TOLERANSI MONOTHEISME POLITHEISME DAN ATHEISME ~ FORUM MURTADIN INDONESIA

TOLERANSI MONOTHEISME POLITHEISME DAN ATHEISME

Masyarakat Mekah sebelum kedatangan Muhammad dianggap sebagai masyarakat yang sesat dan bodoh, yang rusak secara moral dan sosial, atau sering disebut jahiliyah. Sedangkan secara religi, jahiliyah berarti ketidaktahuan akan petunjuk Allah, dan ini merujuk kepada agama polytheis masyarakat Mekah saat itu dengan 360 patung dewa dewi di Kabah Mekah sebagai pusat ibadahnya.

Sama dengan Islam, agama monotheisme lain seperti Yahudi ataupun Nasrani juga mengutuk polytheisme. Tapi apakah benar monoteisme samawi lebih superior daripada polyteisme? Secara keilmuan, monoteisme tidak lebih benar dari polyteisme, baik secara filosofi atau metafisik, berdasarkan bahwa tidak ada bukti tentang keberadaan satu Tuhan yang sah dan benar. Dari sudut sejarah, keyakinan monoteistik sering secara tak langsung bekerja sebagai "de facto politheisme”. Dalam Islam misalnya, kita akan melihat “de facto duolisme”, karena ketika kita menyembah Allah tak akan bisa dilepaskan dari rasulnya Muhammad. Karena keseluruhan Al-Quran berbicara tentang duo Allah dan Muhammad, sehingga kepercayaan kepada Allah tak akan berarti tanpa kepercayaan terhadap Muhammad. Sebagai contoh :

“Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan-Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS 48.9)

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS 33:57)

“Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS 4:14)

“Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman". (QS 8:1)

Ayat diatas hanyalah beberapa dari puluhan ayat lain di Al-Quran mengenai keesaan ganda “Allah dan Muhammad”. Karena tidak ada seorangpun yang bisa melihat atau mendengar Allah, maka semua kepatuhan akhirnya tertuju kepada Muhammad sebagai wakil Allah. Dialah yang harus di taati dan takuti karena hanya dia satu-satunya perantara kepada tuhan. Nah lalu apa bedanya dengan kafir Quraish, yang menganggap dewa2 hanya sebagai wasilat (perantara) kepada Allah Taala yang satu? Bukankah ini hanya perbedaan konseptual, Hubal, Allat, Al Uzza dan Manat disatu pihak dan Muhammad dipihak yang lain? Antara perantaran melalui Dewa dan melalui Manusia.

Selain dualisme dalam Islam, kita juga akan melihat triteisme dalam Nasrani yang akan dibahas lebih detail dalam artikel lain di situs ini. Sebaliknya beberapa kepercayaan polyteisme secara tak langsung justru bekerja sebagai "de facto monotheisme". Hindu misalnya, pada umumnya kita mengetahui, bahwa orang Hindu menyembah kepada Tri Murti, yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa yang dikenal sebagai tiga dewa tertinggi.

Menurut Weda, Tuhan memang tidak punya nama, tetapi manusia memberi nama menurut sifat-sifat yang dimilikiNya. Sri Caitanya, salah satu awatara yang mengajarkan Bhakti yoga, menyatakan bahwa “namnam akari bahuda nija sarva shaktis”. Tuhan punya berjuta-juta nama, dan dalam nama itu terkandung kekuatan ilahi yang maha hebat. Dalam kitab Weda terdapat seribu nama Wisnu, berdasarkan sifat dan kehebatanNya. Begitu pula dalam Bhagavadgita, yaitu Krisna disebut dengan 27 nama dan gelar yang berbeda. Inilah gambaran, bahwa Tuhan Yang Esa itu punya banyak nama.

Kekuatan yang menjadikan matahari bersinar itu adalah Aku yang tunggal. (Yajur Weda XL.17)

Tuhan Yang Maha Esa adalah Maha Besar dari segala yang ada. (Rg Weda III.55.1)

Ia Maha Esa, tidak ada duanya, daripada-Nyalah semua makhluk tercipta. (Chandogya Upanisad VI.2.1)

Kitab-kitab Upanishad menegaskan jika di alam semesta ini ada sesuatu yang tak terbatas, maka itu adalah Brahman, Tuhan yang kekal, imanen, tak terbatas, tak berawal dan tak berakhir juga menguasai segala bentuk, ruang, waktu, energi serta jagat raya dan segala isi yang ada didalamnya. Dan jika ada sesuatu yang terbatas, maka itu adalah pikiran manusia. Pikiran manusia yang terbatas ini tidak akan mampu mencapai yang tak terbatas.

