu Nadir merasa tak berdaya dan tidak punya pilihan lain selain menyerah. Dalam perundingan, Banu Nadir bersedia menyerah dengan syarat mereka diperbolehkan meninggalkan tanah mereka dengan hidup dan diperbolehkan membawa harta mereka dengan onta. Muhammad setuju, namun peralatan perang dan tanah mereka menjadi rampasan bagi Muhammad. Tanah pertanian yang sangat luas yang ditinggalkan Bani Nadir akhirnya sepenuhnya menjadi hak Muhammad seorang diri, tidak dibagikan kepada pasukannya, karena didapatkan tidak melalui pertempuran. Muhammad kemudian membagi bagikan tanah tersebut sesuai keinginannya. Dengan hasil penjarahan ini Muhammad menjadi orang yang amat kaya raya di Medinah dan kaum Muhajirin sekarang punya tempat tinggal permanen bagi hidup mereka.
Dalam beberapa hadist diriwayatkan; Dikisahkan oleh Umar: Harta benda milik Bani An-Nadir merupakan sebagian barang jarahan yang diberikan Allah pada RasulNya (karena) barang2 jarahan seperti itu tidak didapat dari peperangan yang dilakukan kaum Muslim, atau dengan pasukan berkuda, atau dengan pasukan berunta. Jadi barang2 ini adalah milik Rasulullah saja, dan dia menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan tahunan para istrinya, dan menggunakan sisa dana untuk membeli persenjataan dan kuda sebagai peralatan perang yang digunakan untuk Jihad (69) (70) (71).
Perilaku Muhammad dan pasukannya yang gemar meneror dan menjarah menggunakan nama Tuhan seringkali mendapatkan sindiran dari orang orang Madinah. Di waktu itu, cara yang paling lazim dalam mengutarakan pendapat dan kritik kepada seseorang adalah melalui puisi. Namun kritik ataupun sindiran dari para pujangga ini dianggap Muhammad sebagai hujatan dan caci maki yang membahayakan karir kenabiannya, sehingga Muhammad merasa perlu untuk membungkam mereka. Salah satu penulis puisi waktu itu adalah Asma binti Marwan, wanita yang berasal dari Bani Aws, yang mengkritik terbunuhnya Abu Afak oleh pengikut Muhammad. Di masjidnya malam itu, Muhammad mencari seorang sukarelawan untuk membunuh Asma, dan majulah Umayr bin Adiy al-Khatmi. Keesokan harinya Muhammad bertanya pada Umayr, “Apakah kau sudah membunuh anak perempuan Marwan?” Ketika Umayr menjawab bahwa Asma telah dibunuh, Muhammad berkata, “Kau telah menolong Tuhan dan RasulNya, O Umayr!” Kisah pembunuhan Asma Binti Marwan ini dicatat oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Saad. (72)(73), meski demikian untuk menafikan kisah ini para ulama menganggap kedua sejarawan ini berbohong mengenai kisah Asma ini.
Asma binti Marwan bukanlah korban satu satunya yang tewas karena berani mengkritik Muhammad, korban sebelumnya adalah Abu Afak, kakek tua berusia 120 tahun, yang dengan puisinya menyindir Muhammad dan pengikutnya. Karena perintah Muhammad, dia dibunuh oleh Salim bin Umair (74). Kita dapat melihat rentetan pembunuhan korban korban lainnya yang berani mengkritisi Muhammad di artikel lain di situs ini (75), yang dalam bahasa Muhammad mengkritik sama dengan menghujat dirinya. Penerapan dari kisah kisah ini dimasa sekarang adalah hukuman cambuk hingga hukuman mati bagi mereka yang berani mengkritik Muhammad yang dilakukan dinegara yang menganut syariah seperti Saudi Arabia.
Contoh lain kebaikan hati Muhammad adalah penyerangan terhadap Bani Qurayzah (76), yang alasan penyerangannya berdasar hadist Bukhari dan sirat adalah lagi lagi karena Muhammad mendapat perintah dari Jibril. Sebelumnya dalam riwayat Tabari, dikisahkan mengenai Bani Qurayzah yang bekerjasama dengan kaum muslim untuk menggali parit disekitar Medina untuk menangkal serangan pasukan gabungan Quraish, Bani Ghatafan, dan 2 suku Yahudi (Al-Ahzaab) yang telah berhasil diusir Muhammad dari Medinah, yaitu Bani Qaynuqa dan Bani Nadir. Dikisahkan pula bagaimana ketua Bani Nadir yang memperingatkan pemimpin Bani Qurayzah agar memutuskan perjanjian dengan Muhammad, mengingat bagaimana dahulu Muhammad secara sepihak mengkhianati perjanjian damai dengan Bani Nadir. Pemimpin Bani Qurayzah setuju dan mempersilahkan Pimpinan Bani Nadir masuk ke benteng mereka.
Saat itu tersiar desas desus bahwa 700 pasukan Bani Qurayzah berniat menyerang wanita dan anak anak Medinah yang ditinggal pasukan Muslim saat perang Khandaq / Parit, namun desas desus penyerangan tersebut tidak pernah terjadi karena konon ketika kaum Yahudi mengirimkan mata matanya untuk menyerang Madinah, mata mata tersebut berhasil dibunuh oleh seorang wanita, yaitu Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Muhammad.
Kabar pembatalan perjanjian ini dipastikan oleh Muhammad, sehingga ia semakin merasa perlu mencari jalan ke luar. Pada saat itu, Muhammad memiliki agen ganda (bekerja untuk kedua pihak yang bermusuhan) yang bernama Nuaym bin Masud dari Bani Ghatafan. Nuaym yang mengaku sudah memeluk Islam menghadap Muhammad dan menawarkan jasanya untuk mengadu domba pemimpin Al-Ahzaab dengan pemimpin Bani Qurayzah. Muhammad menerima tawaran Nuaym dan mengatakan padanya bahwa “perang adalah penipuan”. Dia berkata pada Nuaym, “Kamu hanyalah satu diantara kami semua. Buatlah mereka meninggalkan satu sama lain, jika kamu bisa, sehingga mereka meninggalkan kita, karena perang adalah penipuan” (77).
Berikut hadist yang menegaskan pandangan Muhammad bahwa perang adalah usaha penipuan: Dikisahkan oleh Jabir bin 'Abdullah:
Sang Nabi berkata, "Perang adalah penipuan" (78) (79).
Mendengar perkataan Muhammad yang menginspirasi, Nuaym pergi ke Bani Qurayzah dan pemimpin Al-Ahzaab untuk menghasut mereka. Dihadapan pasukan Al-Ahzaab Nuaym mengumumkan bahwa dia telah meninggalkan Islam, sehingga orang orang dari Al-Ahzaab mempercayai apa yang dikatakannya. Singkat cerita pemimpin Al-Ahzaab percaya hasutan Nuaym bahwa Bani Qurayzah telah mengikat perjanjian lagi dengan Muhammad. Karena waktu itu adalah awal bulan Dzul Qa’dah, yakni bulan pertama dari bulan Haram, tiga bulan suci berdasarkan tradisi Arab dan dimana dilarang melakukan perang di bulan suci ini, apalagi pihak Mekah harus kembali dan menunaikan ibadah haji, maka mereka memutuskan untuk mengakhiri perang tersebut (80). Namun kisah lain menyebut bahwa Jibril telah membawa topan badai dan menyebabkan pihak sekutu Mekah melarikan diri (QS 33:9).
Setelah memastikan pasukan Quraish telah kembali ke Mekah, lagi lagi Muhammad mendapat bisikan dari Jibril, yang memberitahu bahwa kini adalah saat yang tepat untuk menyerang Bani Qurayzah. Diserang dan bertahan didalam benteng mereka selama 25 hari, akhirnya Bani Qurayzah menyerah tanpa syarat, dan menanti keputusan Muhammad terhadap mereka. Tabari mencatat, Sa‘d bin Mu‘adh menginginkan kesemuanya dihukum mati dan harta benda mereka dibagi bagikan kepada pasukan penjarah, dan Muhammad merestui dan bangga atas keputusan yang diambil Sad. Akhirnya 700-900 kepala laki laki Yahudi dipenggal dihadapan Muhammad, barang jarahan dibagikan, para wanita dan anak anak juga dibagikan sebagai budak, sebagian wanita lainnya dijadikan budak seks bagi kaum muslim. Perlakuan ini sungguh lebih kejam dari pembunuhan itu sendiri, karenanya beberapa dari wanita Yahudi ini yang bunuh diri.
Dari para tawanan, Muhammad memilih seorang janda muda yang suaminya baru saja ia penggal, Raihana binti Zayd (81). Menurut Ibn Ishaq, Muhammad menyuruhnya masuk Islam agar dapat menjadi istrinya, namun Raihana memilih tetap menjadi Yahudi sehingga ia hanya menjadi budak pemuas (milkul yamin) Muhammad saja. “Wahai Rasulullah, sebaiknya engkau biarkan aku sebagai milkul yamin. Ini akan lebih ringan bagiku dan bagimu.” Muhammad menuruti kemauan Raihana. Menurut Ibnu Ishaq, kendati Raihana masuk Islam di kemudian hari, ia meninggal sebagai hamba sahaya (82).
Pemenggalan 700-900 laki laki Yahudi dihadapan Muhammad menunjukkan begitu besarnya kebaikan hati Rasulullah yang menjadi rahmat bagi semesta alam, padahal sebelum penyerangan kelompok penjarah ini, tidak konflik antar mereka yang mengakibatkan jatuh korban dari kedua pihak.
Dengan kekayaan dari hasil puluhan kali penyerangan dan penjarahan, dan semakin banyak orang yang bergabung dalam pasukan penjarahnya, kini Muhammad bukan lagi seorang pendakwah lemah yang diabaikan seperti sewaktu di Mekah, tapi kini dia adalah pemimpin sebuah “PEMERINTAHAN”, yang memerintah dengan kekuasaan absolut atas para pengikutnya.
Dalam Al Quran Muhammad memang tidak meminta para pengikutnya untuk memujanya. Justru ia mengklaim “hanya utusan saja”. Sebagai gantinya dia menuntut kepatuhan, namun dengan cerdik dia meminta para pengikutnya untuk taat pada “Allah dan Rasul-Nya.” Dalam sebuah ayat, dia ucapkan kalimat ini;:
“Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman" (QS 8:1)
Mana ada Tuhan yang menginginkan atau memerlukan barang2 duniawi, apalagi hasil dari merampas dan membunuh kafir? Muhammad menggunakan “Allah” sebagai alasannya. Akan sungguh memalukan jika dia hanya katakan, “harta rampasan perang itu kepunyaanku”. Oleh karena itu di sebagian besar ayat-ayat Al Quran, Muhammad selalu meletakkan nama Allah di depan namanya (Rasul-Nya).
Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS 4:18)
Dan karena tidak ada seorangpun yang bisa melihat atau mendengar Allah, semua kepatuhan adalah kepada Muhammad sebagai wakil Allah. Dialah yang harus di taati dan takuti karena hanya dia satu-satunya perantara dari tuhan, yang mana hal tersebut telah dia tanamkan kepada pengikutnya bahwa Rasul-Nya harus dihormati dan ditakuti. Hadist dibawah ini dengan jelas menggambarkan bagaimana implementasi ayat tersebut ;
"…Urwah Al-Tsaqafi, salah seorang utusan Mekah melaporkan pada kaumnya: “Orang Islam itu luar biasa! Demi Allah aku pernah menjadi utusan menemui raja-raja. Aku pernah berkunjung pada kaisar Kisra dan Najasyi. Demi Allah belum pernah aku melihat sahabat-sahabat mengagungkan rajanya seperti sahabat-sahabat mengagungkan Muhammad SAW. Demi Allah, jika ia meludah, ludahnya selalu jatuh pada telapak tangan salah seorang di antara mereka. Mereka usapkan ludah itu kewajahnya dan kulitnya. Bila ia memerintah mereka berlomba melaksanakannya, bila ia hendak wudhu, mereka hampir berkelahi untuk memperebutkan air wudhunya. Bila ia berbicara mereka merendahkan suara dihadapannya. Mereka menundukkan pandangan dihadapannya karena memuliakannya”. (83)
Banyak hadist lain dengan informasi serupa, bahwa dahak, air bekas kumur, dan lain sebagainya dari tubuh Muhammad begitu dipuja oleh pengikutnya. Dengan perubahan nasib ini, seluruh pesan Muhammad juga berubah. Jika sewaktu di Mekah kata syahid diidentikkan dengan gugur karena mempertahankan iman, seperti istilah martir dalam ajaran Nasrani, namun setelah hijrah Madinah, syahid mengalami penggeseran arti menjadi orang yang tewas dalam penyerangan terhadap para pedagang kafir, atau secara umum diperuntukkan bagi mereka yang tewas karena jihad fi sabilillah. Di bawah ini adalah perbandingan antara beberapa ayat Al Quran ketika Muhamamd masih lemah dan beberapa ayat setelah menjadi penguasa.
Ayat diatas hanyalah sebagian dari ayat-ayat yang bertentangan dalam Alquran. Dikotomi (pemikiran bercabang) ini dijelaskan oleh beberapa ulama.
Dr. Sobhy as-Saleh, seorang akademisi Islam, tidak melihat dalam QS 2:256 dan QS 9:73 sebagai kasus penggantian ( nasakh mansukh) tapi sebagai kasus penundaan atau penangguhan perintah untuk melawan para kafir. Untuk mendukung pandangannya dia mengutip Imam Suyuti, Penulis Itqan Fi'Ulum al-Quran yang menulis: Perintah untuk melawan para kafir ditunda hingga para Muslim menjadi kuat, tapi dikala mereka lemah mereka diperintahkan untuk bertahan dan bersabar (84).
Al Nahas menulis: Para ulama berbeda pendapat mengenai QS 2:256 (Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)) Beberapa ulama mengatakan: "Itu telah digantikan (dinasakhkan) karena sang nabi memaksa orang Arab untuk memeluk Islam dan melawan mereka yang tidak tunduk pada Islam. Ayat tersebut telah dinasakhkan oleh QS 9:73 "Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka." Muhammad meminta ijin Allah untuk melawan mereka dan dikabulkan. Ulama lain berkata QS 2:256 tidak digantikan, tapi mendapat penerapan khusus. Ayat ini muncul karena mengenai "Ahlul Kitab" (Yahudi dan Kristen); mereka tidak dapat dipaksa untuk memeluk Islam jika mereka membayar pajak Jizyah (pajak bagi nonmuslim), tapi mereka wajib diperangi jika tak mau tunduk dibawah kaki Islam. Hanya pemuja berhala (kafir) saja yang dipaksa untuk memeluk agama Islam dan pada merekalah QS 9:73 diterapkan. Ini pendapat dari Ibnu Abbas yang merupakan pendapat terbaik karena dari kesahihan otoritasnya (85).
Ibn Kathir dalam kitab tafsirnya berpendapat mengenai Alquran ayat 2:256 yang seringkali dijadikan dalil toleransi dalam Islam.: “Ayat ini diturunkan kepada lelaki Anshar Bani Salim bin Awf; ada yang menyebutnya al-Hushayn. Dia mempunyai dua anak lelaki Nasrani, sementara dia sendiri Muslim. Dia lalu bertanya kepada Nabi SAW, “Tidak perlukah aku memaksa mereka berdua, karena mereka telah menolak Islam dan tetap memilih memeluk Nasrani?” Kemudian, dalam hal ini Allah menurunkan ayat tersebut” (86).
Tafsir lain mengenai ayat ini didasarkan pada Hadith Sunaan Abu Dawud, Book 14, Number 2676: Ayat ini berhubungan dengan anak dari orangtua Muslim yang dibesarkan oleh orang-orang Yahudi Banu Nadir. Ini terjadi karena di jaman itu, orang orang Arab yang kesulitan memiliki anak biasa bersumpah bahwa jika Allah memberi mereka anak, maka mereka akan menyerahkan anak-anak mereka untuk dibesarkan oleh kaum Yahudi. Ketika Muhammad melakukan pembersihan rasial kaum Yahudi Banu Nadir, orangtua Muslim dari anak-anak ini bertanya padanya apa yang harus mereka perbuat dengan anak-anak mereka. Muhammad memperbolehkan anak-anak ini untuk tetap menjadi Yahudi dengan berkata, “Tidak ada paksaan dalam agama” (87).
Namun tentu saja mereka harus tetap tunduk pada Islam dengan membayar jizyah. Karena itu, berdasar asbabun nuzulnya, ayat 2:256 tidak ada hubungannya dengan kebebasan beragama, karena diterapkan bagi anak anak beragama Yahudi dan Nasrani yang orang tuanya adalah muslim, namun bagi mereka yang kafir (non muslim diluar Yahudi dan Nasrani) wajib hukumnya diperangi sampai akhirnya menerima Islam atau mati.
Dalam prakteknya kita dapat melihat begitu tingginya toleransi beragama dalam Islam, yaitu saat dimana Khulafaur Rasyidin mengusir dari Jazirah Arabia orang orang Arab yang masih mempertahankan Nasrani dan Yahudi sebagai agama mereka. Hingga saat ini orang orang non muslim dianggap najis dan kotor sehingga dilarang memasuki kota Mekah dan Madinah yang suci. Dan puncaknya, kebebasan beragama dalam Islam diwujudkan dalam hukuman mati bagi siapa saja yang berani murtad dan meninggalkan Islam yang diberlakukan di negara negara yang menganut hukum Islam.
Dikotomi diatas menjelaskan, mengapa orang2 seperti Gus Dur dan Abu Bakar Baasir, dapat berbeda dalam menafsirkan Alquran. Kebanyakan dari kita masih mengkompromikan ajaran Alquran dengan kearifan lokal kita, dengan nilai nilai luhur bangsa kita, dengan mengedepankan hati nurani kita. Sedangkan disisi lain terdapat muslim yang menyatakan Islam apa adanya, yang melakukan hukum Islam seutuhnya, yang meneladani Muhammad sepenuhnya, yang memerangi kafir, berusaha menundukkan kaum Yahudi dan Nasrani dibawah Islam hingga mereka membayar jizyah,dan kita menyebut mereka muslim radikal.
Hadith Sahih Bukhari Volume 9, Book 93, Number 555:
Dikisahkan oleh Abu Huraira:
Rasul Allah berkata, "Allah menjamin (orang yang melakukan Jihad untuk Allah dan tidak ada yang ingin dilakukannya kecuali Jihad untuk Allah dan iman akan firmanNya) bahwa Allah akan menerimanya di surga (mati sebagai syuhada) atau mengupahi dia dengan hadiah atau jarahan perang yang telah diterimanya dari tempat dia pergi” (88)
Dalam persiapan pasukan sebelum berangkat untuk menjarah, Muhammad selalu membakar semangat pengikutnya untuk bersedia mati di medan laga. Jihad fisabilillah terhadap kafir harbi dengan keutamaan mati syahid adalah doktrinasi yang diberikan Muhammad kepada pasukannya. Muhammad selalu mengatakan bahwa jihad fisabilillah adalah puncak ibadah, ibadah tertinggi, dengan amal dan upah tertinggi. Inilah semangat yang kini dimiliki oleh para muslim yang kita sebut teroris, yang rela melakukan bom bunuh diri, yaitu semangat mati syahid, semangat untuk mencintai kematian lebih daripada kehidupan. Dari perspektif teroris, mengebom dengan mengorbankan nyawa bukanlah bunuh diri, namun ini adalah mati syahid.
Salamah bin Akwa berkata "Pada pertempuran Khaibar, saudaraku berjuang mati-matian. Tapi pedangnya berbalik mengenainya dan membunuhnya. Para sahabat berbicara tentang dia dan meragukan (mati syahidnya) lalu berkata "Seorang pria yang meninggal dengan senjatanya sendiri". Rasulullah mengatakan "Dia meninggal sebagai syuhada”. Ibnu Shihab berkata "Saya bertanya pada anak Salamah bin Akwa" Dia menceritakan kepada saya dengan otoritas ayahnya mirip dengan itu kecuali bahwa ia berkata "Rasulullah berkata: Mereka berbohong, ia meninggal sebagai syuhada. Pahalanya menjadi dua kali lipat baginya" (89) (90)
Tentang mati syahid, Abu Laits dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin meriwayatkan bagaimana saat memberikan targhib, Muhammad bercerita mengenai Ainul Mardhiah, bidadari tercantik disurga, yang hanya diberikan Allah, bagi mereka yang mati syahid (mati saat bertempur di jalan Allah).
Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik, yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah. Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah. QS 55: 70 -77
Persetubuhan surgawi adalah janji janji indah yang diberikan Muhammad bagi pasukannya. Bukan hanya satu bidadari, menurut sebuah hadist setiap muslim akan diberikan 72 bidadari, hadist juga menyebut bahwa tidak ada penghuni surga yang membujang, bahkan setiap wanita surgawi akan kembali perawan sehabis disetubuhi. Bagaimana dengan muslimah? Apakah mereka juga akan diberikan 72 bidadara tampan, bersetubuh detik demi detik? Wallahu a’lam, tidak ada rujukan kuat mengenai detail surga bagi wanita.
Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). QS 36 : 55
Tafsir Al Jalalani dengan jelas menyatakan bahwa makna kesibukan disini adalah kesibukan dalam memerawani wanita (deflowering virgins), jadi kegiatan di surga yang dijanjikan Allah adalah memerawani dan bagi muslimah diperawani (91). Inilah janji indah Muhammad bagi pengikutnya yang rela mati baginya. Sedangkan bagi yang hidup, selain harta jarahan, Muhammad juga menjanjikan persetubuhan terhadap tahanan wanita yang telah dibagikan, sehingga menjadi budak hak milik (milkul yamin) muslim, sesuai dengan QS 4:24 dan QS 33:50.
Sadarkah kita bahwa penjarahan dan pemerkosaan tawanan ini diatasnamakan pada Allah yang kita sebut maha adil dan penyayang. Lihatlah apa yang dikatakan seorang wanita Yahudi kepada Muhammad setelah ia ketahuan meletakkan racun di makanan Rasulullah tersebut!
“Kami ingin tahu jika kau ini pembohong dan kalau kau memang pembohong, kami akan menyingkirkanmu, dan jika kau memang adalah seorang nabi, maka racun itu tidak akan mempan pada dirimu” (92).
Rasulullah bertanya: “Mengapa kau melakukan itu (meracuni)?” Wanita itu menjawab: Jika kau seorang nabi, itu tidak akan merugikan dirimu; tetapi jika kau seorang raja, aku harus menyingkirkan orang-orang darimu. Rasulullah kemudian memerintahkan tentang dia dan dia dibunuh. Rasulullah kemudian mengatakan tentang rasa sakit sebelum ia meninggal: “Aku terus merasa sakit akibat daging yang ku makan di Khaybar. Inilah waktu ketika racun itu memotong urat nadiku” (93).
**(silahkan cross cek sumber, karena seringkali kami dituduh mengarang hadist)
Kisah mengeluhnya Muhammad akibat racun di Khaybar juga banyak dikisahkan dalam Tarikh dan Sirat. Berkali kali Muhammad berkata bahwa rasa sakit yang ia alami menjelang kematiannya disebabkan oleh racun yang tertelan di Khaybar.
Dikisahkan oleh Aisha: Sang Nabi dalam penderitaan sakitnya yang mengakibatkan kematiannya, biasa berkata, “Wahai Aisha! Aku merasa sakit karena daging yang kumakan di Khaybar, dan saat ini, aku merasakan urat nadiku bagaikan dipotong oleh racun itu.” (94)
Versi lain berdasarkan riwayat Syiah menyatakan bahwa kematian Muhammad disebabkan karena racun yang diberikan oleh Aisha dan Hafsa karena perintah orang tua mereka, terbukti dengan terpilihnya Abu Bakar sesaat setelah kematian Muhammad (95). Sedangkan beberapa ulama Sunni mencoba menafikan dan mengingkari perkataan Muhammad yang menyebut sebab kematiannya adalah racun Khaibar, dan lebih mengutamakan pendapat mereka sendiri bahwa penyebab kematian Muhammad adalah karena demam. Wallahu a'lam.
Menjelang kematiannya, sudah terjadi ketegangan dan perebutan kekuasaan antar para sahabat, kaum Ansar dan Muhajirin mengenai siapa yang berhak mewarisi posisi Muhammad. Pendukung Ali Bin Abu Thalib menggunakan peristiwa Ghadir Khum sebagai dasar bahwa Muhammad telah menunjuk Ali sebagai penggantinya (96), namun beberapa sahabat tidak menyetujui hal itu. Beberapa riwayat, termasuk Bukhari menyebutkan saat menjelang kematiannya Muhammad ingin menuliskan wasiat, namun sebagian kelompok menghalang halanginya dengan menyebut bahwa Muhammad sedang mengigau (97).
Ibnu Sa’d meriwayatkan bahwa disaat pihak keluarga Muhammad (Ali, Fatimah, dll) sedang berduka dan bersiap melakukan persiapan pemakaman, para sahabat (Abu Bakar dan Umar cs) justru mencuri start dengan bermusyawarah memilih pemimpin pengganti Muhammad, tanpa mengikutsertakan Ali. Tidak ada keadaan darurat saat itu, mengapa para sahabat serta perwakilan Muhajirin dan Ansor tidak menunggu barang satu dua hari untuk menghormati keluarga Muhammad (98).
Menurut pandangan Syiah, ini seperti halnya anak durhaka yang berebut warisan sesaat setelah kematian orang tuanya. Bukannya ikut dalam prosesi kematian Muhammad, para sahabat justru sibuk bermusyawarah berbagi kekuasaan, dan akhirnya membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah. Mengetahui hal itu Ali Bin Abu Talib, sepupu dan menantu Muhammad tidak diam, ia memprotes dengan keras pembaiatan atas Abu Bakar. Demikian juga dengan keluarganya, keluarga besar bani Hasyim dan para pengikut setia Ali. Keluarga Muhammad lalu berkumpul dirumah Ali membicarakan telah dipilihnya Abu Bakar, namun datanglah Umar Bin Khatab yang mengancam akan membakar rumah tersebut. Karena kekerasan yang dilakukan Umar, Fatimah, putri Muhammad yang saat itu sedang mengandung, terluka parah, dan akhirnya keguguran.
Dimasa itu Fatima, juga memprotes disitanya tanah Fadak dan Khaybar oleh Abu Bakar yang menurut Fatimah tanah itu adalah hak keluarga Muhammad. Dalam hadist dikisahkan sejak saat itu Fatimah tidak mau berbicara kepada Abu Bakar hingga kematiannya, 6 bulan setelah kematian ayahnya. Setelah kematian Fatimah, demi mencegah perpecahan umat, akhirnya Ali Bin Abu Talib bersedia menerima Abu Bakar (99). Sejarah mencatat setelah itu terus menerus terjadi konflik berdarah dalam perebutan kekhalifahan, termasuk konflik Syiah Sunni, saling klaim kebenaran, dari dahulu hingga saat ini, yang pada dasarnya konflik ini berhubungan erat dengan permusuhan dan persaingan antara bani Hasyim dan bani Umayyah.
Uraian panjang diatas membuktikan tanpa ragu, bahwa doktrin utama di belakang semua teror, pembunuhan, dan pembantaian yang dilakukan para jihadis masa kini berakar kuat dalam Islam. Pendapat yang mengatakan bahwa para jihadis seperti Amrozi dan Imam Samudra adalah orang orang sesat, yang menafsirkan Islam secara salah adalah omong kosong belaka. Jelas bahwa apa yang mereka lakukan sepenuhnya meniru yang dilakukan Muhammad dimasa lalu. Justru kebanyakan dari kitalah yang mengkompromikan Islam dan melakukan perintah agama secara setengah setengah.
Disisi lain Muhammad tentu memiliki sifat sifat istimewa sebagai seorang manusia. Keberanian, kegigihan, kedermawanan, dan sifat positif lainnya. Berawal dari bukan siapa-siapa, akhirnya menjadi salah satu orang yang paling berpengaruh di dunia. Seperti halnya Adolf Hitler, pengusa Jerman yang menyulut perang dunia kedua, yang mengubah tatanan dunia hingga saat ini. Seburuk buruk sifatnya, Hitler tetap memiliki kebaikan dan keistimewaan dibandingkan manusia lainnya. Perbedaannya Muhammad dianggap sebagai wakil Allah, yang diyakini sebagai pencipta seluruh manusia, yang maha kuasa, lagi maha penyayang. Allah yang dalam Alquran menjadikan penjarahan, peperangan dan pembunuhan sebagai solusi agar manusia mengenalnya, Tuhan yang membenturkan dan mengadu mahluk ciptaannya sendiri, mengadu antar mereka yang kafir dan yang mukmin.
Terhadap Muhammad kita tentu mengaguminya, mengagungkan hingga memuliakan dirinya, namun marilah sejenak kita mencoba melihat secara obyektif, bukan hanya dari sudut pandang Muhammad dan muslim saja, namun dari sudut pandang kafir Quraish. Jika posisinya dibalik, seandainya sekarang di Saudi Arabia terdapat orang yang berdakwah tentang polyheisme, dan mencela Allah dan Alquran, apakah yang akan terjadi? Apakah masyarakat Saudi akan bertoleransi selama 13 tahun untuk mendengarkan dakwah tentang polytheisme? Sekedar memboikot atau mengasingkan orang itu? Sesuai syariat orang tersebut justru akan langsung dihukum mati. Jika kebetulan orang itu meloloskan diri, kemudian membalas tindakan masyarakat Saudi dengan melakukan teror dan merampok disana sini, karena ia merasa masyarakat Saudi menganiayanya, merampas harta yang ia tinggalkan, apakah kita akan menganggap tindakan teror yang dilakukan penyebar polytheisme itu wajar dan benar?
Sejarah membuktikan bahwa agama agama polytheis cenderung lebih toleran daripada agama monotheis seperti Yahudi, Nasrani atau Islam. Memang, kekerasan dan kejahatan atas nama agama bukan hanya monopoli Islam, dimasa lalu kita mendengar mengenai perang Salib, inkuisisi dan sebagainya. Namun umat Nasrani mengakui bahwa hal itu adalah kesalahan masa lalu mereka, dan Paus sebagai pemimpin agama memohon maaf kepada dunia atas kesalahan tersebut. Sebaliknya, akankah ada ulama yang secara terbuka meminta maaf atas kejahatan yang dilakukan Muhammad dan Khalifah penerusnya, yang membantai jutaan rakyat tak berdosa. Salah satu contohnya adalah pembantaian 80 juta kaum kafir India oleh penguasa Islam, yang diperkirakan sebagai pembantaian terbesar dalam sejarah manusia (100).