Dalam Hindu pemujaan pada Tuhan tidak diwajibkan, namun sebuah pilihan. Seseorang bisa bebas memilih jalan hidupnya, dan demikianlah hukum sebab-akibat akan juga berjalan padanya sesuai dengan pilihan yang diambilnya. Tidak akan ada artinya, jika seseorang berkata bahwa ia mencintai Tuhan, namun membenci orang lain yang berbeda Tuhan. Jika ia bisa membenci, menyakiti hingga membunuh orang lain untuk membela Tuhan, maka itu bukan cinta sama sekali, ia hanya memuja Tuhan yang diciptakan pikirannya sendiri, dan kemelekatan pikiran itu juga yang dengan sendirinya melahirnya kebencian. Bukan lagi sekedar kemelekatan pada dunia (hubbudunya), tapi kemelekatan pada “pemikiran, ideologi, keyakinan ataupun agama.” Jadi secara filisofis Hindu bisa dianggap monotheisme, polytheisme, dan juga panteisme.

Kebanyakan penganut agama Ibrahimik mengasumsikan bahwa monotheisme sebagai sebuah bentuk keyakinan yang lebih "tinggi" dari pada "polyteisme." Betulkah monoteisme secara filosofi atau metafisik "superior" terhadap polyteisme? Dalam hal apa ia superior? Bila memang ada satu evolusi alamiah dari polyteisme ke monoteisme, maka di sana juga ada perkembangan alamiah dari monoteisme ke ateisme? Apakah monoteisme telah ditakdirkan akan digantikan oleh satu bentuk kayakinan baru yang lebih tinggi, yaitu atheisme melalui agnostikisme?

Dari sudut sejarah, monoteisme sering kali menunjukkan dirinya sendiri menjadi intoleran secara ganas dan buas, sangat berlawanan dengan polyteisme, dimana dalam polyteisme perang-perang agama skala besar tidak pernah dilakukan. Intoleransi ini secara logis mengikuti ideologi monotheistik. Tuhan dalam agama samawi bersifat otoriter, sangat pencemburu, dan menuntut ketaatan total. Mereka yang menolaknya harus dikonversikan, dirubah keyakinannnya atau dibunuh. Totalitarianisme adalah satu-satunya politik yang dapat melayani tujuan Tuhan Samawi ini.

Yahudi sudah sangat dikenal dengan eksklusivismenya, mereka menyebut diri sebagai bangsa pilihan, dan berperang untuk mempertahankan prinsip mereka terkait tanah yang dijanjikan. Namun sekali lagi Yahudi bukan agama ekspansif, yang melakukan pemaksaan agama terhadap orang berkepercayaan lain. Lalu lahirlah Nasrani, meski ekspansif, Nasrani datang dengan prinsip yang lebih santun. Di tahun tahun awal kelahirannya ribuan penganut Nasrani disiksa dan dibunuh, meski demikian penganut Nasrani tetap tumbuh hingga akhirnya tiga ratus tahun kemudian menjadi agama resmi pemerintah Romawi. Dimasa ini ekspansi agama dilakukan dengan strategi inkulturasi dengan budaya Polytheis Romawi. Namun setelah Nasrani menjadi mayoritas, dimulailah diskriminasi terhadap penganut Polytheisme dan Yahudi, penghancuran kuil2 pagan, serta penghancuran sinagog Yahudi oleh pemerintah Romawi, berdasar hanya ada satu tuhan yang benar menurut keyakinan mereka. Karena kerasnya diskriminasi ini, banyak penganut Polytheisme yang berpindah menjadi Nasrani.

Berdasar sejarah dimasa lalu terdapat inkuisisi (pengadilan terhadap bidah atau aliran yang berbeda dengan ajaran resmi) yang dilakukan oleh Gereja Roma, hal yang sebenarnya ditentang oleh gereja gereja ditimur, seperti Gereja Asiria, dan Ortodox Oriental. Kemudian sejarah juga menyajikan konflik konflik antara Gereja Roma (katolik) dengan Gereja Protestan (kristen) dimasa lalu. Sebenarnya seperti apakah ajaran intoleransi dalam Nasrani? Kitab perjanjian lama mencatat bagaimana buasnya peperangan bangsa Yahudi dahulu kala;

Ulangan 20:16 "Tetapi dari kota-kota bangsa-bangsa itu yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah kau biarkan hidup apapun yang bernafas”.