Dimasa kini, di Indonesia ini kita masih saja disuguhkan berita berita tentang kekerasan atas nama Islam, entah itu penistaan agama, pembunuhan atas penganut sekte yang dicap sesat seperti Syiah, Ahmadiah, Bahai ataupun berita mengenai terorisme lokal dan global, yang tidak pernah terdengar terjadi di agama lain. Selama kita masih hidup dalam penyangkalan dengan menggangap teror, penjarahan dan pembunuhan yang dilakukan Muhammad adalah tindakan hebat dan mulia, dan percaya bahwa perintah membunuh dan berperang dalam Alquran tersebut adalah perintah Pencipta Seluruh Manusia yang membenturkan sesama makluk ciptaanNya, maka segala upaya counter terorisme dan deradikaslisasi akan sia-sia.
Sebagian muslim mungkin berusaha memperbaharui Islam, dengan bersikap toleran, dan menyatakan bahwa ayat-ayat perang Alquran hanya konteks masa lalu, namun ini akan dengan mudah diberangus oleh otoritas Alquran yang memuat begitu banyak ayat2 yang memerintahkan berperang melawan kafir baik di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Ingat, para jihadis seperti Amrozi, atau Imam Samudra adalah orang orang yang pengetahuan agamanya lebih dari rata rata kita. Bedanya tindakan mereka persis sama seperti apa yang diperintahkan Muhammad dalam Alquran, tidak menyaring ajaran tersebut dengan hati nurani, kearifan lokal, atau dengan nilai nilai luhur bangsa ini. Jadi setiap kita berpotensi menjadi teroris, tergantung perspektif kita masing masing apakah kita mau mengkompromikan atau melakukan perintah agama sepenuhnya.
Artikel Selanjutnya (klik):
Sejarah Penyusunan Al Quran
Bagaimana Wahyu Al Quran diturunkan
Referensi:
1) http://www.murtad.xyz/2009/01/surat-imam-samudera.html
2) Yusuf Ali, The Holy Qur’an: Text and Translation, Appendix XIII. Ancient Forms of Pagan Worship, pp. 1620-1622.
3) Jawad ‘Ali, Al-Mufashashal fi Tarikhi al-‘Arab Qabla al-Islam, Universitas Baghdad, tt. vol. VI, pp. 227-228.
4) https://en.wikipedia.org/wiki/Christian_community_of_Najran
5) Ibn Ishaq, Alfred Guillaume (translator). The life of Muhammad: a translation of Isḥaq's Sirat Rasul Allah. Oxford University Press. 1998. pp. 66-68.
6) https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Ishaq
7) Ibn Ishaq, pp. 98-103.
8) https://en.wikipedia.org/wiki/Waraka_ibn_Nawfal
9) https://en.wikipedia.org/wiki/Ubayd-Allah_ibn_Jahsh
10) Ibn Ishaq, p. 99.
11) Hisyam al-Kalbi, Kitab al-Ashnam (Book of Idols), Kairo: Darul Kutub al-Mishriyyah, vol. IV, 2000, p. 11.
12) Ibn Ishaq, p. 98.
13) http://sunnah.com/bukhari/72/25
14) Ibn Ishaq, p. 105.
15) http://sunnah.com/muslim/1/310
16) http://sunnah.com/bukhari/91/1
17) http://sunnah.com/bukhari/60/66
18) http://www.murtad.xyz/2009/01/istri-dan-para-wanita-muhammad.html
19) http://sunnah.com/abudawud/36/1
20) http://sunnah.com/muslim/25/31
21) http://sunnah.com/bukhari/91/1
22) Al Ya'qubi, Ta'rikh ibn Wadih, al-Alami, Lebanon: vol. 1, p. 257.
23) Al Tabari, Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Dara'l-fikr, Beirut: Vol.VI, 1979, p.93
24) Ibnu Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah, Al Falah Foundation. Cairo, 2000. p 318
25) http://sunnah.com/urn/46500\
26) Ibn Ishaq, p. 131.
27) http://sunnah.com/bukhari/63/80
28) Ibnu Atsir, Al-Kāmil fi al-Tārikh, Beirut vol. 2, p. 72.
29) https://en.wikipedia.org/wiki/Bilal_Ibn_Rabah
30) https://en.wikipedia.org/wiki/Sumayyah_bint_Khayyat
31) Muir, W. The Life of Muhammad, London: Smith, Elder & Co. 1861. vol. 2, p. 125.
32) Ibn Ishaq. p. 145.
33) Ibn Ishaq. p. 144.
34) Ibn Ishaq. p. 26.
35) https://en.wikipedia.org/wiki/Migration_to_Abyssinia
36) Hisyam al-Kalbi, Kitab al-Ashnam (Book of Idols), Kairo: Darul Kutub al-Mishriyyah, vol. IV, 2000, p. 14.
37) Ibn Ishaq. pp. 159-161.
38) Al-Maqrizi, Al-Niza wa al-Takhashum fima Bayn Bani Umayyah wa Bani Hasyim
39) Al Tabari, Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Dara'l-fikr, Beirut: Vol.I, 1979, p. 165.
40) https://en.wikipedia.org/wiki/Expedition_of_Abu_Sufyan_ibn_Harb
41) https://en.wikipedia.org/wiki/Mut‘im_ibn_‘Adi
42) Ibn Ishaq. p. 184.
43) http://sunnah.com/bukhari/63/113
44) Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wal muluk, Vol.2, p.343-4
45) Ibn Sa’d, Al Tabaqat Al Kabir, Vol. 2, p. 220
46) https://id.wikipedia.org/wiki/Bai'at_'Aqabah_Pertama
47) Ibn Ishaq. p. 197.
48) https://id.wikipedia.org/wiki/Bai'at_'Aqabah_Kedua
49) Ibn Ishaq. p. 203.
50) Al-Tabari, Vol. 3, p. 524
51) http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=73&tSoraNo =4&tAyah No =88&tDisplay =yes&UserProfile=0&LanguageId=2
52) Ibn Ishaq. p.307
53) Jalal al-Din al-Suyuti "al-Durr al-Manthoor Fi al- Tafsir al-Ma-athoor," vol.2, p178.
54) Ibn Ishaq. p.326
55) http://sunnah.com/muslim/5/3
56) http://www.murtad.xyz/2009/01/sejarah-jihad-1.html
57) https://en.wikipedia.org/wiki/Al-Is_Caravan_Raid
58) https://en.wikipedia.org/wiki/Invasion_of_Buwat
59) https://en.wikipedia.org/wiki/Invasion_of_Waddan
60) https://en.wikipedia.org/wiki/Nakhla_raid
61) https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Badar
62) Mubarakpuri, The Sealed Nectar, p. 132
63) Ibn Ishaq, p.304
64) http://sunnah.com/bukhari/64/71
65) Al-Tabari, vol.34, p.19
66) Ibn Ishaq, p.360
67) https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Uhud
68) https://en.wikipedia.org/wiki/Invasion_of_Banu_Nadir
69) http://sunnah.com/muslim/32/56
70) http://sunnah.com/bukhari/56/118
71) http://sunnah.com/tirmidhi/23/53
72) Ibn Ishaq. p.676
73) Ibn S’ad p.31
74) Ibn Ishaq. p.676
75) http://www.murtad.xyz/2009/01/pembantaian-oleh-muhammad.html
76) https://en.wikipedia.org/wiki/Invasion_of_Banu_Qurayza
77) Al-Tabari, vol. 8, p.23
78) http://sunnah.com/bukhari/56/237
79) http://sunnah.com/tirmidhi/27/45
80) Hamidullah, The Prophet of Islam: Prophet of Migration, p.77
81) https://en.wikipedia.org/wiki/Rayhana_bint_Zayd
82) Ibn Ishaq. p.466
83) http://sunnah.com/bukhari/54/19
84) Sobhy as_Saleh, Mabaheth Fi 'Ulum al- Qur'an, Dar al-'Ilm Lel-Malayeen, Beirut , 1983, p. 269
85) al-Nahas, An-Nasikh wal-Mansukh, p.80
86) http://www.alim.org/library/quran/AlQuran-tafsir/TIK/2/256
87) http://sunnah.com/abudawud/15/206
88) http://sunnah.com/bukhari/97/89
89) http://sunnah.com/abudawud/15/62
90) Ibn Sa’d, vol.ii, p.138
91) http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo =36&tAyah No =55&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
92) http://sunnah.com/bukhari/58/11
93) http://sunnah.com/abudawud/41/19
94) http://sunnah.com/bukhari/64/450
95) http://www.murtad.xyz/2009/01/kematian-muhammad.html
96) https://en.wikipedia.org/wiki/Hadith_of_the_pond_of_Khumm
97) http://sunnah.com/bukhari/58/10
98) Ibnu Sa’d, v.3 p. 78
99) https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_Sahabah_that _did _not_give _Bay'ah _to_ Abu_Bakr
100) https://www.sikhnet.com/news/islamic-india-biggest-holocaust-world-history
......
Mengapa mereka memiliki pemikiran seperti itu? Apakah kekerasan dan radikalisme Islam adalah akibat kesalahahan tafsir dan kekeliruan pemahaman terhadap aqidah dan syariat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, marilah kita menelaah Alquran berdasar asbabun nuzul dalam penurunan ayat-ayat tersebut berdasarkan kitab-kitab sejarah Islam dan hadist, agar kita dapat mengerti apa sebenarnya perintah yang dimaksudkan dalam Alquran.
Mekah sebelum adanya Islam adalah salah satu pusat penyembahan dewa dewi perbintangan di Jazirah Arab, dengan Allah, Allat, Uzza dan Manat sebagai bagian dari 360 dewa dewi di Kabah Mekah. (QS. An-Najm : 19-20) (2). Agama polytheisme Arab (al-watsaniyah) dianut oleh mayoritas masyarakat Arab saat itu. Pusat polytheisme lainnya adalah Taif, berjarak 100 kilometer dari Mekah, yang terkenal dengan Kabah Allatnya, rumah ibadah berbentuk kubus yang mirip dengan Kabah Mekah. Seperti halnya di Mekah, Kabah Taif juga memiliki ritual haji mengelilingi patung dewa dewi (3). Pada zaman itu Yahudi dan Nasrani juga telah menyebar luas di sekitar Arab. Yathrib atau yang dikenal dengan Madinah adalah daerah yang dibuka dan dibangun oleh Yahudi dan ditempati oleh komunitas besar suku-suku Yahudi.
Sedangkan daerah yang dihuni oleh populasi besar Nasrani adalah Najran (4), dekat dengan perbatasan Yaman. Orang-orang Arab di daerah Najran awalnya juga polytheis (menyembah banyak Ilah) seperti halnya penduduk Mekah. Pada masa tersebut jazirah Arabia adalah medan dakwah para misionaris Nasrani. Kita dapat menemukan kisah saat Abrahah, gubernur Nasrani dari Yaman hendak menggantikan kemusyrikan di Mekah dengan cara menghancurkan Kabah dan 360 patung-patungnya. Namun anehnya dalam Alquran (QS Al-Fiil:1-5), Allah justru melindungi kekafiran di Kabah dengan mengirimkan burung Ababil yang membawa batu terbakar untuk membunuh pasukan Abrahah dan gajah-gajahnya. Kejanggalan mengenai kisah pasukan gajah ini telah dibahas secara rinci dibagian lain situs ini.
Muhammad lahir dari ibu bernama Aminah dan ayah bernama Abdullah, dimana keduanya adalah penganut polytheis, itulah sebabnya Muhammad tidak pernah mendoakan kedua orang tuanya. Ibnu Ishaq juga mengkisahkan saat Abdul Muttalib, kakek Muhammad meminta petunjuk dewa Hubal ketika hendak menyembelih anaknya Abdullah sebagai korban untuk Allah di Kabah Mekah (5). Abu Thalib, paman, sekaligus pengasuh dan penjaga Muhammad juga seorang polytheis. Dilahirkan, dibesarkan, dan dididik dalam lingkungan polytheis, bagaimana Muhammad mengenal monotheisme (tauhid)?
Ibnu Ishaq, seorang sejarawan Islam (6), menyebut empat orang hanif (lurus) perintis monotheis di Mekah, mereka adalah Zaid bin Amr bin Nufail, Waraqah bin Naufal, Ubaidillah bin Jahsh, dan Ustman bin Al-Huwairits (7). Diantara para hanif yang paling menonjol adalah Zaid bin Amr, yang dengan keras menentang polytheisme, karenanya ia kemudian dikucilkan oleh orang-orang Mekah. Hanif lain, yaitu Waraqah memilih menjadi seorang Nasrani, Waraqah adalah seorang pendeta, sepupu dari Khadijah, istri pertama Muhammad (8). Ubaidillah bin Jahsh pernah memeluk Islam (9), lalu murtad dan menjadi Nasrani, istrinya Ummu Habibah binti Abu Sufyan, ketika menjadi janda diambil sebagai istri oleh Muhammad. Ubaidillah juga adalah kakak dari Zainab binti Jahsh, istri Muhammad yang lain. Sedangkan Ustman bin Al-Huwairits dalam pencarian agama hanif yang benar memilih untuk menjadi Nasrani (10).
Hisyam al-Kalbi dalam kitabnya menulis, pada suatu hari Muhammad pernah menceritakan hubungannya dengan salah satu berhala Kabah, Uzza. Muhammad mengatakan: “Sungguh, pada saat itu aku memberi hadiah kepada Uzza berupa kambing putih, aku mengikuti agama kaumku.” (11).
Tentang hal itu Ibnu Ishaq dan Bukhari juga menulis:”Aku diberitahukan bahwa Rasulullah ketika berbicara tentang Zaid bin Amr bin Nufail mengatakan, “Dialah yang pertama kali menyalahkanku karena menyembah berhala, dan melarangku untuk melakukannya lagi…. Aku memiliki sekantong daging korban yang kami persembahkan bagi berhala yang dibawa Zaid bin Haritha, aku menawarkannya padanya (Zaid bin Amr) (12) (13).
Ibnu Ishaq menulis bahwa Muhammad biasa bertapa seorang diri di gua Hira setiap tahun selama sebulan untuk melakukan “tahnanuth” yang merupakan kebiasaan ibadah Arab. Menurut masyarakat Quraish, “tahnanuth” berarti pengabdian agamawi (14). Imam Muslim dalam kitab haditsnya menulis mengenai ritual Quraish untuk menyepi didalam gua, meski dengan riwayat yang berbeda (15).
Saat melakukan ritual “tahnanuth” di dalam gua inilah Muhammad mendapatkan penampakan makhluk ghoib, dan makhluk tersebut menekan dada Muhammad tiga kali dan memaksanya; “Iqra” (bacalah!), Muhammad amat sangat ketakutan, ia berpikir ia akan menjadi gila atas hal tersebut. Ia lari menuju ke rumahnya, saat bertemu dengan Khadijah ia berteriak “selimuti aku, selimuti aku”. Kemudian Khadijah menenangkan suaminya itu, dan Muhammad menceritakan peristiwa penampakan yang baru dialaminya. Khadijah bercerita kepada Waraqah mengenai peristiwa tersebut. Pendeta Waraqah adalah orang pertama yang meyakinkan Muhammad bahwa penampakan yang ditemuinya adalah Namus. Pendeta Waraqah juga meyakinkan Muhammad mengenai wahyu kenabian yang diterima suami sepupunya itu. Anehnya Muhammad tidak mengenal siapa makhluk ghoib yang menjadi satu-satunya perantara wahyu Allah tersebut, yang dikemudian hari baru diidentifikasi sebagai Jibril (16).
Dalam hadits disebutkan bahwa pendeta Waraqah menerjemahkan Taurat dan Injil ke dalam bahasa Arab (17). Dalam hal spiritualitas, Khadijah juga kerap meminta nasehat kepada Waraqah. Dalam sejarah tidak disebutkan apa agama Khadijah sebelumnya, hanya disebutkan ia seorang yang lurus (hanif), condong kepada tauhid, meski beberapa riwayat menyebut ia menyimpan patung Uzza di rumahnya. Namun melihat kedekatannya dengan Waraqah, maka kemungkinan besar awalnya ia memiliki kepercayaan yang sama dengan sepupunya itu. Khadijah memiliki pernikahan monogami ala Nasrani dengan Muhammad, barulah setelah kematian Khadijah, Muhammad melakukan pernikahan dengan banyak istri (18).
Muhammad memiliki ibu asuh asal Habasyah bernama Barakat. Ia dikenal dengan nama Umm Ayman (atau ibunya Ayman), dan iapun seorang Nasrani. Kedekatannya dengan lingkungan Nasrani juga terlihat dari ayat ayat Alquran yang banyak bercerita tentang Isa (Yesus). Dalam Alquran kata yang merujuk kepada Isa jumlahnya lebih banyak daripada kata yang merujuk kepada Muhammad sendiri. Banyak kata dalam Alquran yang merupakan istilah-istilah Nasrani yang merupakan bahasa serapan baik dari bahasa Yunani, Habasyah, dsb. Kata kata seperti Muslim, Islam, dsb, berakar dari bahasa Aram yang berasal dari Injil Aramaik yang diterjemahkan Waraqah ke dalam bahasa Arab. Dari sini terlihat jelas pengaruh pendeta Nasrani dan ajaran-ajaran Nasrani pada pemikiran Muhammad.
Beberapa tafsir menyebutkan bahwa Muhammad adalah seorang yang “ummi” (buta huruf), namun dibeberapa hadist disebutkan bahwa Muhammad dapat membaca dan menulis (19) (20). Meski dianggap buta huruf, Muhammad tidaklah tuli, dan tentu dapat mendengar mengenai Taurat dan Injil dari berbagai sumber. Pendeta Waraqah dan Muhammad hidup bersama kurang lebih 15 tahun semenjak pernikahan Muhammad dan menjelang kematian Waraqah. Bukhari menulis bahwa setelah kematian pendeta Waraqah, ayat-ayat Alquran yang diterima Muhammad terhenti beberapa waktu (21). Lalu apa maksud Waraqah menyebut Muhammad sebagai nabi? Apakah Waraqah hendak menjadikan Muhammad seorang pendeta, misionaris, atau pendakwah tauhid seperti dirinya? Meski merupakan orang yang pertama kali menyebut Muhammad sebagai nabi di Mekah, beberapa riwayat menyatakan pendeta Waraqah tetap mati sebagai seorang Nasrani (22).
Muhammad berdakwah mengenai tauhid di Mekah, menyampaikan berita bahwa dirinya adalah seorang rasul, namun hanya beberapa orang yang menerima dan percaya padanya. Tabari menulis bahwa awalnya penduduk kafir Mekah tidak menghindar atau mengganggu Muhammad saat ia berdakwah. Namun saat Muhammad mencela tuhan-tuhan di Kabah, hal itu membuat marah masyarakat Mekah, karena dengan begitu Muhammad mengejek kepercayaan nenek moyangnya sendiri (23).
Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah menulis, "Seperti yang disampaikan kepadaku, bahwa Abu Jahal bin Hisyam berjumpa dengan Rasulullah, kemudian ia berkata kepada beliau, Hai Muhammad, engkau harus berhenti mencela tuhan-tuhan kami! Jika tidak, maka kami akan mencela tuhan yang engkau sembah.” (24). Berdasarkan peristiwa tersebut, maka muncullah ayat berikut:
“Dan janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”. (QS 6:108).
Ini bukan ucapan orang-orang yang suka menindas. Ini adalah sebuah permintaan agar Muhammad berhenti menghina Allah dan sekutunya. Kita dapat membandingkan ini dengan tindakan beberapa orang ketika Muhammad digambarkan di beberapa kartun. Atau bandingkan dengan tindakan sebagian orang terhadap penganut Ahmadiah dan Syiah. Tapi masyarakat Quraish bertoleransi atas hinaan terhadap tuhan-tuhan mereka selama belasan tahun.
Bukhari menulis sebuah riwayat, bahwa suatu waktu Muhammad naik ke puncak bukit Shafa, dan berteriak “Ya shabahah” (peringatan adanya serangan musuh) dan berteriak memanggil warga Mekah. Saat banyak orang kafir berkumpul dan menanyakan ada keadaan genting apa, Muhammad kemudian menjelaskan bahwa teriakannya hanyalah permisalan bahwa ia memperingatkan tentang siksaan dari Allah jika orang orang kafir Mekah tidak meninggalkan tuhan-tuhan mereka dan tidak taat kepada Allah serta Muhammad sebagai utusan Allah. Mendengar penjelasan tersebut, akhirnya orang orang membubarkan diri, namun Abu Lahab, paman Muhammad menghampirinya dan dengan nada kasar berkata, “Celakalah engkau, hanya untuk inikah engkau kumpulkan kami?” (25) Mendengar hal itu, sontak turunlah ayat Al-Quran dari mulut Muhammad;.
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS Al-Lahab 1-5)
Sejak masa itu, masyarakat kafir Mekah menganggap Muhammad sebagai pembohong. Dia yang dulu disebut yang terpercaya (al amin), sekarang dianggap sebagai penipu. Sejarawan Islam seperti Ibnu Ishaq atau Tabari mencatat bahwa perwakilan dari kafir Quraish telah dua kali meminta Abu Talib, untuk menegur Muhammad agar menghentikan hinaan kepada tuhan-tuhan nenek moyang mereka. Insiden kontak fisik terburuk yang dialami Muhammad selama di Mekah adalah ditariknya jubah Muhammad oleh kafir Quraish yang marah karena Muhammad mengancam mereka bahwa suatu saat akan ada tukang jagal yang membunuh mereka (26). Atau saat Uqbah bin Abi Mu’ait melemparkan kotoran unta kepunggung Muhammad (27).
Sedangkan kejadian yang lain adalah percobaan yang gagal, seperti saat Abu Jahal yang hendak melempar Muhammad dengan batu, namun batal karena konon Abu Jahal melihat unta raksasa yang akan menelannya. Atau percobaan saat kejadian lailatul mabit, dimana sekumpulan kafir Quraish mengepung rumah Muhammad dan berencana membunuhnya dimalam hari sesaat sebelum hijrah Medinah, namun gagal karena Muhammad meminta Ali tidur diranjangnya dan konon pandangan kafir Quraish buram dan tidak melihat Muhammad kabur dari kepungan mereka (28).
Dalam sejarah Islam, siksaan fisik kepada muslim dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak, seperti Bilal bin Rabah (29) dan Sumayyah binti Khayyat (30). Sedangkan terhadap golongan bangsawan dan berpengaruh, kaum kafir Mekah hanya melakukan pengucilan dan boikot. Muir dalam bukunya menulis bahwa Bilal dan Sumayyah adalah Arab keturunan Habasyah (Ethopia kini) (31). Habasyah adalah Kerajaan Nasrani pada waktu itu, sehingga kemungkinan Bilal dan Sumayyah awalnya adalah penganut Nasrani. Tentang Sumayyah, Ibnu Ishaq hanya menyebutnya dengan ibu keluarga Yasir dan satu satunya syuhada yang tewas sebelum masa hijrah Madinah, yang dibunuh oleh majikannya (32). Ibnu Ishaq juga menulis perihal Waraqah yang mengutuk perbuatan Umayyah bin Khalaf yang menyiksa budaknya, Bilal bin Rabah. Peristiwa ini terjadi sebelum Bilal mengenal Islam. Saat disiksa dia kerap berkata "Ahadun Ahad, Ahadun Ahad..." (satu / esa), dan saat melihat penyiksaan tersebut pendeta Waraqah mengancam agar dihentikan sembari mengucap “Ahadun Ahad, Ahadun Ahad, Bilal!!" (33). Penyiksaan seperti ini terjadi kembali setelah Bilal telah menjadi muslim.
Sejarah Islam juga menceritakan mengenai seorang Gubernur Yaman dari negara Habasyah, yang dengan pasukan gajahnya hendak menghancurkan kekafiran di Kabah Mekah (34). Namun anehnya Alquran surat Al Fiil: 1-5 menyatakan bahwa Allah justru melindungi Kabah yang saat itu merupakan rumah dari 360 patung berhala, dengan mengirim burung Ababil yang membawa batu panas untuk menghancurkan pasukan Habasyah. Apakah bagi Allah bangunan kotak dan patung-patungnya lebih berharga dari nyawa pasukan itu? Wallahu a’lam. Dikemudian hari negara Nasrani ini justru menjadi tujuan hijrah pertama para pengikut Muhammad, dimana raja Nasrani itu menerima dengan ramah para imigran Mekah tersebut (35). Orang-orang Habasyah menganggap para imigran Mekah adalah penganut Nasrani.
Sejarah Islam mencatat mengenai Ibrahim sebagai kakek moyang bangsa Arab, sehingga orang Arab mewarisi keyakinan monotheisme dari Ibrahim, namun monotheisme tersebut mulai tercemar saat Amr ibn Luhayy membawa patung dewa Hubal kedalam Kabah (36). Ini juga menjadi pertanyaan, bagaimana Amr ibn Luhayy dengan mudahnya mengganti monotheisme Ibrahim menjadi polytheisme tanpa ada orang yang melawan, padahal dalam keyakinan monotheisme, menyekutukan Tuhan adalah kejahatan terbesar. Bahkan Allah Ibrahim juga tidak bertindak apapun, tidak seperti saat ia mengirim burung Ababil untuk menghancurkan pasukan Abrahah yang hendak menghancurkan kekafiran di Kabah.
Saat sebagian muslim bermigrasi ke Habasyah, sebagian muslim lainnya yang memiliki pengaruh dan berasal dari golongan bangsawan tetap tinggal di Mekah, termasuk Muhammad sendiri. Saat itu Muhammad tetap melakukan dakwah secara aktif dan ini menimbulkan kemarahan bagi kafir Mekah. Karenanya penduduk Mekah melakukan boikot kepada bani Hasyim dan bani Abdul Mutallib (marga Muhammad), karena membiarkan Muhammad melakukan hinaan kepada tuhan-tuhan mereka. Pemboikotan terhadap bani Hasyim, ini dipelopori oleh bani Makhzum dan bani Abdu Sham (induk dari bani Umayyah). Ibnu Ishaq menulis bahwa bentuk boikot tersebut adalah larangan penduduk Mekah untuk menikah dengan anggota bani Hashim dan larangan melakukan hubungan dagang dengan mereka (37). Pemboikotan ini bukan hanya terhadap para anggota bani Hasyim yang muslim, namun termasuk juga mereka yang kafir. Pemboikotan ini juga adalah salah satu dampak permusuhan dan persaingan antara bani Hasyim dan bani Umayyah yang telah berlangsung sebelum Muhammad lahir dan terus berlanjut setelah kematian Muhammad dan terbawa hingga kini dalam konflik Sunni Syiah (38).
Pemboikotan tersebut berlangsung kurang lebih tiga tahun dan berakhir sesaat sebelum kematian Abu Thalib sebagai pemimpin bani Hasyim dan juga kematian Khadijah yang dikenal dengan masa Aam al-Huzn (Tahun Kesedihan). Abu Thalib, meskipun seorang kafir, sepanjang hidupnya, tetap melindungi Muhammad dari ancaman fisik kabilah kabilah Mekah. Setelah kematian sang paman, Muhammad tidak lagi mendapat perlindungan di Mekah, karena pemimpin bani Hasyim berikutnya, yaitu pamannya yang lain, Abu Lahab, menolak untuk memberikan perlindungan padanya. Abu Lahab adalah paman yang ia kutuki ketika peristiwa dibukit Shafa dahulu. Pun justru saat Muhammad tanpa perlindungan di Mekah, tidak ada satupun kisah dari semua sumber sejarah mengenai upaya pembunuhan terhadap Muhammad.
Setelah kematian Khadijah dan Abu Thalib, Muhammad merasa bahwa usahanya untuk berdakwah di Mekah makin suram, maka ia memutuskan untuk bertabligh dan mencari perlindungan ke daerah lain. Dan daerah yang ia tuju adalah Taif, tempat tujuan haji lain di Arab, yang terkenal dengan Kabah Allat. Kabah Allat sedikit banyak serupa dengan Kabah Mekah dengan ritual haji dsb. Tabari dalam bukunya menulis bahwa orang Quraish kadangkala beribadah haji ke Kabah Taif (39). Sama halnya dengan masyarakat Mekah, warga Taif menolak dakwah Muhammad. Dikemudian hari setelah Muhammad menjadi penguasa, Kabah Taif ini dihancurkan melalui penyerangan Abu Sufyan bin Harb atas perintah Muhammad (40).
Ditolak di Taif, Muhammad kemudian kembali ke Mekah. Tanpa pelindung di Mekah, Muhammad kemudian meminta istijarah (suaka) kepada Mut’im bin Adi (41), seorang kafir pimpinan bani Nawfal. Mengapa seorang kafir Quraish yang dikatakan memusuhi Islam, namun memberi perlindungan kepada Muhammad, padahal Mut’im dahulu pernah meminta Abu Thalib untuk tidak melindungi Muhammad. Dengan perlindungan Mut’im itu, Muhammad kembali ke Mekah. Agar tidak menyolok Muhammad mengurangi dakwahnya kepada penduduk Mekah, dan memfokuskan dakwah kepada para kafir dari daerah lain yang sedang melakukan ritual haji terhadap 360 berhala di Kabah Mekah. Dalam masa inilah terjadi peristiwa Isra Miraj Muhammad, yang menjadi cemoohan masyarakat Mekah.
Ibnu Ishaq menulis beberapa riwayat mengenai Isra Miraj, salah satu riwayat menceritakan bahwa biasanya Muhammad tidur disamping Kabah, namun pada suatu malam beberapa kafir Quraish melihat Muhammad masuk kerumah sepupu perempuannya Ummi Hani (Fakhitah binti Abu Talib / Hind). Keesokan harinya orang-orang bertanya, dimanakah Muhammad semalam, karena ia tidak didapati tertidur disekitaran Kabah. Karenanya Muhammad berkisah kepada Ummi Hani bahwa semalam ia telah ke surga, telah berkunjung ke Yerusalem dan Syria, menunggang kuda bersayap berkepala manusia (buraq). Ummi Hani memohon agar Muhammad jangan bercerita kepada orang lain tentang hal itu, karena tentu akan ditertawakan oleh masyarakat Mekah (42). Namun karena masyarakat Mekah meminta penjelasan dimana ia semalam, Muhammad akhirnya menceritakan kisah tersebut. Sontak masyarakat Mekah mencemoohnya, karena Muhammad dianggap mengada-ada dan mencari-cari alasan, sebab tidak ada satupun saksi mata atas peristiwa tersebut, akibatnya sebagian muslim kemudian murtad dan meninggalkan Muhammad. Bukhari juga menulis tentang Isra Miraj ini dengan riwayat yang sedikit berbeda, dimana Muhammad malam itu tidur di dekat Kabah bukan berada dirumah Ummi Hani(43).