Yosua 6:21 "Mereka menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang di dalam kota itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu, domba dan keledai"

1 Samuel 15:3 "Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak, maupun anak-anak yang menyusu, lembu, maupun domba, unta, maupun keledai”.

Sebelum adanya Yesus, ajaran bangsa Israel tidaklah ekspansif, tidak mensyiarkan agama mereka kepada bangsa lain, bangsa Yahudi berperang untuk menduduki wilayah yang dijanjikan Tuhan mereka kepada Ibrahim. Setelah kedatangan Yesus, paradigma ini berubah. Berdasarkan ajaran Nasrani, Yesus datang untuk menyempurnakan ajaran Yahudi terdahulu. Kontras dengan ajaran Yahudi, ajaran Yesus jauh lebih santun dan toleran.

Matius 5:43-44; “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”

Lukas 6:27-28; "Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.

1 Yoh 4:20; “Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.

Kemudian Islam datang dengan prinsip yang lebih berdarah, dari awal lahirnya, Islam identik dengan perang dan darah. Kita dapat melihat sejarah perang Islam yang menempatkan tokoh tokoh Islam sebagai pahlawan dengan membantai mereka yang berbeda kepercayaan. Sejarah Islam menceritakan bagaimana permulaan perang monotheis melawan polytheis, dimana para muslim menghadang dan menyerang rombongan pedagang polytheis, kemudian membunuh dan merampas harta benda mereka. Dan ajaibnya, semua pembantaian dan perampasan harta kaum polyteis itu dilakukan atas perintah seorang nabi yang dianggap sebagai perwakilan Tuhan yang menciptakan dan menyayangi semua umat manusia.

Kita dapat melihat rentetan penyerangan rombongan dagang polytheis oleh para muslim di link wikipedia berikut; https://id.wikipedia.org/wiki/Penyergapan_kafilah

Penyergapan dan penjarahan dianggap tindakan wajar bagi nabi dan Tuhannya. Hal ini diklaim dilakukan sebagai balasan atas apa yang dilakukan kaum polyteis. Namun dapatkah klaim versi Islam ini dinalar secara logika. Jika jiwa para muslim terancam dan harta benda mereka benar dirampas kaum polyteis, mengapa justru beberapa dari mereka lebih memilih tinggal bersama kaum polyteis di Mekah daripada hijrah ke Medinah. Mengapa mereka sampai harus diancam akan dibunuh jika tidak mau hijrah? Dicap sebagai orang orang munafik, seperti pada ayat berikut yang ditujukan pada muslim Mekah yang tidak mau hijrah;

Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong (mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling (murtad), tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorang pun di antara mereka pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong (QS 4:89)

Inilah sedikit contoh intoleran dan buasnya monotheisme Islam. Jika kita menelaah Al-Quran lebih jauh, kita akan menemukan puluhan ayat lain tentang perintah menyiksa dan membunuh kaum polyteis. Bahkan terhadap kaum monetheis lain diluar Islam, Al-Quran memerintahkan untuk memusuhi mereka.

Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman (QS 9:14)

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS 9:29)

Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 9:5)

Kita dapat menelusuri ayat serupa dalam link berikut; AYAT AYAT CINTA DARI ALLAH

Benarlah jika dikatakan Tuhan agama samawi bersifat otoriter, radikal, sangat pencemburu, dan menuntut ketaatan total. Lalu akan muncul pertanyaan, Tuhan seperti apa yang memerintahkan pengikutnya untuk membunuh golongan lain, mengapa Tuhan seperti itu tidak turun tangan sendiri untuk membunuh manusia yang tidak mau mendengar perintah nabi utusannya, padahal dikatakan Tuhan itu pencipta semua umat manusia yang maha pengampun dan penyayang. Ataukah Tuhan hanya digunakan sebagai kedok, alat, atau alibi bagi sang nabi, untuk berkuasa terhadap pengikutnya? Karena dialah satu satunya orang yang berhak berbicara atas nama Tuhan.

Inilah irasionalnya filosofi keTuhanan monotheisme, diklaim menciptakan semua umat manusia, namun senang mengadu domba antar makluk ciptaannya, membenturkan golongan yang satu dengan yang lain. Dan dimulailah masa pembunuhan dan pembantaian atas nama Tuhan yang maha pengasih dan penyayang itu. Saat kita membaca sejarah Islam, teriakan “Allahu Akbar” selalu mengiringi muslim dalam setiap peperangannya.