Akibat dari peristiwa ini, penolakan masyarakat Mekah kepada orang yang dianggap penipu ini semakin hebat. Muhammad melihat tidak ada harapan lagi di Mekah, dan ia mempertimbangkan untuk mencari lagi daerah baru untuk berdakwah, namun tentu ia tak mau gagal lagi seperti peristiwa di Taif. Tabari dalam tarikhnya menulis bahwa Muhammad mulai mendatangai satu persatu kabilah kafir Arab yang berasal dari luar Mekah, yang sedang melakukan ibadah haji, namun mayoritas dari mereka menolaknya (44).
Beberapa daerah masuk dalam pertimbangan Muhammad untuk menjadi tujuan hijrahnya, namun akhirnya pilihan jatuh ke Yastrib (Madinah), daerah subur yang dihuni oleh beberapa suku Yahudi dan juga suku suku Arab yang masih bersaudara dengan bani Hasyim. Ibn Saad menulis bahwa jauh sebelum peristiwa tersebut dua orang perwakilan suku Aus Medinah pergi ke Mekah untuk mencari sekutu dari orang orang Quraish, karena mereka baru saja di kalahkan oleh saudara Arab mereka, suku Khazraj. Muhammad bertemu dengan perwakilan dari suku Aus ini, dan mereka bercerita tentang masalah yang mereka hadapi. Muhammad berdakwah kepada mereka, Iyaz bin Muaz tertarik kepada ucapan Muhammad, namun temannya, Anas bin Rafi mencegahnya, dan akhirnya orang orang Aus ini kembali ke Yastrib dengan tangan hampa (45).
Mengetahui peristiwa politik Yastrib yang demikian, Muhammad mendatangi enam orang Yastrib dari golongan Khazraj yang sedang berhaji di Mekah, dan berdakwah kepada mereka, hingga mereka mau menerima Islam. Hingga dimusim haji berikutnya orang orang Yastrib, sepuluh dari suku Khazraj dan dua dari suku Aus bertemu dengan Muhammad dan mereka melakukan perjanjian yang dikenal dengan baiat Aqabah I (46). Ibnu Ishaq menulis bahwa Muhammad berhasil menyatukan dua golongan tersebut, Aus dan Khazraj, bukan hanya karena mereka masih saudara jauh, namun dengan menemukan musuh bersama yaitu kaum Yahudi. Orang orang Yahudi dianggap licik karena mengadu domba golongan Aus dan Khazraj, hingga mereka selalu berperang. Seperti kepercayaan Yahudi yang menanti kedatangan penyelamat (mesias), masyarakat Arab Yastrib menganggap Muhammad adalah penyelamat yang akan membalaskan kecemburuan mereka terhadap masyarakat Yahudi. Masyarakat Yahudi lebih kaya dan terpelajar dibandingkan masyarakat Arab, bahkan sebagian besar tanah Yastrib dimiliki orang orang Yahudi (47).
Dimusim haji berikutnya. Muhammad melakukan perjanjian dengan tujuh puluh lima (73 pria dan 2 wanita) Ansar (penduduk Arab Madinah) yang disebut sebagai baiat Aqabah II (48). Perjanjian ini adalah perjanjian mutualisme, dimana kaum Ansar berjanji membantu Muhammad melawan kafir Quraish, dan Muhammad akan membantu kaum Ansar memerangi Yahudi. Meski awalnya Muhammad membuat perjanjian damai dengan kaum Yahudi, namun ini adalah strategi karena saat itu kaum muslim masih lemah. Kita akan melihat bagaimana akhirnya nanti suku suku Yahudi ini dimusnahkan dari Madinah setelah muslim menjadi kuat secara militer.
Ibnu Ishaq menulis, bahwa orang yang menemani Muhammad saat melakukan perjanjian tersebut adalah seorang kafir, yaitu Abbas bin Abdul Mutthalib, paman Muhammad. Abbas, saat itu belumlah menjadi muslim, ibunya berasal dari bani Khazraj, ia tampil sebagai pembicara pertama, dan menyerukan kepada saudara-saudaranya kaum Ansar untuk memberikan perlindungan kepada Muhammad, dimana Muhammad juga masih memiliki hubungan darah dengan suku Khazraj dari jalur nenek (49).
Setelah pembaiatan tersebut, Muhammad memerintahkan kepada muslim Mekah untuk bermigrasi ke Yastrib, daerah ini dikemudian hari dikenal sebagai Madinah (kota nabi), sedangkan muslim Mekah yang hijrah ke Yastrib disebut Muhajirin. Para muslim Mekah ini hijrah membawa harta benda yang bisa mereka bawa. Muhammad meminta para Muhajirin yang kaya untuk membeli tanah di Yastrib untuk lahan pertanian. Muhammad sendiri dengan uang dari Abu Bakar membeli tanah di Yastrib sebagai tempat untuk tempat tinggal dan mendirikan masjid yang kini menjadi masjid Nabawi (50).
Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (QS 16:41).
Orang-orang Mekah yang hijrah ke Madinah tidak memiliki pekerjaan. Pertanian merekapun kurang sukses, dan harta yang mereka bawa dari Mekah mulai berkurang drastis. Jadi bagaimana Muhammad memenuhi janjinya untuk memberikan “tempat yang bagus” pada mereka yang meninggalkan rumah mereka karena perintahnya? Sebagian dari mereka akhirnya jatuh miskin dan tergantung pada pemberian kaum Ansar untuk bertahan hidup. Beberapa orang Muhajirin justru meninggalkannya, Muhammad nyaris kehilangan wibawanya. Reaksi Muhammad adalah mengeluarkan ayat baru:
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong (mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorang pun di antara mereka pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong. (QS 4:89)
Para mufassir berbeda pendapat mengenai sebab turunnya ayat ini. Ibnu Abbas dalam kitab tafsirnya menulis bahwa Surah Anisaa 88-90 ini ditujukan kepada 10 orang muhajirin munafik yang murtad dan kembali ke Mekah (51). Sedangkan Ibnu Ishaq dibagian lain meriwayatkan mengenai empat muslim yang wajib dibunuh karena tidak mau turut hijrah ke Medinah, dan akhirnya berhasil dibunuh saat Perampokan Badar II (52).
Inilah pertanyaan mendasar bagi kita semua, jika jiwa para muslim, pengikut awal Muhammad di Mekah benar benar terancam, mengapa justru mereka lebih memilih kembali ke Mekah daripada hijrah ke Medinah. Mengapa mereka sampai harus diancam akan dibunuh jika kembali ke Mekah? Ayat ini kini menjadi salah satu dalil untuk membunuh mereka yang berani murtad dan meninggalkan Islam yang diterapkan dalam syariat Islam (53).
Meskipun telah mengeluarkan ayat-ayat penuh ancaman bagi mereka yang berniat meninggalkannya, Muhammad tetap saja harus menemukan jalan untuk menafkahi pengikutnya. Apa yang dilakukan Muhammad untuk menghidupi mereka? Ibnu Ishaq menulis, “Tidak ada nabi sebelum Muhammad yang mengambil barang jarahan dari musuhnya, maupun mengambil sandera untuk uang tebusan.” Bukhari meriwayatkan bahwa Muhammad berkata, “Saya diberikan kejayaan lewat ketakutan (teror) ... Jarahan Perang dibuat sah bagi saya ... Kelima hak istimewa ini tidak diberikan kepada nabi lain sebelum saya.” (54).
Dengan lafaz yang sedikit berbeda, dalam Sahih Muslim tertulis “Rasulullah mengatakan, "Saya memiliki lima hal yang tidak diberikan kepada siapapun sebelum saya. ...: dan barang jarahan perang dibuat halal bagi saya, dan tidak dihalalkan bagi siapa saja sebelum saya ... " (55).
(*silahkan cross cek hadist lengkapnya, karena seringkali kami dianggap memutarbalikkan hadist)
Kita selalu diajarkan bahwa penjarahan itu terjadi di masa peperangan, sehingga ghanimah (jarahan perang) adalah halal. Namun seperti apakah perang yang dialami para muslim awal, yang harus diancam dibunuh jika tidak mau hijrah, atau diancam di bunuh oleh Muhammad jika kembali ke Mekah, padahal berdasarkan sejarah Islam mereka dikatakan diperangi oleh para Kafir Quraish, sehingga para muslim yang telah hijrah ke Medinah wajib memerangi balik kafir Quraish tersebut.
Keseluruhan kitab sejarah Islam menunjukkan, bahwa beberapa perang awal yang dilakukan Muhammad adalah dengan tujuan meneror, menghadang dan menyerang rombongan dagang para saudagar Quraish yang membawa harta benda. Kelompok Muhammad menunggu secara mengendap endap, lalu ketika rombongan dagang tersebut lewat, mereka menyerangnya, membunuh rombongan dagang tersebut, dan merampas harta bendanya, menjadikan yang masih hidup sebagai tawanan untuk mengharapkan uang tebusan, kita dapat membacanya secara lengkap di arikel SEJARAH JIHAD (56).
Berikut 5 contoh yang perang awal dalam Islam, dari puluhan perang Muhammad lainnya, beberapa upaya penjarahan awal gagal, dan beberapa upaya berikutnya yang sukses;
1. Penyerangan rombongan dagang Quraish di Al-Is (57)
2. Penyerangan rombongan dagang Quraish di Buwat (58)
3. Penyerangan rombongan dagang Quraish di Waddan (59)
4. Penyerangan rombongan dagang Quraish di Nakhla (60)
5. Penyerangan rombongan dagang Quraish di Badar (61)
Anda dapat membayangkan sendiri seperti apakah perang versi Islam awal, ini bukan peperangan yang sering kita pikirkan, dimana masing-masing pihak saling menyiapkan pasukannya untuk berhadapan. Dimata orang awam ini lebih dekat kepada perampokan daripada peperangan, karena tujuan utamanaya adalah untuk menjarah. Muhammad memerintahkan pengikutnya untuk menghadang para pedagang Mekah, dan merampas harta bendanya. Ia meyakinkan mereka bahwa masyarakat kafir Mekah telah mengusir mereka ke luar dari rumah mereka, karena itu sudah jadi hak mereka untuk membalaskan dendam mereka tersebut;
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". (QS 22:39-40)
Oleh Muhammad, penolakan kafir Quraish terhadap ajarannya disebut sebagai diperangi. Muhammad menghalalkan muslim menyerang para kafir melalui cara yang kita kenal saat ini, yaitu seolah-olah menjadi korban (play victim). Resistensi atau penolakan terhadap dakwah suatu agama adalah wajar, apalagi jika dakwah itu dilakukan dengan cara penghinaan dan ancaman seperti yang Muhammad perbuat. Muhammad mengaku para kafir telah menindas kaum Muslim dan melakukan perang terhadap mereka. Pada kenyataannya, dia sendiri yang memulai peperangan dengan menghadang rombongan dagang Mekah dan menjarahnya. Di satu ayat, Muhammad memerintahkan para pengikutnya hijrah ke Madinah dan mengancam mereka yang tidak ikut hijrah dengan pembunuhan dan neraka. Tapi di ayat2 lain dia menuduh bahwa muslimlah yang diusir tanpa sebab dan mereka menjadi korban “yang diperangi dan dianiaya.”
Benarkah kaum kafir Mekah menolak Muhammad dan pengikutnya hanya karena permasalahan agama, atau terdapat persaingan antar suku disini? Wallahu a’lam. Secara jumlah, tidak ada korban tewas akibat penolakan kafir Quraish di Mekah pra hijrah Madinah berdasar seluruh kitab hadist, ataupun catatan dari Tabari, Ibnu Hisyam, atau Ibnu Saad, kecuali seorang budak yaitu Sumayyah binti Khayyat yang hanya dikisahkan oleh Ibn Ishaq seorang. Bagaimana pula peran beberapa kafir dalam melindungi Muhammad dan Islam saat di Mekah, seperti perlindungan dari kafir Mut’im bin Adi, atau paman kafirnya, Abu Talib. Bahkan saat baiat Aqabah II, juru runding Muhammad adalah seorang kafir yaitu pamannya, Abbas bin Abdul Mutthalib.
Bandingkan dengan perlakuan terhadap kaum Ahmadiah di Indonesia, dalam suatu peristiwa terdapat 3 korban kaum Ahmadiah tewas terbunuh oleh sekelompok orang. Apakah 3 orang tewas tersebut dapat dikategorikan sebagai korban perang? Lalu seandainya kaum Ahmadiah merasa diperangi, apakah dibenarkan mereka membalas dendam dengan memerangi umat muslim Indonesia dengan menjarah dan merampoki, seperti yang Muhammad lakukan terhadap kaum kafir Quraish?
Pertanyaan lain adalah apakah benar harta para muslim dirampas oleh para kafir Mekah, dimana hal ini seringkali dijadikan alasan sebagai pembenaran kaum muslim untuk membalas menjarah harta para pedagang kafir Mekah. Jika kita telusuri tidak ada satupun bukti baik itu dari hadist ataupun dari kitab sejarah Islam seperti Tabari, Ibnu Ishaq, atau Ibnu Hisyam mengenai riwayat harta muslim yang dijarah oleh kafir Mekah.
Pun jika benar penganut tauhid dianiaya di Mekah, mengapa Allah harus memerintahkan para muslim yang teraniaya tersebut membalas dendam dengan merampas harta para kafir Quraish dan memerangi mereka. Inilah irasionalnya agama dari sudut pandang logika, jika Allah adalah pencipta semua manusia, bukankah cukup dengan hidayah agar seluruh kafir percaya padanya, namun kenapa justru Allah mengadu antar manusia ciptaannya, mengadu penganut kafir dan tauhid. Benarkah ini perintah Allah, atau perintah manusia yang mengatasnamakan Allah.
Di Madinah, pendatang Muslim dari Mekah hanya beberapa orang saja. Agar efektif dalam usaha penyerangannya, Muhammad membutuhkan bantuan dari muslim baru asal Madinah, yang disebut sebagai “Ansar” (pembantu). Akan tetapi, orang Madinah tidak memeluk Islam untuk menyerang para pedagang dan berperang. Percaya pada Allah adalah satu hal, sedangkan meneror, menjarah, dan membunuh orang merupakan hal yang lain sama sekali. Sebelum Muhammad datang, masyarakat Arab tidak mengenal agama perang. Bahkan saat jaman modern sekalipun, terdapat para Muslim yang percaya pada Allah tapi tidak mau berperang dan membunuh bagi agamanya. Untuk membujuk orang seperti ini, Muhammad mengeluarkan perintah ini:
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS 2:216)
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (QS 9:120)
Tak lama kemudian, usaha sang Rasul mulai berbuah. Dengan pemikat kekayaan dari harta jarahan dan janji janji hadiah 72 bidadari surgawi, maka Muslim Madinah bergabung melakukan teror dan penjarahan.
Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan) mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus. (QS 48:20)
Perhatikan bagaimana Muhammad menghubungkan “jalan yang lurus” dengan menjarah, meneror, dan membunuh. Saat perampokan Badar, yang bertujuan menjarah 50.000 dirham emas (62), harta yang dibawa rombongan pedagang Quraish, terbalaslah dendam Muhammad untuk membunuh musuh abadinya Abu Jahal;
Saya memotong kepala Abu Jahal dan membawanya kepada Rasulullah. “O Nabi Allah, inilah kepala dari orang yang memusuhi Allah”. Muhammad mengatakan, "Maha besar Allah" (63).
Muhammad membuat pengikutnya percaya bahwa melakukan perang baginya dan melakukan tindakan teror merupakan perbuatan yang menyenangkan Allah. Sistem bagi hasil harta hasil jarahan (khumus) adalah strategi yang luar biasa, banyak orang yang berbondong bondong masuk dalam pasukan penjarah Muhammad karena tergiur akan kekayaan dari hasil menjarah. Bahkan banyak orang kafir luar Mekah yang ingin bergabung dengan kelompok penjarah ini, namun ditolak Muhammad, kecuali mereka mau masuk Islam dahulu, dan akhirnya banyak kafir masuk Islam kerena alasan ini.
Dalam riwayat Sahih Bukhari, dikisahkan bahwa prajurit prajurit yang ikut menjarah di Badar masing2 diberi uang pensiun 5.000 dirham setiap tahun (64). Jika 1 dirham, dibulatkan menjadi 4,25 gram emas, dan 1 gram emas dinilai 400.000 rupiah maka uang pensiun yang diterima pasukan penjarah ini dihitung secara kasar adalah 7 milyar perbulan, sungguh jumlah yang fantastis.
Berdasar riwayat Ibnu Ishaq dan Ibnu Saad, kita dapat melihat bahwa banyak penyerangan yang dilakukan Muhammad adalah perang offensif, memerangi terlebih dahulu, bukan hanya perang defensif (difa’iyah), yang membalas saat diserang. Setelah beberapa kali berhasil menghadang dan merampas rombongan dagang Quraish, Muhammad mencari target lainnya. Menurut informannya di daerah Qarqarat al-Kudr terdapat suku nomad Bani Sulaym yang memiliki hubungan baik dengan Quraish. Suku ini sama sekali belum bermusuhan dengan Islam, namun berpotensi menjadi ancaman bagi muslim. Bersama dengan pasukannya Muhammad pergi ke daerah Qarqarat al-Kudr untuk menyerang, namun suku nomad ini sudah meninggalkan daerah itu, yang tertinggal hanyalah 500 ekor unta yang dijaga seorang anak laki Bani Sulaym. Muhammad menawan anak itu dan mengambil 500 unta milik Bani Sulaym sebagai barang rampasan yang telah dijanjikan Allah (65) (66).
Berkali kali mengalami teror dan penjarahan oleh pasukan muslim, akhirnya kafir Quraish sadar untuk melindungi kepentingan bisnis dan nyawa saudara saudara mereka. Perang sesungguhnya antara kafir Quraish dan kaum muslimin baru benar benar terjadi di perang Uhud, kurang lebih 3 tahun setelah kaum muslim hijrah ke Madinah. Dibutuhkan waktu 3 tahun bagi kafir Quraish sampai akhirnya mereka sadar dan sungguh sungguh memerangi kaum muslim secara militer, karena sebelumnya pertempuran yang terjadi adalah antara kelompok penjarah muslim dengan rombongan pedagang kafir Quraish yang mempertahankan harta benda mereka. Dan dalam pertempuran sesungguhnya di Uhud ini kaum muslimin mengalami kekalahan (67).
Setelah kekalahan dalam pertempuran Uhud, Muhammad mulai kesulitan dalam menjarah rombongan dagang Quraish, akibatnya ia kemudian memindahkan targetnya jarahannya pada suku suku kecil disekitar Medinah, termasuk beberapa suku Yahudi yang kaya. Sebagai contoh adalah penyerangan terhadap Bani Nadir (68), suku Yahudi yang kaya raya yang memiliki lahan pertanian yang luas dipinggiran Madinah. Sebelumnya ia telah berhasil mengusir Bani Qaynuqa keluar dari Medinah dan merampas harta dan persenjataan mereka. Bani Nadir tidak memerangi Islam, alasan Muhammad menyerang suku ini adalah alasan klasik yang biasa dipakai Muhammad, yaitu ia mendapat bisikan Jibril bahwa orang orang Yahudi ini akan membunuhnya. Kemudian Muhammad memberikan waktu 10 hari bagi orang orang Yahudi untuk meninggalkan Medina dan jika mereka melampaui batas waktu, mereka akan dibunuh. Kaum Yahudi Nadir terkejut karena Muhammad berbuat demikian, padahal tak pernah sekalipun mereka memerangi Muhammad dan pengikutnya, dan secara sepihak membatalkan perjanjian damai yang disepakati.
Kaum Yahudi ini menolak ancaman Muhammad dan tetap bertahan di benteng mereka. Sesuai dengan rencana, Muhammad dan kaum muslimin kemudian mengepung mereka. Beberapa hari setelah pengepungan, kelompok penjarah Muslim ini semakin tak sabar, Muhammad melanggar aturan perang Arab dengan memerintahkan pasukannya untuk memotong pohon pohon kurma di sekeliling daerah itu dan membakarnya. Ketika kaum Yahudi memprotes atas pelanggaran aturan perang itu, seperti biasa Muhammad mengucapkan sebuah ayat sebagai pembelaan, lalu turunlah ayat berikut:
“Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir), atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan ijin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik." (QS 59:5)
Setelah Muhammad menghancurkan sumber hidup satu satunya milik mereka, Banu Nadir merasa tak berdaya dan tidak punya pilihan lain selain menyerah. Dalam perundingan, Banu Nadir bersedia menyerah dengan syarat mereka diperbolehkan meninggalkan tanah mereka dengan hidup dan diperbolehkan membawa harta mereka dengan onta. Muhammad setuju, namun peralatan perang dan tanah mereka menjadi rampasan bagi Muhammad. Tanah pertanian yang sangat luas yang ditinggalkan Bani Nadir akhirnya sepenuhnya menjadi hak Muhammad seorang diri, tidak dibagikan kepada pasukannya, karena didapatkan tidak melalui pertempuran. Muhammad kemudian membagi bagikan tanah tersebut sesuai keinginannya. Dengan hasil penjarahan ini Muhammad menjadi orang yang amat kaya raya di Medinah dan kaum Muhajirin sekarang punya tempat tinggal permanen bagi hidup mereka.
Dalam beberapa hadist diriwayatkan; Dikisahkan oleh Umar: Harta benda milik Bani An-Nadir merupakan sebagian barang jarahan yang diberikan Allah pada RasulNya (karena) barang2 jarahan seperti itu tidak didapat dari peperangan yang dilakukan kaum Muslim, atau dengan pasukan berkuda, atau dengan pasukan berunta. Jadi barang2 ini adalah milik Rasulullah saja, dan dia menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan tahunan para istrinya, dan menggunakan sisa dana untuk membeli persenjataan dan kuda sebagai peralatan perang yang digunakan untuk Jihad (69) (70) (71).
Perilaku Muhammad dan pasukannya yang gemar meneror dan menjarah menggunakan nama Tuhan seringkali mendapatkan sindiran dari orang orang Madinah. Di waktu itu, cara yang paling lazim dalam mengutarakan pendapat dan kritik kepada seseorang adalah melalui puisi. Namun kritik ataupun sindiran dari para pujangga ini dianggap Muhammad sebagai hujatan dan caci maki yang membahayakan karir kenabiannya, sehingga Muhammad merasa perlu untuk membungkam mereka. Salah satu penulis puisi waktu itu adalah Asma binti Marwan, wanita yang berasal dari Bani Aws, yang mengkritik terbunuhnya Abu Afak oleh pengikut Muhammad. Di masjidnya malam itu, Muhammad mencari seorang sukarelawan untuk membunuh Asma, dan majulah Umayr bin Adiy al-Khatmi. Keesokan harinya Muhammad bertanya pada Umayr, “Apakah kau sudah membunuh anak perempuan Marwan?” Ketika Umayr menjawab bahwa Asma telah dibunuh, Muhammad berkata, “Kau telah menolong Tuhan dan RasulNya, O Umayr!” Kisah pembunuhan Asma Binti Marwan ini dicatat oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Saad. (72)(73), meski demikian untuk menafikan kisah ini para ulama menganggap kedua sejarawan ini berbohong mengenai kisah Asma ini.
Asma binti Marwan bukanlah korban satu satunya yang tewas karena berani mengkritik Muhammad, korban sebelumnya adalah Abu Afak, kakek tua berusia 120 tahun, yang dengan puisinya menyindir Muhammad dan pengikutnya. Karena perintah Muhammad, dia dibunuh oleh Salim bin Umair (74). Kita dapat melihat rentetan pembunuhan korban korban lainnya yang berani mengkritisi Muhammad di artikel lain di situs ini (75), yang dalam bahasa Muhammad mengkritik sama dengan menghujat dirinya. Penerapan dari kisah kisah ini dimasa sekarang adalah hukuman cambuk hingga hukuman mati bagi mereka yang berani mengkritik Muhammad yang dilakukan dinegara yang menganut syariah seperti Saudi Arabia.
Contoh lain kebaikan hati Muhammad adalah penyerangan terhadap Bani Qurayzah (76), yang alasan penyerangannya berdasar hadist Bukhari dan sirat adalah lagi lagi karena Muhammad mendapat perintah dari Jibril. Sebelumnya dalam riwayat Tabari, dikisahkan mengenai Bani Qurayzah yang bekerjasama dengan kaum muslim untuk menggali parit disekitar Medina untuk menangkal serangan pasukan gabungan Quraish, Bani Ghatafan, dan 2 suku Yahudi (Al-Ahzaab) yang telah berhasil diusir Muhammad dari Medinah, yaitu Bani Qaynuqa dan Bani Nadir. Dikisahkan pula bagaimana ketua Bani Nadir yang memperingatkan pemimpin Bani Qurayzah agar memutuskan perjanjian dengan Muhammad, mengingat bagaimana dahulu Muhammad secara sepihak mengkhianati perjanjian damai dengan Bani Nadir. Pemimpin Bani Qurayzah setuju dan mempersilahkan Pimpinan Bani Nadir masuk ke benteng mereka.
Saat itu tersiar desas desus bahwa 700 pasukan Bani Qurayzah berniat menyerang wanita dan anak anak Medinah yang ditinggal pasukan Muslim saat perang Khandaq / Parit, namun desas desus penyerangan tersebut tidak pernah terjadi karena konon ketika kaum Yahudi mengirimkan mata matanya untuk menyerang Madinah, mata mata tersebut berhasil dibunuh oleh seorang wanita, yaitu Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Muhammad.
Kabar pembatalan perjanjian ini dipastikan oleh Muhammad, sehingga ia semakin merasa perlu mencari jalan ke luar. Pada saat itu, Muhammad memiliki agen ganda (bekerja untuk kedua pihak yang bermusuhan) yang bernama Nuaym bin Masud dari Bani Ghatafan. Nuaym yang mengaku sudah memeluk Islam menghadap Muhammad dan menawarkan jasanya untuk mengadu domba pemimpin Al-Ahzaab dengan pemimpin Bani Qurayzah. Muhammad menerima tawaran Nuaym dan mengatakan padanya bahwa “perang adalah penipuan”. Dia berkata pada Nuaym, “Kamu hanyalah satu diantara kami semua. Buatlah mereka meninggalkan satu sama lain, jika kamu bisa, sehingga mereka meninggalkan kita, karena perang adalah penipuan” (77).
Berikut hadist yang menegaskan pandangan Muhammad bahwa perang adalah usaha penipuan: Dikisahkan oleh Jabir bin 'Abdullah:
Sang Nabi berkata, "Perang adalah penipuan" (78) (79).
Mendengar perkataan Muhammad yang menginspirasi, Nuaym pergi ke Bani Qurayzah dan pemimpin Al-Ahzaab untuk menghasut mereka. Dihadapan pasukan Al-Ahzaab Nuaym mengumumkan bahwa dia telah meninggalkan Islam, sehingga orang orang dari Al-Ahzaab mempercayai apa yang dikatakannya. Singkat cerita pemimpin Al-Ahzaab percaya hasutan Nuaym bahwa Bani Qurayzah telah mengikat perjanjian lagi dengan Muhammad. Karena waktu itu adalah awal bulan Dzul Qa’dah, yakni bulan pertama dari bulan Haram, tiga bulan suci berdasarkan tradisi Arab dan dimana dilarang melakukan perang di bulan suci ini, apalagi pihak Mekah harus kembali dan menunaikan ibadah haji, maka mereka memutuskan untuk mengakhiri perang tersebut (80). Namun kisah lain menyebut bahwa Jibril telah membawa topan badai dan menyebabkan pihak sekutu Mekah melarikan diri (QS 33:9).
Setelah memastikan pasukan Quraish telah kembali ke Mekah, lagi lagi Muhammad mendapat bisikan dari Jibril, yang memberitahu bahwa kini adalah saat yang tepat untuk menyerang Bani Qurayzah. Diserang dan bertahan didalam benteng mereka selama 25 hari, akhirnya Bani Qurayzah menyerah tanpa syarat, dan menanti keputusan Muhammad terhadap mereka. Tabari mencatat, Sa‘d bin Mu‘adh menginginkan kesemuanya dihukum mati dan harta benda mereka dibagi bagikan kepada pasukan penjarah, dan Muhammad merestui dan bangga atas keputusan yang diambil Sad. Akhirnya 700-900 kepala laki laki Yahudi dipenggal dihadapan Muhammad, barang jarahan dibagikan, para wanita dan anak anak juga dibagikan sebagai budak, sebagian wanita lainnya dijadikan budak seks bagi kaum muslim. Perlakuan ini sungguh lebih kejam dari pembunuhan itu sendiri, karenanya beberapa dari wanita Yahudi ini yang bunuh diri.
Dari para tawanan, Muhammad memilih seorang janda muda yang suaminya baru saja ia penggal, Raihana binti Zayd (81). Menurut Ibn Ishaq, Muhammad menyuruhnya masuk Islam agar dapat menjadi istrinya, namun Raihana memilih tetap menjadi Yahudi sehingga ia hanya menjadi budak pemuas (milkul yamin) Muhammad saja. “Wahai Rasulullah, sebaiknya engkau biarkan aku sebagai milkul yamin. Ini akan lebih ringan bagiku dan bagimu.” Muhammad menuruti kemauan Raihana. Menurut Ibnu Ishaq, kendati Raihana masuk Islam di kemudian hari, ia meninggal sebagai hamba sahaya (82).
Pemenggalan 700-900 laki laki Yahudi dihadapan Muhammad menunjukkan begitu besarnya kebaikan hati Rasulullah yang menjadi rahmat bagi semesta alam, padahal sebelum penyerangan kelompok penjarah ini, tidak konflik antar mereka yang mengakibatkan jatuh korban dari kedua pihak.