Berawal dari Arab, virus intoleran dan kebencian ini menyebar hingga ke tanah Eropa. Dimulai dari penaklukan Persia, dimana saat itu agama Zoroaster, Nasrani, dan Yahudi hidup, kemudian semua harus dikonversikan menjadi Islam atau dibunuh. Melebar ke India, yang tercatat sebagai pembantaian terbesar sepanjang sejarah umat manusia, dimana nyawa 100 juta kaum polyteis dihabisi oleh teriakan “Allahu Akbar”. Dan ketika virus ini sampai ke tanah Eropa, ia berhadapan dengan saudara monotheisnya Kristen Barat, hingga kita mengenal adanya Perang Salib. Peperangan berlarut larut dengan Islam, merubah cara pandang masyarakat Eropa tentang toleransi. Jika peperangan sebelumnya didasari oleh alasan politik dan pendudukan wilayah, kini membela agama menjadi salah satu pemicunya. Melalui perang Salib, virus intoleran dan kebencian atas nama agama ini menular kepada mereka.

Sekali lagi, setelah kejatuhan Konstatinopel ketangan pengusasa Islam pada tahun 1453, dan jalur perdagangan rempah rempah dari timur ditutup oleh kekhalifahan Utsmani Turki, sedangkan permintaan akan rempah rempah di Eropa sangat tinggi, akhirnya Spanyol dan Portugis memutuskan untuk mencari asal sumber rempah tersebut, yaitu melalui jalur laut. Sehingga kemudian kita mengenal para penjelajah laut seperti Columbus, Vasco da Gama, Bartolomeus Dias ataupun Magellan yang tujuan awal mereka adalah melakukan ekspedisi perdagangan mencari rempah rempah.

Ketika Columbus mencapai benua Amerika, dimulailah pembantaian terhadap jutaan warga pribumi tanah itu, suku Indian. Dan ketika bangsa Portugis berhasil mencapai Malaka, inilah titik awal monopoli perdagangan bangsa Eropa atas wilayah Nusantara, hingga akhirnya Belanda ikut serta dalam tatanan perdagangan di wilayah ini. Meskipun alasan utama adalah penguasaan ekonomi melalui serikat dagangnya (VOC), bukan penaklukan dan penjajahan, namun kedatangan Belanda ke Nusantara sedikit banyak telah menyebabkan kesengsaraan bagi penduduk pribumi, misalnya melalui kerja rodi ataupun sistem tanam paksa.

Inilah contoh kekejaman yang telah disebabkan oleh agama-agama monotheis khususnya Nasrani dan Islam. Dalam hal ini, Nasrani tidak lebih dimaafkan dari pada Islam. Semua ini membuktikan bahwa intoleransi adalah esensial hanya pada monoteisme; satu-satunya Tuhan yang secara sifatnya adalah satu Tuhan yang cemburu yang tidak menghendaki yang lain hidup. Pada sisi lain, dewa-dewa dari polyteisme sifatnya sangat toleran; mereka hidup dan membiarkan yang lain hidup. Pada tingkat pertama, mereka dengan gembira memberi toleransi kawan-kawan mereka, para dewa dari agama yang sama, dan toleransi ini kemudian diperluas bahkan kepada para dewa dari agama lain secara sepatutnya, dengan ramah diterima dan kemudian diakui, dalam beberapa kasus, bahkan pada persamaan hak-hak. Satu contoh dari hal ini dapat dilihat dalam agama Romawi yang secara suka rela menerima dan menghormati dewa-dewa dari agama Phrygian, Mesir dan dewa-dewa asing lainnya.

Sejarah Nusantara menyajikan bagaimana dahulu Kerajaan Hindu Budha dapat menerima dengan ramah kedatangan Islam, dan memberi mereka tempat untuk hidup dan berkembang. Jika yang terjadi sebaliknya, mungkinkah Kerajaan Islam memberi tempat bagi Hindu Budha? Sedangkan terhadap saudara Syiah saja kita saling menghabisi. Jadi dari bukti sejarah kita melihat hanya agama-agama monoteistik yang menyuguhkan kita dengan pemandangan tentang perang-perang agama, pembunuhan atas nama agama, pengadilan bagi kaum sesat, pemusnahan aliran yang berbeda, dan juga penghancuran gambar atau patung para dewa, penghancuran kuil-kuil dan candi-candi.

Sekali lagi kami tidak mengajak anda untuk menjadi polytheis, pantheis, agnostik ataupun atheis. Namun berkaca dari sejarah masa lalu, kita melihat betapa dasyatnya kekejaman yang diakibatkan oleh agama agama monotheis. Dimasa kini agama agama monotheis berusaha memperbaiki citra mereka agar tampak lebih toleran, lebih damai, dan mau menerima perbedaan keyakinan. Namun disisi lain kita melihat kekerasan atas nama agama masih saja berlangsung, ISIS (Islamic State of Iraq & Al-Sham), ataupun penyerangan kepada Jemaah Ahmadiah di Indonesia adalah beberapa contohnya.

Dan bukanlah hal yang aneh jika sebagian besar kekerasan atas nama agama kebanyakan terjadi pada agama Islam, karena tak bisa dipungkiri intoleransi adalah perintah utama dalam Islam. Kalimat “Saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah”, disertai dengan perintah untuk memerangi umat yang tidak beriman pada Allah, dari dahulu hingga sekarang jelas menjadi dasar untuk intoleransi. Misalnya ayat-ayat pedang di QS 8:12, QS 8:39, QS 9:14, QS 9:29, QS 9:123, QS 66:9, QS 2:191, QS 4:66, QS 4:89, QS 4:91, dan QS 9:5.

Sedangkan ayat yang sering diambil sebagai dasar toleransi, ketika dibaca tafsirnya justru mempertegas intoleransi dalam Islam, misalnya Al-Baqarah 256;

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Tafsir Ibn Kathir menjelaskan mengenai hal ini: “Ayat ini diturunkan kepada lelaki Anshar Bani Salim bin Awf; ada yang menyebutnya al-Hushayn. Dia mempunyai dua anak lelaki Nasrani, sementara dia sendiri Muslim. Dia lalu bertanya kepada Nabi SAW, “Tidak perlukah aku memaksa mereka berdua, karena mereka telah menolak Islam dan tetap memilih memeluk Nasrani?” Kemudian, dalam hal ini Allah menurunkan ayat tersebut”.

Namun ayat tersebut ditakhshish dengan kedua nash berikut;

Pertama, surat at-Taubah (9) ayat 29: Sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedangkan mereka dalam keadaan tunduk. Dan Kedua dengan surat al-Fath: 16, Katakanlah kepada orang-orang Badui yang tertinggal, “Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka memeluk Islam.”

Dengan ayat ini, larangan paksaan beragama di atas juga tidak berlaku untuk orang Arab musyrik (polytheis), karena mereka hanya diberi dua pilihan: masuk Islam atau dibunuh. Sedangkan untuk Nasrani dan Yahudi diperbolehkan tetap memeluk agama mereka, namun wajib tunduk pada hukum Islam dengan membayar pajak jizyah.

Atau ayat lain yang sering dikaitkan dengan toleransi adalah;

Al Ghaasyiyah 21 – 22 ; Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, tetapi orang yang berpaling dan kafir, maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar. Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.

Namun jangan lupa, perintah diatas diberikan saat nabi dalam posisi lemah ketika di Mekah, namun setelah muslim punya cukup pasukan untuk melawan, perintahnya berubah ( dinasakhkan );

At-Taubah 9:73 "Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka."

Jadi intoleransi dan radikalisme adalah hal yang tak dapat dipisahkan dari Islam. Ketika para ulama moderat memaksakan diri menampilkan citra Islam yang toleran, dengan mengkompromikan ayat ayat Al-Quran, sebagian muslim lainnya secara kontras justru memperlihatkan wajah asli Islam, melalui aksi aksi intoleran yang mereka lakukan.

Bagaimanapun juga semua agama tetap menyimpan potensi bahayanya masing masing, karena kesalahan tafsir dan konflik kepentingan masing masing penganutnya. Namun melihat filosofi yang terkandung didalamnya, jelaslah radikalisme dan intoleransi dalam Islam paling berbahaya bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Dimasa kini konflik agama skala besar yang disebabkan agama diluar Islam hampir bisa dikatakan tidak ada. Jika terdapat konflik berdarah bermuatan agama pasti melibatkan Islam, ini bukanlah generalisasi, namun fakta dilapanganlah buktinya. Disinilah nilai kemanfaatan Islam bagi prinsip2 universal dipertanyakan. Jika mudharatnya amat nyata bagi keseluruhan umat manusia, apakah yang harus kita lakukan? Berkompromi dengan keadaan saat ini, dengan melaksanakan perintah Al-Quran setengah setengah? Atau secara total menolak perintah intoleran itu dan meninggalkannya?
.

..


 BERIKAN KOMENTAR
 ANDA PADA KOTAK
 DI BAWAH INI :



Use avatars to show off your personality and favorite things.


 Untuk DISKUSI atau
 DEBAT
, silahkan klik
 link dibawah ini:

FORUM DISKUSI DAN DEBAT ISLAM
.