Dengan kekayaan dari hasil puluhan kali penyerangan dan penjarahan, dan semakin banyak orang yang bergabung dalam pasukan penjarahnya, kini Muhammad bukan lagi seorang pendakwah lemah yang diabaikan seperti sewaktu di Mekah, tapi kini dia adalah pemimpin sebuah “PEMERINTAHAN”, yang memerintah dengan kekuasaan absolut atas para pengikutnya.
Dalam Al Quran Muhammad memang tidak meminta para pengikutnya untuk memujanya. Justru ia mengklaim “hanya utusan saja”. Sebagai gantinya dia menuntut kepatuhan, namun dengan cerdik dia meminta para pengikutnya untuk taat pada “Allah dan Rasul-Nya.” Dalam sebuah ayat, dia ucapkan kalimat ini;:
“Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman" (QS 8:1)
Mana ada Tuhan yang menginginkan atau memerlukan barang2 duniawi, apalagi hasil dari merampas dan membunuh kafir? Muhammad menggunakan “Allah” sebagai alasannya. Akan sungguh memalukan jika dia hanya katakan, “harta rampasan perang itu kepunyaanku”. Oleh karena itu di sebagian besar ayat-ayat Al Quran, Muhammad selalu meletakkan nama Allah di depan namanya (Rasul-Nya).
Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS 4:18)
Dan karena tidak ada seorangpun yang bisa melihat atau mendengar Allah, semua kepatuhan adalah kepada Muhammad sebagai wakil Allah. Dialah yang harus di taati dan takuti karena hanya dia satu-satunya perantara dari tuhan, yang mana hal tersebut telah dia tanamkan kepada pengikutnya bahwa Rasul-Nya harus dihormati dan ditakuti. Hadist dibawah ini dengan jelas menggambarkan bagaimana implementasi ayat tersebut ;
"…Urwah Al-Tsaqafi, salah seorang utusan Mekah melaporkan pada kaumnya: “Orang Islam itu luar biasa! Demi Allah aku pernah menjadi utusan menemui raja-raja. Aku pernah berkunjung pada kaisar Kisra dan Najasyi. Demi Allah belum pernah aku melihat sahabat-sahabat mengagungkan rajanya seperti sahabat-sahabat mengagungkan Muhammad SAW. Demi Allah, jika ia meludah, ludahnya selalu jatuh pada telapak tangan salah seorang di antara mereka. Mereka usapkan ludah itu kewajahnya dan kulitnya. Bila ia memerintah mereka berlomba melaksanakannya, bila ia hendak wudhu, mereka hampir berkelahi untuk memperebutkan air wudhunya. Bila ia berbicara mereka merendahkan suara dihadapannya. Mereka menundukkan pandangan dihadapannya karena memuliakannya”. (83)
Banyak hadist lain dengan informasi serupa, bahwa dahak, air bekas kumur, dan lain sebagainya dari tubuh Muhammad begitu dipuja oleh pengikutnya. Dengan perubahan nasib ini, seluruh pesan Muhammad juga berubah. Jika sewaktu di Mekah kata syahid diidentikkan dengan gugur karena mempertahankan iman, seperti istilah martir dalam ajaran Nasrani, namun setelah hijrah Madinah, syahid mengalami penggeseran arti menjadi orang yang tewas dalam penyerangan terhadap para pedagang kafir, atau secara umum diperuntukkan bagi mereka yang tewas karena jihad fi sabilillah. Di bawah ini adalah perbandingan antara beberapa ayat Al Quran ketika Muhamamd masih lemah dan beberapa ayat setelah menjadi penguasa.
A | B |
2:256 Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) | 9:123 Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu |
29:46 Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang lalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri | 9:29 Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. |
109:6 Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku | 3:85 Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. |
5:82 Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani | 3:28 Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi teman atau penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu). |
10:99 Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? | 2:193 Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah |
50:45 Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka | 9:14 Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman |
73:10 Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. | 8:12 Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka |
2:62 Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. | 9:30 Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putra Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putra Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling |
43:88,89 Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman". Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari mereka dan katakanlah: "Salam (selamat tinggal)." Kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk) | 47:4 Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka. |
Ayat diatas hanyalah sebagian dari ayat-ayat yang bertentangan dalam Alquran. Dikotomi (pemikiran bercabang) ini dijelaskan oleh beberapa ulama.
Dr. Sobhy as-Saleh, seorang akademisi Islam, tidak melihat dalam QS 2:256 dan QS 9:73 sebagai kasus penggantian ( nasakh mansukh) tapi sebagai kasus penundaan atau penangguhan perintah untuk melawan para kafir. Untuk mendukung pandangannya dia mengutip Imam Suyuti, Penulis Itqan Fi'Ulum al-Quran yang menulis: Perintah untuk melawan para kafir ditunda hingga para Muslim menjadi kuat, tapi dikala mereka lemah mereka diperintahkan untuk bertahan dan bersabar (84).
Al Nahas menulis: Para ulama berbeda pendapat mengenai QS 2:256 (Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)) Beberapa ulama mengatakan: "Itu telah digantikan (dinasakhkan) karena sang nabi memaksa orang Arab untuk memeluk Islam dan melawan mereka yang tidak tunduk pada Islam. Ayat tersebut telah dinasakhkan oleh QS 9:73 "Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka." Muhammad meminta ijin Allah untuk melawan mereka dan dikabulkan. Ulama lain berkata QS 2:256 tidak digantikan, tapi mendapat penerapan khusus. Ayat ini muncul karena mengenai "Ahlul Kitab" (Yahudi dan Kristen); mereka tidak dapat dipaksa untuk memeluk Islam jika mereka membayar pajak Jizyah (pajak bagi nonmuslim), tapi mereka wajib diperangi jika tak mau tunduk dibawah kaki Islam. Hanya pemuja berhala (kafir) saja yang dipaksa untuk memeluk agama Islam dan pada merekalah QS 9:73 diterapkan. Ini pendapat dari Ibnu Abbas yang merupakan pendapat terbaik karena dari kesahihan otoritasnya (85).
Ibn Kathir dalam kitab tafsirnya berpendapat mengenai Alquran ayat 2:256 yang seringkali dijadikan dalil toleransi dalam Islam.: “Ayat ini diturunkan kepada lelaki Anshar Bani Salim bin Awf; ada yang menyebutnya al-Hushayn. Dia mempunyai dua anak lelaki Nasrani, sementara dia sendiri Muslim. Dia lalu bertanya kepada Nabi SAW, “Tidak perlukah aku memaksa mereka berdua, karena mereka telah menolak Islam dan tetap memilih memeluk Nasrani?” Kemudian, dalam hal ini Allah menurunkan ayat tersebut” (86).
Tafsir lain mengenai ayat ini didasarkan pada Hadith Sunaan Abu Dawud, Book 14, Number 2676: Ayat ini berhubungan dengan anak dari orangtua Muslim yang dibesarkan oleh orang-orang Yahudi Banu Nadir. Ini terjadi karena di jaman itu, orang orang Arab yang kesulitan memiliki anak biasa bersumpah bahwa jika Allah memberi mereka anak, maka mereka akan menyerahkan anak-anak mereka untuk dibesarkan oleh kaum Yahudi. Ketika Muhammad melakukan pembersihan rasial kaum Yahudi Banu Nadir, orangtua Muslim dari anak-anak ini bertanya padanya apa yang harus mereka perbuat dengan anak-anak mereka. Muhammad memperbolehkan anak-anak ini untuk tetap menjadi Yahudi dengan berkata, “Tidak ada paksaan dalam agama” (87).
Namun tentu saja mereka harus tetap tunduk pada Islam dengan membayar jizyah. Karena itu, berdasar asbabun nuzulnya, ayat 2:256 tidak ada hubungannya dengan kebebasan beragama, karena diterapkan bagi anak anak beragama Yahudi dan Nasrani yang orang tuanya adalah muslim, namun bagi mereka yang kafir (non muslim diluar Yahudi dan Nasrani) wajib hukumnya diperangi sampai akhirnya menerima Islam atau mati.
Dalam prakteknya kita dapat melihat begitu tingginya toleransi beragama dalam Islam, yaitu saat dimana Khulafaur Rasyidin mengusir dari Jazirah Arabia orang orang Arab yang masih mempertahankan Nasrani dan Yahudi sebagai agama mereka. Hingga saat ini orang orang non muslim dianggap najis dan kotor sehingga dilarang memasuki kota Mekah dan Madinah yang suci. Dan puncaknya, kebebasan beragama dalam Islam diwujudkan dalam hukuman mati bagi siapa saja yang berani murtad dan meninggalkan Islam yang diberlakukan di negara negara yang menganut hukum Islam.
Dikotomi diatas menjelaskan, mengapa orang2 seperti Gus Dur dan Abu Bakar Baasir, dapat berbeda dalam menafsirkan Alquran. Kebanyakan dari kita masih mengkompromikan ajaran Alquran dengan kearifan lokal kita, dengan nilai nilai luhur bangsa kita, dengan mengedepankan hati nurani kita. Sedangkan disisi lain terdapat muslim yang menyatakan Islam apa adanya, yang melakukan hukum Islam seutuhnya, yang meneladani Muhammad sepenuhnya, yang memerangi kafir, berusaha menundukkan kaum Yahudi dan Nasrani dibawah Islam hingga mereka membayar jizyah,dan kita menyebut mereka muslim radikal.
Hadith Sahih Bukhari Volume 9, Book 93, Number 555:
Dikisahkan oleh Abu Huraira:
Rasul Allah berkata, "Allah menjamin (orang yang melakukan Jihad untuk Allah dan tidak ada yang ingin dilakukannya kecuali Jihad untuk Allah dan iman akan firmanNya) bahwa Allah akan menerimanya di surga (mati sebagai syuhada) atau mengupahi dia dengan hadiah atau jarahan perang yang telah diterimanya dari tempat dia pergi” (88)
Dalam persiapan pasukan sebelum berangkat untuk menjarah, Muhammad selalu membakar semangat pengikutnya untuk bersedia mati di medan laga. Jihad fisabilillah terhadap kafir harbi dengan keutamaan mati syahid adalah doktrinasi yang diberikan Muhammad kepada pasukannya. Muhammad selalu mengatakan bahwa jihad fisabilillah adalah puncak ibadah, ibadah tertinggi, dengan amal dan upah tertinggi. Inilah semangat yang kini dimiliki oleh para muslim yang kita sebut teroris, yang rela melakukan bom bunuh diri, yaitu semangat mati syahid, semangat untuk mencintai kematian lebih daripada kehidupan. Dari perspektif teroris, mengebom dengan mengorbankan nyawa bukanlah bunuh diri, namun ini adalah mati syahid.
Salamah bin Akwa berkata "Pada pertempuran Khaibar, saudaraku berjuang mati-matian. Tapi pedangnya berbalik mengenainya dan membunuhnya. Para sahabat berbicara tentang dia dan meragukan (mati syahidnya) lalu berkata "Seorang pria yang meninggal dengan senjatanya sendiri". Rasulullah mengatakan "Dia meninggal sebagai syuhada”. Ibnu Shihab berkata "Saya bertanya pada anak Salamah bin Akwa" Dia menceritakan kepada saya dengan otoritas ayahnya mirip dengan itu kecuali bahwa ia berkata "Rasulullah berkata: Mereka berbohong, ia meninggal sebagai syuhada. Pahalanya menjadi dua kali lipat baginya" (89) (90)
Tentang mati syahid, Abu Laits dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin meriwayatkan bagaimana saat memberikan targhib, Muhammad bercerita mengenai Ainul Mardhiah, bidadari tercantik disurga, yang hanya diberikan Allah, bagi mereka yang mati syahid (mati saat bertempur di jalan Allah).
Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik, yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah. Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah. QS 55: 70 -77
Persetubuhan surgawi adalah janji janji indah yang diberikan Muhammad bagi pasukannya. Bukan hanya satu bidadari, menurut sebuah hadist setiap muslim akan diberikan 72 bidadari, hadist juga menyebut bahwa tidak ada penghuni surga yang membujang, bahkan setiap wanita surgawi akan kembali perawan sehabis disetubuhi. Bagaimana dengan muslimah? Apakah mereka juga akan diberikan 72 bidadara tampan, bersetubuh detik demi detik? Wallahu a’lam, tidak ada rujukan kuat mengenai detail surga bagi wanita.
Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). QS 36 : 55
Tafsir Al Jalalani dengan jelas menyatakan bahwa makna kesibukan disini adalah kesibukan dalam memerawani wanita (deflowering virgins), jadi kegiatan di surga yang dijanjikan Allah adalah memerawani dan bagi muslimah diperawani (91). Inilah janji indah Muhammad bagi pengikutnya yang rela mati baginya. Sedangkan bagi yang hidup, selain harta jarahan, Muhammad juga menjanjikan persetubuhan terhadap tahanan wanita yang telah dibagikan, sehingga menjadi budak hak milik (milkul yamin) muslim, sesuai dengan QS 4:24 dan QS 33:50.
Sadarkah kita bahwa penjarahan dan pemerkosaan tawanan ini diatasnamakan pada Allah yang kita sebut maha adil dan penyayang. Lihatlah apa yang dikatakan seorang wanita Yahudi kepada Muhammad setelah ia ketahuan meletakkan racun di makanan Rasulullah tersebut!
“Kami ingin tahu jika kau ini pembohong dan kalau kau memang pembohong, kami akan menyingkirkanmu, dan jika kau memang adalah seorang nabi, maka racun itu tidak akan mempan pada dirimu” (92).
Rasulullah bertanya: “Mengapa kau melakukan itu (meracuni)?” Wanita itu menjawab: Jika kau seorang nabi, itu tidak akan merugikan dirimu; tetapi jika kau seorang raja, aku harus menyingkirkan orang-orang darimu. Rasulullah kemudian memerintahkan tentang dia dan dia dibunuh. Rasulullah kemudian mengatakan tentang rasa sakit sebelum ia meninggal: “Aku terus merasa sakit akibat daging yang ku makan di Khaybar. Inilah waktu ketika racun itu memotong urat nadiku” (93).
**(silahkan cross cek sumber, karena seringkali kami dituduh mengarang hadist)
Kisah mengeluhnya Muhammad akibat racun di Khaybar juga banyak dikisahkan dalam Tarikh dan Sirat. Berkali kali Muhammad berkata bahwa rasa sakit yang ia alami menjelang kematiannya disebabkan oleh racun yang tertelan di Khaybar.
Dikisahkan oleh Aisha: Sang Nabi dalam penderitaan sakitnya yang mengakibatkan kematiannya, biasa berkata, “Wahai Aisha! Aku merasa sakit karena daging yang kumakan di Khaybar, dan saat ini, aku merasakan urat nadiku bagaikan dipotong oleh racun itu.” (94)
Versi lain berdasarkan riwayat Syiah menyatakan bahwa kematian Muhammad disebabkan karena racun yang diberikan oleh Aisha dan Hafsa karena perintah orang tua mereka, terbukti dengan terpilihnya Abu Bakar sesaat setelah kematian Muhammad (95). Sedangkan beberapa ulama Sunni mencoba menafikan dan mengingkari perkataan Muhammad yang menyebut sebab kematiannya adalah racun Khaibar, dan lebih mengutamakan pendapat mereka sendiri bahwa penyebab kematian Muhammad adalah karena demam. Wallahu a'lam.
Menjelang kematiannya, sudah terjadi ketegangan dan perebutan kekuasaan antar para sahabat, kaum Ansar dan Muhajirin mengenai siapa yang berhak mewarisi posisi Muhammad. Pendukung Ali Bin Abu Thalib menggunakan peristiwa Ghadir Khum sebagai dasar bahwa Muhammad telah menunjuk Ali sebagai penggantinya (96), namun beberapa sahabat tidak menyetujui hal itu. Beberapa riwayat, termasuk Bukhari menyebutkan saat menjelang kematiannya Muhammad ingin menuliskan wasiat, namun sebagian kelompok menghalang halanginya dengan menyebut bahwa Muhammad sedang mengigau (97).
Ibnu Sa’d meriwayatkan bahwa disaat pihak keluarga Muhammad (Ali, Fatimah, dll) sedang berduka dan bersiap melakukan persiapan pemakaman, para sahabat (Abu Bakar dan Umar cs) justru mencuri start dengan bermusyawarah memilih pemimpin pengganti Muhammad, tanpa mengikutsertakan Ali. Tidak ada keadaan darurat saat itu, mengapa para sahabat serta perwakilan Muhajirin dan Ansor tidak menunggu barang satu dua hari untuk menghormati keluarga Muhammad (98).
Menurut pandangan Syiah, ini seperti halnya anak durhaka yang berebut warisan sesaat setelah kematian orang tuanya. Bukannya ikut dalam prosesi kematian Muhammad, para sahabat justru sibuk bermusyawarah berbagi kekuasaan, dan akhirnya membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah. Mengetahui hal itu Ali Bin Abu Talib, sepupu dan menantu Muhammad tidak diam, ia memprotes dengan keras pembaiatan atas Abu Bakar. Demikian juga dengan keluarganya, keluarga besar bani Hasyim dan para pengikut setia Ali. Keluarga Muhammad lalu berkumpul dirumah Ali membicarakan telah dipilihnya Abu Bakar, namun datanglah Umar Bin Khatab yang mengancam akan membakar rumah tersebut. Karena kekerasan yang dilakukan Umar, Fatimah, putri Muhammad yang saat itu sedang mengandung, terluka parah, dan akhirnya keguguran.
Dimasa itu Fatima, juga memprotes disitanya tanah Fadak dan Khaybar oleh Abu Bakar yang menurut Fatimah tanah itu adalah hak keluarga Muhammad. Dalam hadist dikisahkan sejak saat itu Fatimah tidak mau berbicara kepada Abu Bakar hingga kematiannya, 6 bulan setelah kematian ayahnya. Setelah kematian Fatimah, demi mencegah perpecahan umat, akhirnya Ali Bin Abu Talib bersedia menerima Abu Bakar (99). Sejarah mencatat setelah itu terus menerus terjadi konflik berdarah dalam perebutan kekhalifahan, termasuk konflik Syiah Sunni, saling klaim kebenaran, dari dahulu hingga saat ini, yang pada dasarnya konflik ini berhubungan erat dengan permusuhan dan persaingan antara bani Hasyim dan bani Umayyah.
Uraian panjang diatas membuktikan tanpa ragu, bahwa doktrin utama di belakang semua teror, pembunuhan, dan pembantaian yang dilakukan para jihadis masa kini berakar kuat dalam Islam. Pendapat yang mengatakan bahwa para jihadis seperti Amrozi dan Imam Samudra adalah orang orang sesat, yang menafsirkan Islam secara salah adalah omong kosong belaka. Jelas bahwa apa yang mereka lakukan sepenuhnya meniru yang dilakukan Muhammad dimasa lalu. Justru kebanyakan dari kitalah yang mengkompromikan Islam dan melakukan perintah agama secara setengah setengah.
Disisi lain Muhammad tentu memiliki sifat sifat istimewa sebagai seorang manusia. Keberanian, kegigihan, kedermawanan, dan sifat positif lainnya. Berawal dari bukan siapa-siapa, akhirnya menjadi salah satu orang yang paling berpengaruh di dunia. Seperti halnya Adolf Hitler, pengusa Jerman yang menyulut perang dunia kedua, yang mengubah tatanan dunia hingga saat ini. Seburuk buruk sifatnya, Hitler tetap memiliki kebaikan dan keistimewaan dibandingkan manusia lainnya. Perbedaannya Muhammad dianggap sebagai wakil Allah, yang diyakini sebagai pencipta seluruh manusia, yang maha kuasa, lagi maha penyayang. Allah yang dalam Alquran menjadikan penjarahan, peperangan dan pembunuhan sebagai solusi agar manusia mengenalnya, Tuhan yang membenturkan dan mengadu mahluk ciptaannya sendiri, mengadu antar mereka yang kafir dan yang mukmin.
Terhadap Muhammad kita tentu mengaguminya, mengagungkan hingga memuliakan dirinya, namun marilah sejenak kita mencoba melihat secara obyektif, bukan hanya dari sudut pandang Muhammad dan muslim saja, namun dari sudut pandang kafir Quraish. Jika posisinya dibalik, seandainya sekarang di Saudi Arabia terdapat orang yang berdakwah tentang polyheisme, dan mencela Allah dan Alquran, apakah yang akan terjadi? Apakah masyarakat Saudi akan bertoleransi selama 13 tahun untuk mendengarkan dakwah tentang polytheisme? Sekedar memboikot atau mengasingkan orang itu? Sesuai syariat orang tersebut justru akan langsung dihukum mati. Jika kebetulan orang itu meloloskan diri, kemudian membalas tindakan masyarakat Saudi dengan melakukan teror dan merampok disana sini, karena ia merasa masyarakat Saudi menganiayanya, merampas harta yang ia tinggalkan, apakah kita akan menganggap tindakan teror yang dilakukan penyebar polytheisme itu wajar dan benar?
Sejarah membuktikan bahwa agama agama polytheis cenderung lebih toleran daripada agama monotheis seperti Yahudi, Nasrani atau Islam. Memang, kekerasan dan kejahatan atas nama agama bukan hanya monopoli Islam, dimasa lalu kita mendengar mengenai perang Salib, inkuisisi dan sebagainya. Namun umat Nasrani mengakui bahwa hal itu adalah kesalahan masa lalu mereka, dan Paus sebagai pemimpin agama memohon maaf kepada dunia atas kesalahan tersebut. Sebaliknya, akankah ada ulama yang secara terbuka meminta maaf atas kejahatan yang dilakukan Muhammad dan Khalifah penerusnya, yang membantai jutaan rakyat tak berdosa. Salah satu contohnya adalah pembantaian 80 juta kaum kafir India oleh penguasa Islam, yang diperkirakan sebagai pembantaian terbesar dalam sejarah manusia (100).
Dimasa kini, di Indonesia ini kita masih saja disuguhkan berita berita tentang kekerasan atas nama Islam, entah itu penistaan agama, pembunuhan atas penganut sekte yang dicap sesat seperti Syiah, Ahmadiah, Bahai ataupun berita mengenai terorisme lokal dan global, yang tidak pernah terdengar terjadi di agama lain. Selama kita masih hidup dalam penyangkalan dengan menggangap teror, penjarahan dan pembunuhan yang dilakukan Muhammad adalah tindakan hebat dan mulia, dan percaya bahwa perintah membunuh dan berperang dalam Alquran tersebut adalah perintah Pencipta Seluruh Manusia yang membenturkan sesama makluk ciptaanNya, maka segala upaya counter terorisme dan deradikaslisasi akan sia-sia.
Sebagian muslim mungkin berusaha memperbaharui Islam, dengan bersikap toleran, dan menyatakan bahwa ayat-ayat perang Alquran hanya konteks masa lalu, namun ini akan dengan mudah diberangus oleh otoritas Alquran yang memuat begitu banyak ayat2 yang memerintahkan berperang melawan kafir baik di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Ingat, para jihadis seperti Amrozi, atau Imam Samudra adalah orang orang yang pengetahuan agamanya lebih dari rata rata kita. Bedanya tindakan mereka persis sama seperti apa yang diperintahkan Muhammad dalam Alquran, tidak menyaring ajaran tersebut dengan hati nurani, kearifan lokal, atau dengan nilai nilai luhur bangsa ini. Jadi setiap kita berpotensi menjadi teroris, tergantung perspektif kita masing masing apakah kita mau mengkompromikan atau melakukan perintah agama sepenuhnya.
Artikel Selanjutnya (klik):
Sejarah Penyusunan Al Quran
Bagaimana Wahyu Al Quran diturunkan
Referensi:
1) http://www.murtad.xyz/2009/01/surat-imam-samudera.html
2) Yusuf Ali, The Holy Qur’an: Text and Translation, Appendix XIII. Ancient Forms of Pagan Worship, pp. 1620-1622.
3) Jawad ‘Ali, Al-Mufashashal fi Tarikhi al-‘Arab Qabla al-Islam, Universitas Baghdad, tt. vol. VI, pp. 227-228.
4) https://en.wikipedia.org/wiki/Christian_community_of_Najran
5) Ibn Ishaq, Alfred Guillaume (translator). The life of Muhammad: a translation of Isḥaq's Sirat Rasul Allah. Oxford University Press. 1998. pp. 66-68.
6) https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Ishaq
7) Ibn Ishaq, pp. 98-103.
8) https://en.wikipedia.org/wiki/Waraka_ibn_Nawfal
9) https://en.wikipedia.org/wiki/Ubayd-Allah_ibn_Jahsh
10) Ibn Ishaq, p. 99.
11) Hisyam al-Kalbi, Kitab al-Ashnam (Book of Idols), Kairo: Darul Kutub al-Mishriyyah, vol. IV, 2000, p. 11.
12) Ibn Ishaq, p. 98.
13) http://sunnah.com/bukhari/72/25
14) Ibn Ishaq, p. 105.
15) http://sunnah.com/muslim/1/310
16) http://sunnah.com/bukhari/91/1
17) http://sunnah.com/bukhari/60/66
18) http://www.murtad.xyz/2009/01/istri-dan-para-wanita-muhammad.html
19) http://sunnah.com/abudawud/36/1
20) http://sunnah.com/muslim/25/31
21) http://sunnah.com/bukhari/91/1
22) Al Ya'qubi, Ta'rikh ibn Wadih, al-Alami, Lebanon: vol. 1, p. 257.
23) Al Tabari, Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Dara'l-fikr, Beirut: Vol.VI, 1979, p.93
24) Ibnu Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah, Al Falah Foundation. Cairo, 2000. p 318
25) http://sunnah.com/urn/46500\
26) Ibn Ishaq, p. 131.
27) http://sunnah.com/bukhari/63/80
28) Ibnu Atsir, Al-Kāmil fi al-Tārikh, Beirut vol. 2, p. 72.
29) https://en.wikipedia.org/wiki/Bilal_Ibn_Rabah
30) https://en.wikipedia.org/wiki/Sumayyah_bint_Khayyat
31) Muir, W. The Life of Muhammad, London: Smith, Elder & Co. 1861. vol. 2, p. 125.
32) Ibn Ishaq. p. 145.
33) Ibn Ishaq. p. 144.
34) Ibn Ishaq. p. 26.
35) https://en.wikipedia.org/wiki/Migration_to_Abyssinia
36) Hisyam al-Kalbi, Kitab al-Ashnam (Book of Idols), Kairo: Darul Kutub al-Mishriyyah, vol. IV, 2000, p. 14.
37) Ibn Ishaq. pp. 159-161.
38) Al-Maqrizi, Al-Niza wa al-Takhashum fima Bayn Bani Umayyah wa Bani Hasyim
39) Al Tabari, Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Dara'l-fikr, Beirut: Vol.I, 1979, p. 165.
40) https://en.wikipedia.org/wiki/Expedition_of_Abu_Sufyan_ibn_Harb
41) https://en.wikipedia.org/wiki/Mut‘im_ibn_‘Adi
42) Ibn Ishaq. p. 184.
43) http://sunnah.com/bukhari/63/113
44) Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wal muluk, Vol.2, p.343-4
45) Ibn Sa’d, Al Tabaqat Al Kabir, Vol. 2, p. 220
46) https://id.wikipedia.org/wiki/Bai'at_'Aqabah_Pertama
47) Ibn Ishaq. p. 197.
48) https://id.wikipedia.org/wiki/Bai'at_'Aqabah_Kedua
49) Ibn Ishaq. p. 203.
50) Al-Tabari, Vol. 3, p. 524
51) http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=73&tSoraNo =4&tAyah No =88&tDisplay =yes&UserProfile=0&LanguageId=2
52) Ibn Ishaq. p.307
53) Jalal al-Din al-Suyuti "al-Durr al-Manthoor Fi al- Tafsir al-Ma-athoor," vol.2, p178.
54) Ibn Ishaq. p.326
55) http://sunnah.com/muslim/5/3
56) http://www.murtad.xyz/2009/01/sejarah-jihad-1.html
57) https://en.wikipedia.org/wiki/Al-Is_Caravan_Raid
58) https://en.wikipedia.org/wiki/Invasion_of_Buwat
59) https://en.wikipedia.org/wiki/Invasion_of_Waddan
60) https://en.wikipedia.org/wiki/Nakhla_raid
61) https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Badar
62) Mubarakpuri, The Sealed Nectar, p. 132
63) Ibn Ishaq, p.304
64) http://sunnah.com/bukhari/64/71
65) Al-Tabari, vol.34, p.19
66) Ibn Ishaq, p.360
67) https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Uhud
68) https://en.wikipedia.org/wiki/Invasion_of_Banu_Nadir
69) http://sunnah.com/muslim/32/56
70) http://sunnah.com/bukhari/56/118
71) http://sunnah.com/tirmidhi/23/53
72) Ibn Ishaq. p.676
73) Ibn S’ad p.31
74) Ibn Ishaq. p.676
75) http://www.murtad.xyz/2009/01/pembantaian-oleh-muhammad.html
76) https://en.wikipedia.org/wiki/Invasion_of_Banu_Qurayza
77) Al-Tabari, vol. 8, p.23
78) http://sunnah.com/bukhari/56/237
79) http://sunnah.com/tirmidhi/27/45
80) Hamidullah, The Prophet of Islam: Prophet of Migration, p.77
81) https://en.wikipedia.org/wiki/Rayhana_bint_Zayd
82) Ibn Ishaq. p.466
83) http://sunnah.com/bukhari/54/19
84) Sobhy as_Saleh, Mabaheth Fi 'Ulum al- Qur'an, Dar al-'Ilm Lel-Malayeen, Beirut , 1983, p. 269
85) al-Nahas, An-Nasikh wal-Mansukh, p.80
86) http://www.alim.org/library/quran/AlQuran-tafsir/TIK/2/256
87) http://sunnah.com/abudawud/15/206
88) http://sunnah.com/bukhari/97/89
89) http://sunnah.com/abudawud/15/62
90) Ibn Sa’d, vol.ii, p.138
91) http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo =36&tAyah No =55&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
92) http://sunnah.com/bukhari/58/11
93) http://sunnah.com/abudawud/41/19
94) http://sunnah.com/bukhari/64/450
95) http://www.murtad.xyz/2009/01/kematian-muhammad.html
96) https://en.wikipedia.org/wiki/Hadith_of_the_pond_of_Khumm
97) http://sunnah.com/bukhari/58/10
98) Ibnu Sa’d, v.3 p. 78
99) https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_Sahabah_that _did _not_give _Bay'ah _to_ Abu_Bakr
100) https://www.sikhnet.com/news/islamic-india-biggest-holocaust-world-history
......